Tampilkan postingan dengan label SIAPA ALLAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SIAPA ALLAH. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 November 2009

APENDIKS - LATAR BELAKANG ISLAM

Keimanan Islam

Islam mewajibkan umat Muslim untuk mengamalkan lima Rukun Islam.
1. Mengucapkan dua Kalimat Syahadat yang berbunyi sebagai berikut: bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwa nabi Muhammad adalah RasulNya. Dan kalimat syahadat tersebut diserukan dari Mesjid setiap kali panggilan azan.
2. Mendirikan Salat lima waktu. Salat adalah memanjatkan doa-doa ritual, yang telah dirumuskan dengan menghadap ke arah Mekah.
3. Mengeluarkan Zakat (memberi sedekah). Zakat wajib dilakukan oleh setiap orang Muslim yang baik untuk kebutuhan masyarakat termasuk orang-orang miskin.
4. Menunaikan ibadah Haji di Mekah. Ritual ini merupakan puncak acara peribadahan yang dilaksanakan orang-orang Muslim selama mereka berada di dunia, paling tidak sekali dalam hidupnya.
5. Berpuasa. Sekali dalam satu tahun yaitu selama bulan Ramadan (30 hari) umat Muslim harus berpantang makan dan minum setiap hari mulai dari subuh sampai magrib.
Jihad juga merupakan unsur penting dalam pengajaran Islam walaupun pada umumnya kegiatan ini tidak termasuk dalam Lima Rukun Islam. Jihad adalah suatu perjuangan untuk membela agama Islam dengan menggunakan segala cara, dan merupakan kewajiban bagi semua orang Muslim untuk terlibat di dalamnya.

Umat Muslim tidak menganggap jihad (perjuangan dengan kekerasan) sebagai kewajiban seperti halnya kewajiban yang termasuk dalam Lima Rukun Islam, namun Alquran sendiri menyatakan dengan jelas dalam Surat 9:19 bahwa ada tiga hal/perbuatan yang kalau dilakukan oleh umat Muslim mereka akan menerima pahala yang besar melebihi pahala-pahala lain. Tiga perbuatan tersebut adalah: beriman kepada Allah, beriman kepada hari kemudian (hari kiamat), dan berjihad di jalan Allah. Menurut ayat ini dengan melakukan tiga perbuatan tersebut derajat mereka tidak sama di sisi Allah (maksudnya lebih tinggi derajatnya di sisi Allah).

Keimanan Islam termasuk beriman kepada para malaikat, yang baik maupun yang jahat, percaya kepada Kitab-kitab yang diwahyukan Tuhan termasuk Kitab Taurat, Kitab Zabur (Mazmur), Kitab Injil walaupun isi Kitab-kitab tersebut dalam bentuknya yang sekarang mereka anggap telah diselewengkan dari (bentuk aslinya pada zaman dahulu kala), selain itu isi Kitab-kitab tersebut juga telah dibatalkan dengan kehadiran Alquran yang dianggap sebagai wahyu Allah yang terakhir. Selanjutnya beriman kepada para nabi, termasuk nabi-nabi alkitabiah dan Yesus Kristus, tetapi yang menjadi tokoh sentralnya adalah Muhammad yang mereka anggap sebagai nabi terakhir; juga percaya kepada adanya akhirat (yang dimaksud akhirat adalah lanjutan daripada kehidupan di dunia ini dan sekaligus merupakan saat pengadilan akhir), walaupun pengertian ini berbeda dengan kepercayaan Kristen.

Alquran
Alquran diwahyukan kepada Muhammad secara sedikit demi sedikit dalam berbagai saat dan kesempatan termasuk pada saat suatu keputusan harus diambil dalam kehidupan bermasyarakat. Alquran dianggap sebagai ilham Ilahi yang diwahyukan langsung oleh Allah. Wahyu pertama diturunkan lewat perantara malaikat ketika Muhammad sedang melakukan meditasi di sebuah gua. Wahyu-wahyu berikutnya diturunkan melalui berbagai cara termasuk melalui mimpi-mimpi dan visi-visi, melalui malaikat-malaikat, melalui komunikasi langsung dari Allah, dan melalui kedatangan Muhammad ke surga [catatan penerjemah: menurut kitab Hadis, Muhammad pernah melakukan perjalanan di malam hari menuju Yerusalem (Palestina) dan kemudian melintasi tujuh surga (langit) dimana dia berbicara dengan Adam, Idris (yang dimaksud Henokh), Musa, Yesus, dan Abraham. Perjalanan tersebut dilakukan hanya dalam waktu satu malam dan peristiwa ini dikenal dengan sebutan Isra’ dan Mi’raj. Pada peristiwa ini Muhammad menerima perintah langsung dari Allah tentang Salat lima waktu]. Alquran terdiri dari 114 bab yang disebut Surat-surat, masing-masing Surat dibagi dalam ayat-ayat. Urutan-urutan kronologis Surat dalam Alquran yang sekarang tidak sama dengan urut-urutan pada waktu Alquran diturunkan kepada Muhammad untuk pertama kali, juga tidak mengikuti cara pengurutan historis yang berlaku masa kini. Ilmuwan dapat mendeteksi dua periode utama selama kurun waktu diwahyukannya Alquran tersebut. Kedua kurun waktu utama tersebut diasosiasikan dengan fase-fase kehidupan Muhammad; di Mekah dan di Medinah.
Alquran tidak mudah dibaca dan nampaknya terdapat kontradiksi-kontradiksi dalam penjelasan yang diberikan oleh para ilmuwan dalam menanggapi kenyataan adanya ayat-ayat Alquran yang telah tertulis (telah diwahyukan) sebelumnya namun yang kemudian dihapuskan (dibatalkan) oleh ayat-ayat baru yang diwahyukan belakangan. Waktu Muhammad masih hidup, Alquran belum terkoleksi dalam wujudnya yang sekarang namun masih merupakan ceceran-ceceran informasi dalam berbagai bentuk yang telah diperiksa oleh para saksi yang sah, dan selanjutnya (setelah Muhammad meninggal) ceceran-ceceran informasi dalam berbagai bentuk dan berbagai sumber tersebut digabungkan dan disusun oleh para pengikut Muhammad.
Pada saat ini terdapat banyak versi Alquran walaupun kenyataan tersebut seringkali disangkal oleh Islam. Terdapat keanekaragaman dalam penyusunan jumlah ayat-ayat. Misalnya, Surat 5 dalam terjemahan Yusuf Ali terdiri dari 123 ayat sedangkan dalam terjemahan Al Hilali, Khan Muhsin, dan Muhammad Pickthall terdiri dari 120 ayat. Umat Muslim menyatakan bahwa Alquran merupakan wahyu terakhir yang disampaikan oleh Allah kepada umat manusia dan oleh karenanya Alquran diperlakukan dengan sangat hormat dan Alquran juga merupakan dasar dari agama Islam. Alquran beserta Hadis merupakan satu kesatuan norma-norma yang lengkap yang harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan umat Muslim.

Hadis
Sama halnya dengan pengajaran Alquran, umat Muslim juga mendapat pengajaran dari Hadis. Hadis mencakup kebiasaan-kebiasaan pada zaman Muhammad dan tradisi-tradisi nenek moyang yang harus diikuti (dilestarikan) oleh keluarga-keluarga dan suku bangsa-suku bangsa. Hal ini harus diterapkan dalam banyak aspek kehidupan mulai dari masalah-masalah yang sederhana seperti cara berjalan atau mengikat sepatu sandal, sampai pada aspek-aspek kehidupan keluarga dan masyarakat yang lebih kompleks. Para pengikut Muhammad diperintahkan agar mereka mengikuti kebiasaan nabi mereka dalam hal bersikap dan dalam hal melaksanakan kewajiban sehari-hari di berbagai aspek kehidupan sehingga dengan demikian tradisi-tradisi tersebut dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Semua riwayat mengenai perilaku, kebiasaan, dan ucapan-ucapan Muhammad tercatat dalam berjilid-jilid kitab Hadis dan interpretasinya untuk masing-masing generasi dikerjakan oleh para pemimpin agama dalam masyarakat Islam.

Sunah
Sunah adalah aturan-aturan agama Islam yang bersifat tradisional yang didasarkan atas segala perbuatan atau perkataan Muhammad yang ditulis bukan oleh Muhammad sendiri (maksudnya ditulis oleh orang lain) dan diterima/diakui sebagai aturan baku oleh golongan Islam Ortodoks namun ditolak oleh golongan Shiah.

Muhammad dan Kebangkitan Islam
Muhammad dibesarkan dalam suatu masyarakat yang terbagi dalam berbagai kelompok kekuasaan dan kelompok agama. Dia dilahirkan pada tahun 571 sesudah Masehi di Mekah (Arab Saudi), dimana pada waktu itu banyak terdapat berhala-berhala dan tempat-tempat pemujaan bagi berbagai dewa baal. Pemujaan dipusatkan di Kaabah, sebuah batu besar berbentuk kubus yang dilapisi oleh kain hitam. Setelah Muhammad menerima wahyu Ilahi, dia mulai mendapatkan banyak pengikut dan sekaligus dia juga menghadapi banyak musuh yang melakukan perlawanan terhadap misinya, dan akhirnya menyebabkan Muhammad dan pengikut-pengikutnya melarikan diri ke Medinah, tempat di mana Islam dicetuskan/dideklarasikan. Dengan adanya wahyu yang diterimanya, statusnya meningkat menjadi nabi sekaligus mengantarkannya untuk menduduki jabatan pimpinan sosial, pimpinan politik, dan pimpinan agama dalam masyarakat. Perlawanan terhadap Islam bermunculan, terutama dari Mekah dan terjadilah sejumlah pertempuran, namun akhirnya Muhammad dan para pengikutnya dapat memenangkan pertempuran dan kemudian Mekah direbut pada tahun 629 sesudah Masehi. Muhammad meninggal pada tahun 632 sesudah Masehi. Sejak saat itu Islam maju pesat dan berhasil menguasai satu demi satu kelompok-kelompok masyarakat yang ada di sana, terutama dengan menggunakan kekerasan senjata (pedang). Sampai saat ini Islam telah dianut oleh hampir satu miliar manusia di seluruh dunia. Sejumlah konflik internal telah mengakibatkan pecahnya Islam dalam beberapa sekte, sekte Sunni dan sekte Shiah merupakan dua sekte utama dalam Islam.

Tidak ada satupun negara Islam sejati yang bersifat demokratis dan tidak ada satupun di antara negara-negara Islam yang pernah menerapkan kehidupan demokratis. Kalau ada negara Islam yang melaksanakan sistem demokratis, hal tersebut pasti merupakan suatu hal yang dipaksakan dengan secara ‘keji’ oleh dunia Barat. Dalam negara Islam manapun tidak terdapat kebebasan untuk berekspresi (mengekspresikan diri) maupun kebebasan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.

Tidak terdapat kebebasan untuk berekspresi maupun kebebasan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing dalam suatu negara Islam yang sejati/murni.





CATATAN – CATATAN

BAB I
1. Cragg, Kenneth, The Call of the Minaret, Wm. Collins Sons&Co., London, 1986, halaman 30.
2. Contohnya lihat Mishkat al Masabih, Sh. M. Ashraf, Lahore (1990) halaman 469. Juga Bukhari Jilid 9 No. 301.

BAB II
1. New Nigerian, 19 Oktober 1988 halaman 3.
2. Mishkat al Masabih Jilid II, halaman 253, dikutip dalam Gerhard Nehls, A guide to Muslim Evangelism, Life Challenge, Nairobi halaman 4.
3. Sumrall, Lester: Where was God when Pagan Religions Began? Thomas Nelson, Nashville (1980) halaman 138.
4. Mishkat al Masabih, Sh. M. Ashraf (1990) halaman 147, 721, 810, 811, 1130.
5. Haykal, M. The Life of Mohammed. Lagos: Islamic Publication Bureau (1982).
6. Khan, M. Ebrahim. Anecdotes from Islam, Sh. Muhammad Ashraf, Lahore (1960) halaman 20.
7. Lamb, David: The Arabs, Random House, New York (1987) halaman 287.
8. Le Point Magazine, No. 599, 12 Maret 1984, halaman 89, 91.
9. Deedat, Ahmed, What is his Name? Islamic Propogation Centre, Durban (1986) halaman 13.
10. Deedat, A. op cit. halaman 14.
11. Nigerian Sunday Punch, 26 Januari 1986.
12. Times International, Lagos 19 Maret 1984.
13. Wurmbrand R. A Hundred Meditations, halaman 142.
14. Daily Sketch, Ibadab, 14 Desember 1989, halaman 8.
15. Good News Magazine, April/Mei, 1998, Kaduna.
16. Op.cit.

BAB IV
1. Lihat Ali, Yusuf, Quran, Text, Translation and Commentary. Catatan 217 (6).

BAB V
1. Buku Arabi, ‘Fusua al Hukum’ halaman 13, 35.
2. Dikutip dalam Zachariah, Brutus, God is One – In the Holy Trinity, Rikon, Switzerland, halaman 25.

BAB VI
1. Haeri, Shahla: Law of Desire, I.B. Tauris & Co., Ltd., 110 Gloucester Avenue, London NW1 BJA, (1989), halaman 1.
2. Khan, M. Ebrahim; ‘Anecdotes dari Islam’ Sh. Muhammad Ashraf, Lahore (1960) halaman 13.

BAB VII
1. Ungkapan ‘pass through the Confines of Hell’ dalam revisi 1990 dirubah menjadi ‘pass through it’.
2. Sahih Muslim, Sh. Muhammad Ashraf, Lahore (1975) Jilid iv halaman 1396-1398. Ini juga ditemukan dalam Mishkat al Masabih, Jilid 3, bab 32-36 sebagaimana dilaporkan oleh Abu Huraira.

BAB IX
1. Yesus sendiri mengisyaratkan kemungkinan ini dalam Matius 26:53.
2. Shorrosh, A. “Islam Revealed”, Suatu Pandangan tentang Islam menurut orang Arab Kristen, Thomas Nelson, Nashville, (1989) halaman 97.
3. Ali, Yusuf, ‘Qur’an Text’, Translation & Commentary’, Commentary No. 398.

BAB X
1. Tidak peduli bagaimanapun populernya agama/kepercayaan tersebut pada saat ini, dan tidak peduli siapapun yang mengimaninya, paham/kepercayaan itu merupakan doktrin dari kuasa iblis. Perhatikan apa yang diucapkan Yesus dalam Yohanes 14:6.
2. Deedat, A. “What is His Name”, halaman 3.
3. Anderson, Jock. ‘Worship the Lord’, Inter-Varsity Press, London, halaman 25.
4. Guillaume, A. The Life of Muhammad, Suatu Terjemahan oleh Ibn Ishaq, Oxford University Press (1955) halaman 66-68.

BAB XI
1. Egun tidak memiliki bunyi ‘r’.
2. Deedat, A. ‘What is His Name?’ Buku ini dan buku-buku karangan Deedat yang lainnya seperti The God That Never Was memang sengaja ditulis untuk melecehkan/menghina konsep Tuhan dalam Kristen dan terutama untuk mentertawakan keilahian Yesus Kristus. Nampaknya Deedat dan banyak penulis Muslim lain yang punya tujuan sama dengan Deedat tidak menyadari bahwa Alquran sendiri telah memperingatkan umat Muslim, “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (Surat 6:108).
3. Jeffery, A. ‘Foreign Vocabulary of the Qur’an’ Al-Biruni, Lahore (1977).
4. Shorrosh, A. ‘Islam Revealed’ Thomas Nelson, Nashville (1989) halaman 267.

BAB XII
1. Sumrall, L. ‘Where was God When Pagan Religions Began? Halaman 141.
2. Dikutip dalam Pfander, C.G. Mizzanul al-Haqq (Neraca Kebenaran) Light of Life, Villach, Austria (1986) halaman 346.
3. The Mizan’l Haqq Haykal, M. ‘The Life of Muhammad’ halaman 337.
4. Ibid, halaman 77.

BAB XII - VISI-VISI MUHAMMAD

“Sebab segala elohim bangsa-bangsa adalah berhala, tetapi Yahwehlah yang menjadikan langit” (Mazmur 96:5).

Kalau seseorang menyembah berhala yang paling utama (paling berkuasa) sekalipun, dia tetap saja disebut penyembah berhala jadi tidak ada bedanya dengan penyembah berhala lain. Apa bedanya seseorang itu menyembah banyak berhala atau hanya menyembah satu berhala?

Dalam bukunya mengenai agama-agama di dunia, seorang mantan pemberita Injil yang bernama Dr. Lester Sumrall menulis ulasannya mengenai masalah tersebut di atas sebagai berikut: “Umat Muslim menyembah satu tuhan dan kami (umat Kristen) menyembah satu Tuhan, tetapi tuhan Islam dan Tuhan Kristen tidak sama. Tuhan dari Muhammad (Allah) sangat berbeda dengan Tuhan umat Kristen (Yahweh). Allah adalah suatu maujud Autokrat yang egoistis dan pendendam yang harus ditenangkan/disenangkan dengan ibadah ‘salat’ yang dilengkapi dengan gerakan-gerakan tubuh yang bersifat rutin, monoton dan suci. Yahweh yang kita sembah adalah suatu maujud Bapa Surgawi yang penuh kasih dan sangat mengasihi kita yang hanya mengharapkan bahwa kita juga membalasNya dengan kasih serta ketaatan kita. 1 “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu” (Yohanes 14:15).

Kami bersyukur kepada Tuhan atas observasi dan ulasan yang serius tersebut. Ulasan tersebut telah memperkuat keyakinan (pendirian) kita mengenai roh macam apakah yang ada di belakang Islam. Namun demikian ada satu pertanyaan lagi yaitu apakah betul hanya ada satu berhala (tuhan palsu) saja yang disembah dalam Islam.

Satu hal yang perlu kita sadari yaitu bahwa seseorang tidak mungkin melayani setan dan menyembah dia saja. Jika setan disembah, dalam wujud apapun, dia pasti disembah melalaui roh-roh jahat yang banyak jumlahnya. Pada kenyataannya dalam dunia penyembahan berhala (tuhan palsu) tidak terdapat penyembahan yang bersifat monoteis atau lebih tepatnya tidak terdapat penyembahan kepada satu berhala (tuhan palsu) jadi sementara berhala-berhala (tuhan-tuhan palsu) yang lain disadari keberadaannya. Seseorang tidak mungkin menyembah setan saja tanpa mempunyai hubungan dengan roh-roh jahat lain (maksudnya orang yang menyembah setan pasti punya hubungan dengan banyak roh-roh jahat lain). Faktanya sebagian besar kegiatan dan interaksi dalam dunia pemujaan dan penyembahan kepada setan pada umumnya direalisasikan melalui pemujaan kepada roh-roh jahat daripada (ketimbang) kepada setan secara langsung. Hal ini disebabkan karena setan tidak mampu hadir dimana-mana dalam waktu bersamaan. Setan bukan Tuhan, tetapi dia adalah malaikat yang telah jatuh ke dalam dosa. Dan kita tahu bahwa malaikat tidak dapat hadir di semua tempat dalam waktu bersamaan.

Kita tidak tahu mengapa umat Muslim berpikir bahwa ada sesuatu yang baru dan luar biasa dalam pernyataan mereka mengenai keesaan Tuhan. Umat Yahudi juga percaya bahwa hanya ada satu Tuhan yaitu Elohim. Sebagaimana yang dilantunkan oleh umat Muslim yaitu la ilaha ilal allah atau la ilaha il’ allah demikian juga yang dilantunkan oleh umat Yahudi di dalam Sinagog-sinagog mereka yaitu Huh echad vein sheni yang artinya Dia (Elohim) adalah satu dan tidak ada yang ke dua.

Hal itu tidak berarti bahwa mereka beribadah kepada Elohim, karena mereka menyangkal (menolak) Yesus. Bahkan dalam agama Hindu yang menyembah banyak dewapun kami jumpai pengakuan-pengakuan yang sama dalam kitab Veda, kitab suci mereka; dan kita tahu bahwa agama Hindu sudah ada ratusan tahun sebelum Islam muncul. Jadi tidak ada hal baru yang dapat kita petik dari pernyataan ‘tidak ada tuhan selain Allah’. Setiap agama dapat mengatakan bahwa tuhannya adalah esa dan tidak ada yang lain. Alkitab berkata bahwa pernyataan beriman Tuhan yang Esa tidak cukup untuk dapat membawa manusia masuk ke surga. Manusia harus beriman kepada satu Tuhan yang benar dan riil.

“Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Elohim saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar” (Yakub 2:19). Oleh karena itu jika umat Muslim menyembah tuhan yang lain daripada Tuhan satu-satunya yang dinyatakan dalam Alkitab, sadar atau tidak itu berarti bahwa mereka bukan monoteis sama sekali.

Siapakah Yang Bersalah?
Jadi, kalau Muhammad memperkenalkan tuhan yang salah, salah siapakah itu? Mengapa Tuhan yang benar (Elohim) tidak menyatakan DiriNya kepada Muhammad dan orang-orang Arab? Atau apakah tuhan yang salah telah menyatakan dirinya kepada mereka? Dan kalau Elohim tidak menyatakan DiriNya kepada mereka, apakah Elohim memang semata-mata menghendaki untuk menghukum umat Muslim pada hari Penghakiman?

Catatan-catatan sejarah mengungkapkan bahwa Muhammad, sesudah dia menjadi kaya raya dari hasil usaha karavannya, kemudian meninggalkan usahanya tersebut dan selanjutnya dia mencari realitas spiritual – seperti yang banyak dilakukan oleh orang-orang masa kini, melibatkan diri mereka ke dalam praktek-praktek kebatinan ketika mereka merasa kecewa dan jemu (muak) terhadap hal-hal yang berbau materialis (duniawi). Dia (Muhammad) masuk dalam kelompok Hanifas, atau para pencari kebenaran, suatu kelompok agnostic pada zamannya. Kelompok orang-orang tersebut berusaha mencari terang hikmat spiritual melalui kekuatan batin dan meditasi.

Pada waktu itu ajaran-ajaran agama Hindu telah tersebar ke seluruh Timur Tengah dalam pergerakan mereka menuju ke Eropa dan mewariskan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan cara-cara melepaskan diri sendiri dari ikatan dunia maya. Setelah meninggalkan bisnisnya, Muhammad menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermeditasi di Gua Hira, kurang lebih satu mil jaraknya dari kota Mekah. Pada suatu hari ketika dia sedang larut dalam meditasinya, menurut berita yang terdengar, dia menerima panggilan ilahi untuk mengajarkan sesuatu.

Siapakah mahluk halus yang memanggil dia? Dan ajaran apa yang harus diajarkan? Hal-hal yang diajarkannya itulah yang membantu kita menentukan lebih lanjut mengenai pesan-pesan siapakah yang harus diembannya/dibawakannya. Adapun mengenai pesan-pesan yang dibawakan Muhammad tersebut telah diteliti dan dibicarakan dalam bab-bab sebelumnya. Dari jenis meditasi yang dilakukannya, kita dapat menentukan siapa yang kemungkinan berbicara kepada Muhammad dan mahluk apakah yang berhubungan dengan dia.

Apa Kata Para Pelaku Meditasi?
Seorang mantan guru meditasi dan ilmu gaib bangsa Swedia yang bernama Valter Ohman yang kemudian telah bertobat dan masuk Kristen berkata: “Jika suatu meditasi tidak dilakukan sesuai dengan keimanan Kristen, meditasi tersebut akan menjurus pada komuni penyembahan kepada roh-roh yang merasuki berhala-berhala”. Meditasi yang berlandaskan pada ideologi yang salah akan menyebabkan manusia terjebak ke dalam hubungan dengan roh-roh jahat dan tuhan-tuhan palsu. Akibatnya bukan kebebasan yang dia peroleh tetapi justru tekanan-tekanan dan kerasukan setan.

Seorang pelaku yoga Hindu dari India Barat yang bernama Guru Rabindranath R. Maharaj, setelah dia bertobat dan menyerahkan dirinya kepada Yesus Kristus, kemudian menulis dalam autobiografinya sebagai berikut: “Sekarang saya baru mengerti bahwa mereka adalah mahluk-mahluk jahat yang telah saya jumpai ketika saya sedang larut dalam meditasi saya dan ketika saya dalam keadaan trans karena mempraktekkan yoga; merekalah yang telah menyamar sebagai Shiva atau dewa-dewa Hindu yang lain”.

Seorang wanita, guru meditasi transcendental yang termasyhur yang bernama Vale Hamilton yang sekarang sudah bertobat dan telah dilahirkan baru dalam Kristus juga mendeskripsikan pengalaman-pengalamannya sendiri dalam bermeditasi sebagai berikut: “Pada saat-saat ketika saya sedang khusuk bermeditasi, saya sering merasakan kehadiran roh-roh halus yang duduk di sebelah kiri atau di sebelah kanan saya dan kadang-kadang pada waktu malam hari mereka suka duduk di atas tempat tidur saya. Saya menghabiskan waktu tiga bulan untuk bermeditasi selama tiga sampai sepuluh jam setiap harinya. Saya mempunyai beberapa pengalaman yang berkaitan dengan himpitan-himpitan yang dilakukan oleh roh-roh jahat terhadap saya selama saya berada di tempat tidur. Pada suatu malam ketika saya tidur, tiba-tiba saya terbangun dengan perasaan takut dan ngeri, sekujur tubuh dan kepala saya bergetar karena suatu roh menghimpit dan nampaknya berusaha merasuki tubuh saya. Sama saya sekali tidak berpikir bahwa kemungkinan setan dan roh-roh jahatlah yang datang saat itu, saya hanya menganggap bahwa peristiwa tersebut adalah wajar-wajar saja sebagai petualangan dalam dunia gaib yang sesungguhnya. Saya bahkan salah mengira mereka sebagai malaikat-malaikat pelindung”.

Sudah pasti, umat Kristen bermeditasi atas dasar Firman Elohim, sehingga meditasi Kristen tidak boleh menyeleweng menuju kesesatan seperti yang terjadi pada meditasi transcendental dari agama-agama dan pemujaan-pemujaan tanpa Kristus.

Tuhan telah memberi hak istimewa kepada manusia untuk mengendalikan pikirannya sendiri. Namun ketika manusia mencoba melarikan diri dari kenyataan hidup dengan cara menjalankan praktek-praktek kebatinan, manusia telah memberikan kesempatan (peluang) pada pengaruh-pengaruh roh jahat dan para penguasa di udara untuk merasuki pikirannya. Manusia sejak itu tidak lagi sanggup mengendalikan dirinya sendiri. Dia telah dikuasai roh jahat. Kalau dia tidak segera bertobat kepada Kristus dan meninggalkan praktek-praktek kebatinan tersebut di atas, dia pasti akan dikuasai oleh pengaruh roh-roh jahat tersebut selama hidupnya sampai dia meninggal dunia.

Sebagian besar penyembah-penyembah berhala mengadakan hubungan dengan mahluk yang mereka sebut sebagai ‘mahluk terang’ selama mereka dalam keadaan hening ‘menembus raga melanglang buana astral’. ‘Mahluk terang’ ini dijadikan acuan oleh berbagai pemujanya dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan yang diinginkan oleh setiap golongan pemujanya itu. “Mahluk terang’ tersebut dinamakan ‘ECK’ oleh golongan pergerakan Eckankar, dan oleh golongan kebatinan Hare Krishna disebut ‘Das’ atau ‘Krishna’. Beberapa organisasi ilmu gaib yang popular seperti organisasi Rosicrucian (AMORC) menyebutnya ‘malaikat terang’. Bahkan perkumpulan gaib yang lain menyebutnya ‘Yesus Guru Agung’.

Menurut Alkitab, mahluk semacam itu beserta dengan pesuruh-pesuruhnya adalah pembohong dan penipu yang telah lama kita kenal (maksudnya iblis).
“Hal itu tidak usah mengherankan, sebab iblispun menyamar sebagai malaikat terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka” (2 Korintus 11:14-15).
Sekali lagi pertanyaannya adalah: Dengan siapakah Muhammad berhubungan selama meditasinya? Kami memerlukan semua bahan-bahan dari sumber-sumber Islam untuk mengetahui hal tersebut. Laporan-laporan semacam itu harus diinterpretasikan dalam terang Alkitab dan dinilai (diputuskan) oleh Roh Kudus (tentang kebenarannya).

Apakah Muhammad Bukan Seorang Nabi?
Apapun manifestasi-manifestasi mereka baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah (spiritual), kita tahu bahwa di dunia ini hanya ada dua kekuatan spiritual yaitu ‘Roh Kebenaran’ dan ‘bapa segala dusta’ (Yohanes 16:13; 8:44).

Sebagian orang masih bertanya-tanya apakah betul Muhammad dapat dianggap sebagai seorang nabi. Dari apa yang kita ketahui tentang Muhammad dan kehidupannya, saya percaya bahwa dia adalah seorang nabi.

Sekarang masalahnya adalah apakah yang dimaksud dengan istilah seorang ‘nabi’? Dalam bahasa Inggris kata ‘prophet’ (nabi) berasal dari akar kata ‘pro’ dan ‘phemi’ (bahasa Yunani). Pro artinya ‘sebagai pengganti dari’, dan ‘phemi’ artinya ‘berbicara’. Dalam bahasa Inggris sejak lama kita telah mengenal kata ‘pronoun’, yaitu suatu kata yang digunakan ‘sebagai pengganti dari’ suatu kata benda. Dalam bahasa Inggris, kita juga mengenal akhiran ‘phemi’ dalam kata ‘blasphemy’ yang artinya ‘menghujat’ (mengatakan sesuatu yang tidak pantas terhadap Tuhan). Jadi, kata ‘prophet’ (nabi) artinya seseorang yang berbicara sebagai pengganti dari orang lain (dengan kata-kata lain orang yang berbicara atas nama orang lain yang menugasinya). Di sini yang dimaksud dengan ‘orang lain’ adalah ‘tuhan (dewa)’ atau ‘Tuhan’. (Baca kitab Keluaran 7:1-2). Nabi tersebut mungkin saja menerima perintah-perintah yang langsung diucapkan oleh tuhan (dewa) atau Tuhan, atau kadang-kadang dia hanya menerima ilham untuk berbicara atau berbuat sesuatu. Nubuat kenabian (dalam bahasa Inggirs ‘prophecy’) dapat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi sekarang atau dapat juga berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan. Hal yang paling penting adalah bahwa orang tersebut (nabi tersebut) pasti diilhami oleh suatu maujud yang lebih berkuasa daripada dirinya sendiri.

Jadi, salahlah kalau seseorang membayangkan bahwa Muhammad bukan seorang nabi. Dari cerita-cerita mengenai dirinya dan realitas adanya agama Islam, seseorang harus percaya bahwa Muhammad adalah seorang nabi, sekalipun seorang nabi Allah.

Namun masalahnya, yang sedang kita bicarakan di sini adalah, apakah Allah dari nabi Muhammad tersebut sama dengan Elohim, Tuhan Trinitas yang suci, yang menyatakan DiriNya sendiri kepada semua nabi-nabi alkitabiah. Kita tidak perlu takut membicarakan hal ini karena keselamatan jiwa kita tergantung pada pemahaman kita terhadap hal tersebut. Jika Allah dari nabi Muhammad adalah Tuhan yang benar dan firmannya adalah kebenaran, dan kata-kata yang tertulis dalam Alquran adalah firmannya, berarti semua orang Kristen yang percaya pada Alkitab menjadi pihak yang kalah. Sebaliknya, kalau Allah adalah roh jahat yang berkedok sebagai Tuhan yang Maha Kuasa, berarti setiap orang Muslim yang ingin mencari kebenaran harus mempertimbangkan sekali lagi hal tersebut dengan serius.

Alkitab menyatakan bahwa kita harus menguji roh-roh yang ada di belakang orang-orang yang mengklaim diri mereka sebagai para nabi dengan tujuan untuk mengetahui termasuk golongan yang manakah mereka (maksudnya apakah mereka dari golongan ‘roh kebenaran’ atau dari golongan ‘bapa segala dusta’). Cara pengujian dan penentuan golongan tersebut telah didefinisikan dalam Alkitab. Namun kalau kita dihinggapi rasa takut dicap sebagai penghujat, kita tidak akan pernah dapat menguji yang manakah Roh Elohim dan yang manakah yang bukan. Roh ketakutan semacam itu telah menguasai dan mengikat kita serta menjerumuskan banyak orang ke dalam hukuman yang kekal. Setiap orang harus mempertanggungjawabkan apa pilihan keimanannya secara pribadi di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa. Tuhan telah memberi kita norma-norma standar untuk dapat diterapkan dalam menguji semua klaim-klaim yang berbicara mengenai pengalaman-pengalaman spiritual. Itulah sebabnya mengapa umat Muslim harus tetap tenang dan marilah kita memeriksa dengan cermat masalah ini secara bersama-sama.

Hakikat Dari Visi Muhammad
Kata bahasa Arab ‘Alquran’ berarti ‘kitab lantunan (kitab untuk dilantunkan)’. Dan itulah sebabnya mengapa pesan-pesan dalam Alquran dianggap sebagai firman Allah sebagaimana yang dilihamkan melalui visi-visi yang diterima Muhammad secara sedikit demi sedikit. Visi-visi inilah yang dianggap sebagai visi-visi dari Tuhan yang dijadikan acuan keimanan lebih dari 800 juta umat Muslim.

Walaupun banyak bukti yang menunjukkan bahwa Alquran menjiplak dari tradisi dan cerita-cerita rakyat yang berasal dari Yahudi, Alquran itu sendiri tidak bisa semata-mata dianggap sebagai kitab yang mendokumentasikan tradisi-tradisi Yahudi secara besar-besaran. Kami percaya bahwa Muhammad memang menjumpai beberapa hal yang bersifat supernatural, paling tidak pada tahap-tahap awal dari misinya. Kami tidak dapat menyingkirkan fakta tersebut karena dalam Hadis kami menemukan dokumentasi dari perbuatan serta pengalaman-pengalamannya sebagaimana yang dibenarkan oleh orang-orang dekat dengan dia dan yang aktif dalam pengembangan Islam selama Muhammad hidup.

Jika tidak mempunyai pengalaman supernatural seperti itu, dia tentunya tidak bisa disebut sebagai seorang nabi, tetapi hanya sekedar sebagai filosof. Memang benar bahwa Muhammad mempunyai teman-teman yang menganut agama Zoroastrian, agama Yahudi, dan agama Kristen, dan dia mencontoh sebagian dari tradisi mereka (misalnya: penggunaan tasbih dalam sembahyang), tetapi Muhammad sendiri pasti juga mempunyai pengalaman-pengalaman spiritual sebelum dia membangun agamanya sendiri. Menurut berita dari Hadis, Muhammad memang mendapatkan visi-visi Ilahi.

Tradisi-tradisi yang dijadikan acuan dalam hal ini adalah tradisi-tradisi yang dipandang/dianggap dapat dipercaya oleh baik dari aliran Shiah maupun aliran Sunni. Bagian ini merupakan bagian yang paling penting, dan perlu ditekankan di sini bahwa cerita-cerita tersebut tidak diolah oleh para sejarawan Barat sedikitpun, tetapi ditulis sendiri oleh umat Muslim. Cerita-cerita tersebut mencakup kesaksian-kesaksian/pernyataan-pernyataan dari Ibn Ishaq, Husain ibn Muhammad, Ibn Athir, Muslim, Abu Huraira, Al Bukhari, dan bahkan Zaid ibn Thabit, catatan-catatan Muhammad dan Editor Alquran Baku tradisional.

Menurut kesaksian-kesaksian itu, ketika Muhammad menerima ‘ilham Ilahi’ tersebut dia seringkali jatuh terkapar di lantai, dengan tubuh bergetar hebat, peluh membasahi sekujur badannya, mata tertutup, mulut berbusa dan raut wajahnya seperti raut wajah seekor unta yang masih muda. Kadang-kadang, dia mendengar seperti ada sebuah bel berbunyi di dalam telinganya. Pengalaman ini biasanya diikuti dengan rasa sakit kepala yang hebat. Abu Huraira, sebagaimana yang terungkap dalam Hadis, menyatakan: “ … ketika ilham tersebut diturunkan kepada Muhammad, mereka biasanya menggosok kepalanya yang suci dengan ‘henna’ (daun inai/daun tumbuham pacar), karena untuk melindungi Muhammad yang biasanya setelah menerima ilham tersebut langsung mengalami rasa sakit kepala yang hebat”.2

Memang biasanya Muhammad mengalami rasa sakit seperti tersebut di atas manakala ilham Ilahi itu datang, namun kadang-kadang sakitnya tidak separah itu hanya sekedar seperti orang yang sedang mabuk saja. Muhammad Haykal mencatat bahwa ketika isteri Muhammad yang bernama Aisha dituduh telah berzina, Muhammad kemudian mendapat ilham Ilahi, yang seperti biasanya diikuti oleh rasa sakit yang hebat (diduga bahwa Muhammad mengalami penyakit sawan atau epilepsi) 3, yang isinya adalah membebaskan Aisha dari tuduhan tersebut.

Perlu dicatat di sini, bahwa mula-mula Muhammad jujur pada diri sendiri dan dia menganggap bahwa dia mungkin telah dipengaruhi oleh roh jahat. Misalnya, mengapa dia harus merasakan seperti tercekik kalau Tuhan yang akan memberinya pesan itu memang benar adalah Tuhan yang baik? Apakah dia harus menderita sawan (epilepsi) yang serius terlebih dahulu sebelum dia dianggap pantas (layak) untuk menerima pesan dari Tuhan? Apa perbedaan antara yang terjadi dalam diri Muhammad dengan yang terjadi dalam ritual-ritual penyembahan (pemujaan) berhala?

Isteri Muhammad yang setia mendampinginya yang bernama Khadijah nampaknya secara fisik berusaha mengurangi perasaan cemas dan khawatir suaminya namun sebetulnya secara rohani dia malahan menambah kebingungan Muhammad. Khadijah dan pamannya merupakan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Muhammad terutama waktu Muhammad mengalami saat-saat kritis. Ketika Muhammad menerima wahyu yang pertama, saudara sepupu Khadijah yang bernama Waraqah bin Naufal mengatakan, “ … Wahai Khadijah, sesungguhnya telah datang kepada Muhammad roh (malaikat) yang mulia, sebagaimana yang pernah datang kepada nabi Musa (maksudnya malaikat Jibrael). Muhammad sesungguhnya akan menjadi nabi bagi umat kita ini. Dan katakanlah kepadanya hendaklah ia tetap teguh/tenang”. 4 Oleh karena itu Khadijah kemudian menguatkan hati suaminya untuk mentaati apa yang dikatakan dalam wahyu tersebut karena mereka (Khadijah dan Waraqah) percaya bahwa wahyu itu berasal dari malaikat Jibrael. Khadijah, yang dikatakan sebagai seorang anggota dari salah satu sekte/bidat Kristen yang terdapat pada waktu itu, mengetahui sesuatu tentang malaikat Jibrael dan merasa pasti bahwa malaikat Jibrael inilah yang memberi pesan-pesan kepada Muhammad. Peristiwa yang sama juga tertulis dalam karya Mishkat al Masabih, Sh. M. Ashraf (1990) halaman 1252-1257. Setelah pengalaman-pengalaman pertamanya, Muhammad seperti kesurupan dan sangat diyakinkan oleh ilham alquraniah yang dapat dilantunkannya di manapun dan kapanpun. Bagaimana Waraqah, yang hidup pada masa Nestorian dan Arian, meyakini bahwa roh yang mencekik Muhammad tersebut sama maujudnya dengan roh yang berbicara kepada nabi Musa? (Catatan: Waraqah adalah orang Kristen; Nestorian dan Arian adalah bidat-bidat Kristen yang ada pada waktu itu). Khadijah danWaraqah inilah yang ikut andil dalam menambah kebingungan Muhammad (karena dari kedua orang inilah Muhammad mendapatlan informasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya mengenai malaikat Jibrael).

Bahkan para penyembah berhala di Mekah juga mencurigai adanya sesuatu yang tidak beres yang terkandung dalam pesan-pesan yang disampaikan Muhammad tersebut. Mereka menyebut Muhammad sebagai seorang ‘Majnun’, yang artinya seorang penyair gila (Surat 37:35-36; Surat 68:2; Surat 44:14; Surat 52:29; Surat 81:22). Dia juga disebut seorang ‘Mashur’, yang artinya seseorang yang berbuat dan berbicara seperti orang yang telah terkena sihir roh jahat (Surat 25:8; Surat 17:47; Surat 81:22, dan lain-lain).

Paling tidak ada delapan ayat dalam Alquran yang mencoba membela Muhammad bahwa Muhammad tidak kerasukan roh-roh jahat. Keberadaan ayat-ayat pembelaan dalam Alquran tersebut justru membuktikan adanya indikasi kecurigaan di kalangan masyarakat setempat dalam menanggapi pengalaman-pengalaman aneh yang disampaikan oleh Muhammad tersebut.
Perlu diketahui bahwa sebelum Muhammad dilahirkan, rasul Yohanes dengan inspirasi Roh Kudus telah memperingatkan: “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Elohim; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Elohim: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Elohim, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Elohim, roh itu adalah roh anti Kristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia” (1 Yohanes 4:1-3).

Muhammad Marmaduke Pickthall, dalam pengantar dari buku terjemahan Alquran yang ditulisnya, mengatakan “Khadijah telah menguji roh itu”. Kami ingin bertanya: “Dengan criteria apa Khadijah menguji roh yang merasuk ke dalam diri Muhammad tersebut? Ketika rasul Yohanes mengatakan bahwa manusia harus “menguji roh-roh itu”, dia sebetulnya berbicara mengenai orang-orang yang telah mengetahui kebenaran, maksudnya orang-orang yang telah hidup dalam kebenaran dan telah memiliki kemampuan standar untuk menguji dan menilai roh-roh. Namun dalam kasus Khadijah, sebagaimana yang kita telah pelajari dari sejarawan Muslim dan sebagaimana yang diungkapkan dalam bab 10 buku ini, dia sebetulnya adalah seorang klien dari para imam baal di Mekah, walaupun latar belakang kehidupannya adalah Kristen. Ketika anak-anak laki-lakinya akan meninggal, Khadijah berkonsultasi kepada dewa-dewa baal untuk meramalkan mengenai anak-anaknya dan dia juga telah memberikan korban persembahan kepada dewa-dewa baal tersebut. Bagaimana mungkin orang macam ini mampu “menguji roh” yang merasuki Muhammad dan dapat mengetahui asal usul roh tersebut. Waraqah yang bersekutu dengan Khadijah untuk mendukung Muhammad hidup tidak cukup lama untuk dapat menyaksikan bagaimana ‘roh agung’ Muhammad tersebut ternyata nantinya akan menyangkal/menolak keilahian Yesus Kristus. Dia meninggal sebelum Islam menampakkan wujud aslinya/sebenarnya. Orang-orang Kristen Arab pada zaman Muhammad tidak memiliki kepekaan (ketajaman) roh karena sifat-sifat kebidatan mereka dan ketidaktahuan mereka mengenai kesaksian yang benar tentang Kristus. Mereka belum sempat bertobat dari kebiasaan lama mereka yang tercela ketika Islam menguasai (mencaplok) seluruh dunia Arab seperti api liar yang tak terkendali dan setiap orang takluk di bawah telapak kakinya. Tragedi yang sama nampaknya akan melanda dunia Barat masa kini kalau umat Kristen di sana tidak segera menyadarinya dan bangkit dari tidur mereka.

Hakikat dari visi-visi dan inspirasi Muhammad barangkali merupakan aspek dari sejarah Islam yang paling menimbulkan masalah. Beberapa penulis mengabaikannya (menyingkirkannya) karena mereka menganggap hal tersebut tidak penting; sebagian penulis lain dengan sengaja tetap diam untuk menghindari interpretasi yang tidak menyenangkan; dan ilmuwan Muslim modern, pada khususnya, menghindari isu tersebut karena mereka mengkhawatirkan akan akibat-akibatnya (implikasi-implikasinya), walaupun mereka sebetulnya tahu benar bahwa kenyataan tersebut tertulis dalam Hadis mereka. Sungguh sangat membahayakan bagi seorang Muslim untuk mengabaikan atau tidak mengkaji hal tersebut secara benar.

Sebagai umat Kristen, kita harus berani mengungkapkan dan menginterpretasikan setiap peristiwa dalam sejarah agar kita dapat menyajikan (menyampaikan) suatu kebenaran spiritual. Beberapa penulis Kristen yang sangat bersahabat telah menyarankan bahwa seseorang harus menghindari diskusi yang sangat terperinci manakala dia sampai pada pokok bahasan tentang aspek agama. Mereka mengatakan bahwa sekalipun fakta-fakta sejarah telah diungkapkan oleh para sejarawan Muslim mula-mula, kita sebaiknya membicarakan hal-hal lain dan tidak menekankan pada hakikat dan visi-visi Muhammad. Alasan yang mereka berikan adalah bahwa kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan mengenai visi-visi Muhammad tersebut pasti akan menyakiti hati umat Muslim dan pada akhirnya menyebabkan mereka malahan tidak mau bertobat dan menerima Yesus sebagai juruselamat mereka. Mereka (para penulis Kristen tersebut) mengatakan bahwa sebaiknya kita bersikap obyektif. Maksud mereka yaitu bahwa kita sebaiknya diam saja atau membahasnya secara pasif saja kalau memang diperlukan. Hal-hal yang perlu kita fokuskan manakala kita berbicara soal Islam adalah bidang pengajaran (ajaran-ajaran) dan kebiasaan-kebiasaan dalam Islam, dan bagaimana ajaran-ajaran tersebut tidak memberikan petunjuk-petunjuk sama sekali tentang keselamatan manusia.

Para pendukung dari pandangan tersebut pasti mempunyai maksud baik. Namun perlu diketahui bahwa masalah visi merupakan sumber yang paling penting dalam perkara apapun, terutama, dalam hal-hal yang bersifat spiritual. Itulah sebabnya Yesus berkata pada Nikodemus, “Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: kamu harus dilahirkan kembali” (Yohanes 3:7). Nikodemus harus mulai dari nol. Hal yang salah dalam Islam bukanlah ajaran-ajarannya atau semacamnya tetapi sumber yang memberi inspirasi pada ajaran-ajaran tersebut.

Sebagaimana yang telah dibicarakan dalam bab 1, keimanan umat Muslim didasarkan atas kepercayaan bahwa Muhammad memperoleh wahyu dan visi-visi dari Allah dan melantunkan kata demi kata seperti apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dilantunkannya. Keimanan semacam itulah yang menjadikannya Islam. ‘Islam’ berarti kepatuhan kepada kemauan dan firman Allah’. Kalau keimanan semacam itu dihilangkan berarti hilang juga eksistensi Islam. Jadi, kalau kita cukup puas dengan berjilid-jilid buku mengenai doktrin-doktrin dan tidak perlu meneliti sumber dari doktrin-doktrin tersebut berarti kita akan kehilangan seluruh poin-poin penting. Dan hal ini dapat membahayakan karena kita akan memberikan kesan bahwa tidak ada hal yang salah dalam Islam kecuali kekerasan dan doktrin-doktrin tertentu. Jika kita berpijak atas dasar landasan semacam itu, kita tidak akan dapat membantu mereka yang sangat tulus hati dalam menjalankan ibadahnya dan yang telah siap untuk berubah (bertobat) manakala mereka mengetahui kebenaran itu. Selain itu kita cenderung memberi kesan kepada mereka bahwa kita beribadah kepada Tuhan yang sama dengan perbedaan hanya terletak pada sistem peribadahan dan poin-poin penekanannya. Pijakan atas dasar seperti itu merupakan kesesatan.
Jadi, tujuan dari penulisan buku ini bukan untuk mendesak para pembaca Muslim untuk menguji dan memperbaiki karakternya dan membuka lembaran baru atau mulai membentuk suatu sekte/bidat baru dalam Islam. Sekali lagi bukan. Masalahnya bukan terletak pada daun atau buahnya tetapi terletak pada pohon itu sendiri; benih yang ditanam adalah benih yang salah (Matius 12:33).

Jadi, yang salah dalam Islam bukan hanya sekedar doktrinnya, namun yang menjadi masalah utamanya adalah roh yang memberi inspirasi bagi terwujudnya doktrin dasar tersebut. Masalah yang terutama adalah roh yang merasuki Muhammad tesrebut.

Namun siapakah Allah yang telah berbicara kepada Muhammad di Hira, Tuhan yang sejati (Elohim) masih mempunyai cara untuk menjangkau Muhammad. Pertama, walaupun Khadijah dan Waraqah tidak memiliki kitab suci yang baik, mereka berasal dari lingkungan Kristen dan pasti telah menceritakan kepada Muhammad cerita-cerita Alkitab setelah Muhammad mengalami menerima wahyu Ilahi untuk yang pertama kalinya. Kedua, Muhammad telah mengadakan hubungan dagang dengan kalangan orang Kristen dan orang Yahudi dan pasti dia pernah mempelajari sesuatu tentang Alkitab dan iman Kristen melalui para pedagang tersebut.

Selain itu, ketika Khadijah meninggal, Muhammad menikahi beberapa isteri lain yang sedikit banyak telah mempengaruhi pemahaman spiritualnya manakala dia ingin mempelajari lebih dalam tentang Injil. Salah seorang isterinya yang bernama Raihana adalah seorang Yahudi. Isterinya yang ke sembilan yang bernama Safiyya juga seorang Yahudi yang sebelumnya merupakan tawanan setelah suaminya terdahulu terbunuh dalam pertempuran yang terjadi antara para pengikut Muhammad melawan umat Yahudi Khaibar. Kemudian seorang penguasa Mesir yang bernama Moqawqa menghadiahkan kepada Muhammad dua orang budak wanita Kristen Etiopia kakak beradik, sang kakak bernama Maryam dan adiknya bernama Sirin. Maryam kemudian dinikahi oleh Muhammad. Jadi, dalam keluarganya saja, Muhammad mempunyai dua orang saksi Kristen dan dua orang saksi Yahudi. Sementara isterinya yang Yahudi menjelaskan mengenai Perjanjian Lama antara Tuhan dengan Israel dan isterinya yang Kristen akan menjelaskan kepadanya mengenai Perjanjian Baru yang berbicara tentang anugerah dan rekonsiliasi melalui Yesus Kristus.

Semua hal tesrebut di atas merupakan kesempatan yang dapat digunakan oleh Muhammad untuk mengenal kebenaran tentang Elohim dan Alkitab.
Namun alhasil Muhammad bukannya membangun imannya pada cerita-cerita Injil yang benar yang dapat dia kumpulkan dari isteri-isterinya tersebut, dia malahan mengumpulkan cerita-cerita yang sepotong-potong dan mencampurbaurkannya dengan potongan-potongan cerita lain yang dia dengar selama dalam perjalanan kafilahnya, sebagian lagi dia peroleh dari ilham yang diturunkan oleh roh tertentu, dan kemudian dia merekayasa fiksi-fiksinya sendiri yang selanjutnya dijadikan dasar untuk membangun agama baru (agama Islam).

Sepanjang sejarah manusia, iblis selalu sibuk mengembara untuk mencari orang-orang yang dapat dimanfaatkannya untuk melawan Injil Yesus Kristus. Nampaknya iblis telah menemukan Muhammad sebagai orang yang dia perlukan untuk membinasakan umat Kristen yang pada masa itu sedang dalam posisi lemah.

Selain itu, Muhammad dan orang-orang Arab juga mendapat kesempatan lebih lanjut untuk menerima Injil Yesus Kristus, karena banyak sekali orang Kristen yang menetap di Yathrib (yang nantinya setelah ditaklukkan oleh Muhammad disebut Medinah atau kota pengungsi).

Kasih Tuhan Bagi Orang-Orang Arab
Bukan kebetulan kalau orang-orang Kristen telah berada di Arab sebelum zaman Muhammad. Hal itu telah direncanakan oleh Elohim denagn sempurna.
Pertama, Elohim harus memastikan bahwa setiap bangsa di kolong langit diwakili pada hari Pentakosta yang penuh anugerah di Yerusalem ketika Gereja Kristus berawal (dilahirkan).

Sungguh tidak mungkin hanya dengan beberapa murid Yesus, berita Injil harus disampaikan ke seluruh dunia tanpa menggunakan alat-alat komunikasi dan transportasi yang modern. Namun oleh karena orang-orang Yahudi sebelumnya telah tersebar di antara segala bangsa, Tuhan harus memanfaatkan mereka dengan cara memanggil banyak di antara mereka untuk menjadi wakil-wakil dari bangsa-bangsa di mana mereka berbaur dan menjadi bagian di dalamnya dan kemudian menuntun mereka menuju ke Yerusalem agar mereka dapat menyaksikan sendiri kelahiran dari Gereja Kristus di Yerusalem (dalam peristiwa kepenuhan Roh Kudus) dan sekaligus untuk menerima Injil dari sumber aslinya dan untuk kemudian mereka kembali lagi kepada bangsa-bangsa dengan siapa mereka sebelumnya telah berbaur dan menjadi bagian di dalamnya dan selanjutnya mereka diperintahkan untuk mengabarkan Injil kepada segala bangsa tersebut.

Dalam Kisah Para Rasul 2:11 diungkapkan bahwa orang-orang Arab juga hadir dalam peristiwa pada hari Pentakosta di Yerusalem, mereka termasuk di antara 3000 pribadi yang mendengar tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Elohim dalam bahasa mereka sendiri (termasuk bahasa Arab). Selanjutnya dalam Kisah Para RAsul 2:38 diungkapkan bahwa ketika Petrus meyampaikan berita Injil kepada mereka, orang-orang Arab yang percaya segera dibaptis dan kemudian mereka juga menerima karunia Roh Kudus.

Semua orang-orang tersebut kemudian kembali ke tempat mereka masing-masing, dan kami yakin bahwa orang-orang Arab yang ada di antara mereka dengan segera mulai mengabarkan Injil di negara mereka sendiri.

Selain itu perlu diketahui bahwa orang-orang Yahudi yang hidup di Roma juga menuju ke Yerusalem pada hari Pentakosta untuk menyaksikan kelahiran Gereja Kristus dan turunnya Roh Kudus. Namun tidak lama setelah peristiwa tersebut terjadilah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem yang dilakukan oleh penjajah yaitu bangsa Romawi. Akibat dari penganiayaan tersebut orang-orang Yahudi yang berasal dari Roma, beberapa di antaranya adalah orang-orang Kristen, melarikan diri ke Semenanjung Arabia untuk melanjutkan keimanannya di sana.

Namun banyak orang Arab menolak Injil dan mereka tetap menyembah berbagai dewa baal sampai akhirnya Allah, yang dianggap sebagai dewa baal yang paling tinggi kedudukannya, muncul untuk memonopoli semua keadaan dengan menggunakan sarana seorang manusia yaitu Muhammad. Dengan memanfaatkan Muhammad, Allah melaksanakan sumpahnya yang berbunyi bahwa dia (Allah) akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia yang durhaka (Surat 11:119). Dan dari sinilah berawal suatu perjuangan yang berat: “Sebab sekalipun mereka mengenal Elohim, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Elohim atau mengucap syukur kepadaNya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Sebab mereka menggantikan kebenaran Elohim dengan dusta dan memuja dan menyembah mahluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya. Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Elohim, maka Elohim menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas; penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, dan tipu muslihat dan kefasikan” (Roma 1:21, 25, 28-29).

Pada saat yang gawat ini, setiap orang Muslim yang jujur seharusnya dapat mengucapkan doa seperti yang tertulis dalam Alquran sebagai berikut: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (Surat 7:23). Alkitab menyatakan: “Bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan sebesar itu”, yang ditawarkan oleh Yesus Kristus? (Ibrani 2:3).

Sungguh patetis (menimbulkan rasa iba) bahwa setelah berhasil menyesatkan Muhammad dan mencekoki dia dengan rasa kebencian yang mendalam terhadap segala hal yang berbau Injil, Allah kemudian memerintahkan Muhammad untuk mengatakan kepada para pengikutnya bahwa dia (Muhammad) tidak mengetahui apa yang akan diperbuat (Allah) terhadap dirinya (diri Muhammad) dan juga terhadap para pengikutnya (Surat 46:9). Dengan kata-kata lain, Muhammad sendiri tidak yakin apakah dia akan mencapai firdaus yang penuh anggur dan wanita-wanita cantik seperti yang pernah dia ajarkan kepada umatnya.

Tuhan Yesus hanya bertanya: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?” (Lukas 6:39).
Agama Islam adalah satu contoh yang sempurna dari agama yang tanpa penebusan dosa. Namun, sekalipun demikian banyak sekali orang, bahkan orang-orang terpandang, menganutnya.

Alkitab berbicara tentang “jalan lebar yang membawa orang menuju kebinasaan”. Kitab Amsal 14:12 menyatakan: “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut”.

Abu Huraira, dalam Mishkat al Masabih halaman 1118 menyatakan: “Nabi Muhammad mengundang orang-orang Quraish (suku bangsanya), dan ketika mereka telah berkumpul dia menyampaikan amanatnya kepada mereka dengan menggunakan ungkapan umum dan ungkapan khusus. ‘B. Ka’b b. Lu’ayy, lepaskanlah dirimu sendiri dari neraka; B. Murra b. K’ab, lepaskanlah dirimu sendiri dari neraka; B. ‘Abd. Shams, lepaskan dirimu sendiri dari neraka; B. ‘Abd al-Muttalib, lepaskan dirimu sendiri dari neraka; Fatimah, lepaskan dirimu sendiri dari neraka, karena aku tidak dapat melakukan apapun untuk membela kamu menghadapi hukuman Tuhan”.
Aisha menyatakan bahwa utusan Allah (Muhammad) biasanya berseru, “O Allah, aku mohon lindunganMu dari kejahatan yang pernah kulakukan …” (Ibid. halaman 525). Menurut Abu Musa al-Ashari, seorang saksi lain, Muhammad biasanya menyatakan, “O Allah, ampuni aku dari dosa-dosaku, dari kebodohanku, dari kelakuanku yang tak terkendali dalam segala urusan, dari dosa-dosa karena kesembronoanku, dari dosa-dosaku baik yang kusengaja maupun yang tidak kusengaja, karena aku berdosa atas semuanya itu, O Allah, ampuni aku dari dosa-dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, ampunilah aku karena segala sesuatu yang kurahasiakan dan karena segala sesuatu yang kulakukan terang-terangan” (Ibid. halaman 529).

Apa yang dirahasiakannya? Mungkinkah hal yang dirahasiakannya itu adalah kebenaran dan kenyataan-kenyataan tentang Yesus Kristus yang dia tidak mau menceritakannya kepada orang-orang lain? Kami tidak tahu. Satu hal yang kami tahu yaitu bahwa Muhammad telah mengabaikan keselamatan yang ditawarkan oleh Yesus Kristus dan membangun kebenarannya sendiri, yaitu suatu kebenaran yang bahkan tidak mampu melepaskannya dari dosanya sendiri. Sejak saat itu, hampir 1400 tahun berlalu, jutaan jiwa manusia yang sangat berharga telah mengikuti agamanya dan akhirnya mereka semua binasa selama-lamanya, “tanpa suatu pengharapan, tanpa Tuhan dalam dunia ini”. Saya sungguh merasa ngeri membayangkan jumlah yang sedemikian besarnya.

Muhammad barangkali mempunyai tujuan-tujuan yang baik pada mulanya, dan dia berkeinginan untuk melayani Tuhan yang sejati/benar. Namun dia gagal memperoleh kesempatan karena dia nampaknya tidak pernah berjumpa dengan seorang saksi Kristen yang sesungguhnya yang dapat menunjukkan kepadanya “Jalan Kebenaran, dan kehidupan”. Kalau kami sebagai umat Kristen berpikir lebih dalam, kami sungguh menyadari alangkah berharganya sebuah jiwa bagi Tuhan atau bagi iblis. Apabila kita menolak untuk bersaksi kepada seorang berdosa yang ada di samping kita, yang jiwanya merindukan/haus akan Tuhan yang sejati, tahukah kita apa yang akan dilakukan iblis terhadap jiwa tersebut kalau sampai dia dapat menguasai jiwa itu sepenuhnya? Umat manusia harus bertobat dan dikuasai oleh Roh Kudus atau mereka akan hilang selamanya.

Tugas utama iblis di dunia adalah untuk mengajak sebanyak mungkin manusia untuk ikut bersama dia masuk ke lautan api (neraka). Dalam Alquran, Surat 11:119, yang pernah kita acu sebelumnya, Allah (siapapun dia) berkata: “Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”. Keputusan tuhan agama Islam (Allah) ini diperkuat oleh Surat 7:178-179, dan Surat 32:13.

Umat Muslim tidak perlu kehilangan pengharapan. Kami sungguh merasa bahagia untuk menyampaikan kabar kepada anda bahwa ada Tuhan yang jauh lebih mulia hatinya. “Karena begitu besar kasih Elohim akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).

Seorang Muslim secara pribadi harus menyadari bahwa Allah memang mampu memimpin dan dia pasti akan memimpin para pengikutnya, namun mereka akan dipimpinnya menuju ke neraka sebagaimana yang dijanjikannya, oleh karena itu jika anda mau mengambil sikap dan bertobat HARI INI, tanpa memandang pada posisi anda dalam Islam, Yesus akan menjadi Tuhan dalam hidup anda dan anda (baik wanita maupun pria) akan menjadi salah satu dari dombaNya. Sebagai Gembala yang baik Yesus berkata: “Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar daripada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yohanes 10:27-29). Halleluyah !

Inilah juruselamat yang ada dalam Kristen. Sebagai seorang Muslim mungkin keilahian Yesus inilah yang merupakan bagian dari isi Alkitab yang paling sulit anda terima/percaya, namun sesungguhnya di bagian inilah terletak keselamatan anda (dan segenap umat manusia).

Buku ini sudah pasti bukan ditujukan kepada semua orang. Buku ini hanya ditujukan untuk mereka yang tidak takut menghadapi kebenaran – yaitu orang-orang yang berpikiran luas dan rasional dan bukan orang-orang yang mengamuk kalau menghadapi fakta-fakta yang sulit yang mempengaruhi tujuan hidup saat ini dan selama-lamanya. Jika anda seorang Muslim dan anda telah dengan sabar membaca buku ini sampai pada poin ini, kami yakin Tuhan Roh Kudus telah bekerja di dalam hati anda untuk memperingatkan anda akan dosa-dosa anda. Namun demikian pilihan tetap ada pada diri anda; mau menerima keselamatan anda sekarang juga atau tidak. Hari esok pasti akan terlambat bagi anda untuk mengambil keputusan. Allah tidak mempunyai apa-apa untuk ditawarkan kepada anda selain hanya mantera-mantera, jimat-jimat, isteri-isteri, dan kekayaan-kekayaan (tanpa adanya kedamaian) yang akan berakhir hanya sampai di dunia saja. Yesus berkata, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya” – di neraka ! (Matius 16:26). Anda bahkan tidak dapat memperoleh seluruh dunia.
Walaupun seluruh keluarga anda adalah Muslim, Tuhan telah mengirim buku ini kepada anda karena Dia ingin menyelamatkan anda “dari cara hidup anda yang sia-sia yang anda warisi dari nenek moyang anda itu” (1 Petrus 1:18).

“Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Elohim memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka (termasuk pembaca buku ini yang beragama Islam) harus bertobat” (Kisah Para Rasul 17:30). Atau barangkali anda berpikir bahwa orang-orang yang akan masuk neraka adalah orang-orang yang tidak beragama? “Tidak ! kataKu kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Lukas 13:3). Barangkali anda berpikir bahwa lautan api (neraka) akan dipenuhi oleh para penganut ilmu-ilmu gaib baik yang bersifat tradisional maupun modern, dan para perampok bersenjata, serta para pecandu obat terlarang? “Tidak ! kataKu kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Lukas 13:5).

“Tetapi apabila pernah dikatakan; Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya (anda sedang mendengar suara Yesus sekarang ini), janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman” (Ibrani 3:15).

Karena anda telah dengan sabar mengikuti saya dengan membaca buku ini sampai akhir dan anda telah mendapatkan kesempatan untuk mengetahui semua fakta-fakta yang perlu anda ketahui demi keselamatan jiwa anda, ambillah keputusan dan bersiaplah menerima tawaran Yesus di dalam hatimu sekarang ini.

Bila hati anda telah siap menerima tawaran tersebut, carilah segera tempat yang anda rasa paling tenang bagi anda, selanjutnya berlututlah dan akuilah semua dosa-dosa anda yang mana selama ini anda telah melawan dan mengabaikan Tuhan yang sejati, dan kemudian mohonlah kepada YESUS KRISTUS untuk membersihkan dosa-dosa anda dengan DARAHNYA, dan untuk menyelamatkan anda (sebagaimana yang pernah dijanjikanNya). Anda pasti tidak akan menyesal melakukan hal tersebut dan mulailah menjalani kehidupan baru anda bersama Kristus. Berilah kabar kepada kami mengenai apa yang telah Tuhan perbuat dalam kehidupan baru anda, kami akan senang sekali mendengarnya. Anda bukan orang Muslim pertama yang telah diselamatkan oleh Yesus dan juga bukan orang Muslim terakhir yang akan diselamatkanNya. Ingatlah berapa kali anda harus mengulang-ulang al Fatiha yang ternyata tidak memberi kepastian (jaminan) bagi keselamatan jiwa anda? Banyak orang telah menemukan terang yang sejati dan jalan yang benar dan masih banyak lagi orang yang akan melihat terang ini sebelum kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Anda akan menjadi salah satu dari orang-orang yang berbahagia tersebut.

TUHAN MEMBERKATI

BAB XI - APA ARTI SEBUAH NAMA?

Seseorang mungkin akan bertanya mengapa kita harus mempedulikan tentang sebuah nama. Apa arti sebuah nama? Saya yakin ada banyak hal yang terkandung dalam sebuah nama. Alkitab berkata, “Nama Yahweh adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan dia menjadi selamat” (Amsal 18:10). Namun bagaimana orang dapat berlari menuju ke nama itu dan diselamatkan kalau dia tidak tahu nama itu sendiri? (artinya orang mau menuju ke suatu tempat tetapi dia tidak tahu tempat yang akan ditujunya itu).

Yesus memberi perintah kepada orang-orang Kristen (murid-muridNya) untuk membaptis orang-orang yang baru percaya kepadaNya “dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Kitab Suci juga menyatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus), sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). Yesus berkata: “Mereka (orang-orang yang percaya kepada Yesus) akan mengusir setan-setan demi namaKu” (Markus 16:17).

Dapatkah nama Allah digunakan untuk mengusir roh-roh jahat?
Ada tertulis: “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” (Filipi 2:10).

Apakah setan takut pada nama Allah? Jika tidak, nama tersebut sudah pasti bukan nama Tuhan yang dinyatakan oleh Yesus. Yesus berkata, “Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah namaMu” (Matius 6:9). Dalam doa tersebut Yesus tidak memberi kita nama apapun. Mengapa? Nama Elohim sebagai Bapa Surgawi merupakan suatu ilham di dalam hati seseorang yang telah menjadi anakNya. Barangkali tes pertama yang tidak dapat dikerjakan oleh Allah dari Muhammad adalah bahwa dia bukan seorang Bapa. Jika seorang Muslim mengatakan ‘Bapa kami yang ada di surga’, pasti hatinya akan segera memberontak untuk menentang hal tersebut. Orang Muslim tersebut tidak dapat melanjutkan doanya itu dengan hati yang ikhlas karena dia tidak memiliki Nama Bapa.

Bagi orang-orang yang mengatakan bahwa ‘Allah’ adalah nama Tuhan (Elohim) dalam bahasa Arab, kami ingin menandaskan bahwa masalahnya bukan sesederhana itu. ‘Allah’ bukan hanya sekedar sebuah terjemahan. Pastor Richard Wurmbrand mengatakan Elohim mempunyai banyak nama julukan. Apakah ‘Allah’ merupakan salah satu julukan Elohim? Apakah Elohim adalah oknum yang ada di balik nama Allah Islam tersebut? Setiap terjemahan dari nama Elohim tersebut harus mengandung muatan otoritas yang sama dengan Nama aslinya.

Mengapa ‘Isa’?
Para ahli bahasa dengan hati-hati mempertanyakan mengapa Alquran mengacu Yesus sebagai ‘Isa’. Kalau menurut prinsip-prinsip linguistik dari rumpun bahasa-bahasa Semit seperti bahasa Ibrani, bahasa Asyur, bahasa Aram, bahasa Arab, bahasa Etiopia, bahasa Funisia, ‘Isa’ sebetulnya bukan terjemahan bahasa Arab dari ‘Yesus’, Jesu, atau bahasa Yunani Iesous. Sesungguhnya yang benar adalah istilah yang digunakan oleh para penerjemah bangsa Arab yang menterjemahkan Kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Arab yaitu Yesou atau Yesu.

Muhammad kemungkinan mengacaubalaukan/mencampuradukkan dengan nama ‘Esau’ yaitu nama yang diucapkan dengan nada mencemooh yang ditujukan untuk mengacu pada Yesus oleh orang-orang Yahudi yang tidak mempercayaiNya. Peristiwa itu terjadi di kota Yathrib. Karena orang-orang Yahudi menolak Yesus sebagai Tuhan dan Guru mereka, mereka menganggap Yesus sebagai satu tipe dengan Esau, saudara laki-laki yakub yang ditolak. ‘Isa’ atau Aisa atau Essa sebetulnya merupakan terjemahan dari kata ‘Esau’, namun karena Muhammad dalam kebingungannya menganggap bahwa ‘Esau’ adalah ‘Yesus’ maka akhirnya nama ‘Isa’ digunakan manakala Muhammad mengacu pada ‘Yesus’ yaitu Manusia yang dipandang oleh orang-orang Yahudi sebagai pendiri agama Kristen. Kekeliruan yang gamblang semacam itu lagi-lagi membuat orang bertanya-tanya mengenai keaslian nilai kesucian Alquran yang menurut mereka merupakan ilham Ilahi.

Kuasa Dari Sebuah Nama
Pemazmur menyatakan dalam suatu pujian: “Ya Yahweh, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi” (Mazmur 8:2). Nama dalam bahasa Ibrani yang artinya sama dengan nama ‘Yesus’ adalah Joshua, Jeshua, atau Jeho-shua atau Jehovah-shua yang artinya, Yahweh menyelamatkan (Matius 1:21). Dalam bahasa Yunani disebut Iesous ho Christos. Versi bahasa Inggris disebut Jesus, the Christ; versi bahasa Yoruba disebut Jesu Kristi; versi bahasa Ogu (Egun) disebut Jesu klisti; 1 terjemahan dalam bahasa Hausa disebut Yesu; dan semua versi-versi lain yang mengacu pada Tuhan yang sama, mengandung muatan dan perwujudan fungsi yang sama – yaitu menyelamatkan dan melepaskan manusia dari dosa, sakit penyakit, setan dan roh-roh jahat.

Kami menyadari bahwa ada orang-orang lain pada zaman Yesus berada di dunia yang juga bernama Yesus. Namun jika nama Yesus Kristus atau Yesus diucapkan oleh seorang Kristen, dan itu mengacu pada Tuhan, hal itu berarti bahwa nama itu mempunyai fungsi yang sama manakala seorang Kristen lain mengucapkan kata ‘Yesus’ juga dan mengacu pada Tuhan yang sama pula. Sebagai orang yang percaya pada Yesus Kristus tidak ada satupun roh jahat akan menanyai saya mengenai ‘Yesus’ yang mana yang kamu maksud manakala roh-roh jahat itu saya usir dalam nama itu (Yesus). Bahkan ketika anak-anak Skewa, seorang imam kepala umat Yahudi memerintahkan beberapa roh jahat yang merasuki seorang gila agar roh-roh jahat itu pergi meninggalkan orang gila tersebut, roh-roh jahat itu tidak bertanya pada mereka Yesus yang mana karena roh-roh jahat itu sudah tahu siapa yang mereka maksud. Roh-roh jahat itu mengamuk mepada anak-anak Skewa tersebut karena anak-anak Skewa bukan orang-orang Kristen dan tidak mempunyai Roh Yesus Kristus di dalam diri mereka yang dapat mengusir roh-roh jahat.

Musa tidak memiliki nama Yesus. Tidak ada nabi-nabi lain yang menggunakan nama Yesus. Nama yang Yahweh berikan kepada Musa, sebagaimana yang pernah disebutkan sebelumnya, yaitu ‘Aku ada Yang Aku ada’, dan Musa menggunakan nama itu untuk membebaskan seluruh bangsa Israel, dan mengalahkan semua ahli sihir dan ahli ilmu gaib dari seluruh tanah orang kafir, Mesir. Seorang muda bernama Daud mengatakan kepada Goliat, “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Yahweh semesta alam, Elohim segala barisan Israel yang kau tantang itu” (1 Samuel 17:45).

Jika nama Allah tidak dapat menyelamatkan atau membebaskan, apakah yang dapat dilakukan oleh nama tersebut? Menurut orang-orang yang telah mendalami ajaran Islam sebelum mereka bertobat dan percaya pada Yesus Kristus, nama Allah digunakan oleh para ahli ilmu gaib yang beragama Islam untuk memantrai (menjampi-jampi) dan untuk memelet (mengguna-gunai) orang. Nama juruselamat kami (Yesus) hanya digunakan untuk hal-hal yang memberi kebaikan buat kita.

Petrus mengatakan kepada para penguasa pemerintahan dan para ulama yang menangkap dia dan Yohanes: “Maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazare, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Elohim dari antara orang mati – bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu (semula orang tersebut lumpuh) … Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus. Tetapi karena mereka melihat orang yang disembuhkan itu berdiri di samping kedua rasul itu, mereka tidak dapat mengatakan apa-apa untuk membantahnya. Dan setelah mereka menyuruh rasul-rasul itu meninggalkan ruang sidang, berundinglah mereka dan berkata: Tindakan apakah yang harus kita ambil terhadap orang-orang ini? Sebab telah nyata kepada semua penduduk Yerusalem, bahwa mereka telah mengadakan suatu mujizat yang menyolok dan kita tidak dapat menyangkalnya. Tetapi supaya hal itu jangan makin luas tersiar di antara orang banyak, baiklah kita mengancam dan melarang mereka, supaya mereka jangan berbicara lagi dengan siapapun dalam nama itu” (Kisah Para Rasul 4:10, 13-17).

Seperti halnya dengan orang-orang beragama yang keras kepala dan menolak Yesus, yang mengancam kehidupan orang-orang Kristen mula-mula, demikian juga nampaknya dengan orang-orang Muslim yang membenci nama Yesus. Bahkan kalau anda memberi uang kepada seorang pengemis Muslim, dan anda menyebutkan nama Yesus pada saat bersamaan, pengemis tersebut pasti akan menolaknya. Kalau dia sungguh-sungguh lapar, dia mungkin akan menerima uang tersebut tetapi dia akan mencuci uang itu sebelum membelanjakannya.

Apakah Kata ‘Allah’ Tertulis Dalam Alkitab Asli?
Seorang anggota laskar jihad Afrika Selatan yang terlalu banyak ribut, Ahmed Deedat menulis sebuah pamflet 2 yang seluruhnya berisikan ejekan-ejekan kepada Tuhan umat Kristen (Elohim) dan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan bahwa ‘Allah’ bangsa Arab ada tertulis dengan jelas dalam Alkitab umat Kristen yang sudah diputarbalikkan/diselewengkan.
Dengan gaya seolah-olah dia ingin memberi kejutan pada abad ini, Deedat mengumumkan dalam halaman tiga dari pamfletnya sebagai berikut: “Cukup sudah, sampai saat ini, untuk menyatakan bahwa menurut bahasa Musa, Yesus dan Muhammad … nama Tuhan Yang Maha Kuasa adalah ALLAH”.

Apakah ‘kejutan’ tersebut? Kejutan tersebut adalah keberadaan kata-kata berbahasa Ibrani seperti elohim, elah, dan alah pada catatan kaki dalam suatu Ulasan Alkitab versi Schofield edisi sebelumnya. Deedat menyimpulkan dari catatan kaki itu terbukti bahwa kata-kata berbahasa Ibrani tersebut di atas berarti ‘Allah’ dalam bahasa Arab. Paling sedikit ada dua dari publikasi Deedat yang membahas mengenai hal tersebut.

Deedat berusaha meyakinkan para pembaca buku terbitannya bahwa dia adalah ilmuwan bidang kajian perbandingan agama yang sangat luar biasa. Namun demikian, nampaknya sebagian besar dari argumentasinya tidak punya dasar kebenaran sama sekali. Kata-kata elohim, elah, dan alah hanya tercantum dalam catatan kaki dan bukan merupakan bagian dari teks Alkitab. Menurut para editor dari penerbitan yang sama dari Alkitab versi Schofield, dua kata pertama (maksudnya kata ‘elohim dan elah’) berarti ‘Tuhan’, sebaliknya kata ‘alah’ adalah sebuah kata biasa dalam bahasa Ibrani yang berarti “bersumpah”. Selain itu, kata itu juga merupakan kata kerja dan bukan kata benda sebagaimana yang dianggap oleh Deedat. Dan lagi para editor tersebut tidak mengindikasikan bahwa tiga kata tersebut berarti ‘Allah’.

Deedat tahu benar bahwa para pembaca terbitannya dan murid-muridnya tidak tahu sama sekali mengenai bahasa Ibrani Alkitab, dan dia sangat cerdik dalam mengendalikan penalaran mereka agar membenarkan argumentasinya. Cara semacam itu juga dilakukan oleh para saksi Yehovah dalam menyebarluaskan doktrin-doktrin sesat mereka.

Pertama, kata ‘elah’ dalam bahasa Ibrani berarti pohon aras (sejenis pohon dengan kayu yang sangat keras) atau semacam kayu terpentin/tarbantin, dan kata tersebut merupakan morfem bebas (catatan penerjemah: morfem bebas adalah istilah dalam ilmu linguistik/ilmu bahasa yang berarti satuan bentuk bahasa terkecil yang mengandung makna yang tidak dapat dibagi lagi atas bagian bermakna yang lebih kecil dan yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam suatu bangun kalimat misalnya kata ‘kami’, ‘Maria’, ‘topi’, dan lain-lain). Satu-satunya hal yang masuk akal manakala sebuah pohon aras akan diasosiasikan dengan sebuah atribut Tuhan adalah representasi kekuatannya (pohon aras memang sangat keras kayunya).

Kata ‘Elah’ juga digunakan untuk nama diri dari beberapa individu atau benda tertentu yang tercantum dalam Alkitab. Misalnya, dalam Kitab Kejadian 36:40-43 disebutkan bahwa ‘Elah’ adalah salah satu nama kepala-kepala kaum Edom. Dalam kitab 1 Samuel 17:2, 19, disebutkan nama sebuah tempat yaitu Lembah ‘Elah’ (dalam Alkitab berbahasa Indonesia disebut Lembah Tarbantin/Terpentin). Dalam kitab 1 Tawarikh 4:15, disebutkan nama salah satu anak-anak Kaleb ben Yefune adalah ‘Elah’. Dalam kitab 1 Tawarikh 9:8, disebutkan nama salah satu bani Benyamin adalah ‘Elah’ ben Uzi ben Mikhri. Ayah Simei disebut ‘Elah’ (1 Raja-raja 4:18); salah satu raja Israel disebut ‘Elah’ (1 Raja-raja 16:6, 14). Ayah Hosea disebut ‘Elah’ (2 Raja-raja 15:30).

Yesus berkata, “Dikuduskanlah namaMu”. Kalau nama ‘Tuhan’ harus dikuduskan, tentunya tidak mungkin nama ‘Tuhan’ diberikan secara sembarangan kepada manusia atau pohon yang setiap orang dapat menyebutnya setiap saat (catatan: kata ‘Elah’ digunakan untuk memberi nama manusia dan pohon secara sembarangan jadi kata ‘Elah’ pasti bukan berarti ‘Elohim’). Elohim memerintahkan umat Israel untuk tidak menyebut nama Yahweh, Elohim mereka dengan sembarangan; dan kalau kita menyadari bahwa orang-orang Yahudi sangat takut menyebut nama Yahweh, Elohim mereka dengan sembarangan, kita yakin bahwa tidak mungkin orang-orang Yahudi tersebut menamai anak-anak mereka dengan sebutan ‘Yahweh’ atau ‘Elohim’ atau ‘Adonay’.

Sementara itu kata ‘Elah’ yang merujuk pada Tuhan mulai diperkenalkan dalam kitab Ezra 4:24 dan dalam kitab Ezra ini kata ‘Elah’ disebutkan sebanyak 43 kali (catatan: anda akan menemukan kata ‘Elah’ tesrebut kalau anda membaca Alkitab Perjanjian Lama dalam bahasa aslinya yaitu sebagian besar berbahasa Ibrani dan sebagian kecil berbahasa Aram. Kata ‘Elah’ yang merujuk pada Tuhan terdapat dalam sebagian kecil kitab-kitab dalam Perjanjian Lama yang tertulis dalam bahasa Aram karena kata ‘Elah’ dalam bahasa Aram berarti Tuhan, jadi berbeda dengan kata ‘Elah’ dalam bahasa Ibrani yang berarti pohon aras). Dalam kitab Daniel kata ‘Elah’ muncul sebanyak 45 kali.

Satu hal penting yang perlu dicatat di sini yaitu bahwa kitab Ezra dan Daniel ditulis oleh orang-orang Israel yang berada di tanah pembuangan (Babylon dan Persia) selama 70 tahun. Walaupun mereka masih tetap beriman dengan teguh kepada Elohim, bahasa mereka telah banyak dipengaruhi oleh bahasa di tanah pembuangan. Kata ‘Elah’ yang terakhir kali dijumpai yaitu tertulis dalam kitab Yeremia 10:11. Penggunaan kata tersebut oleh Yeremia mempunyai arti yang sangat penting. Nabi Yeremia menggunakan bentuk jamak (plural) dari kata ‘Elah’ (Elahim) untuk mengacu pada tuhan-tuhan palsu sebagai berikut: “Beginilah harus kamu katakan kepada mereka; Para elahim (elah-elah) yang tidak menjadikan langit dan bumi akan lenyap dari bumi dan dari kolong langit ini”. Kata yang sama artinya dengan ‘Elah’ (bahasa Aram) adalah Eloah (bahasa Ibrani) yang digunakan 56 kali dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kata ‘Eloah’ digunakan pertama kali dalam kitab Ulangan 32:15 dan tertulis dalam kitab Ayub sebanyak 41 kali.

Dalam situasi lain manakala kata ‘Elah’ digunakan dalam teks-teks Ibrani asli, kata tersebut selalu mengacu pada pohon aras. Dalam kitab Amos 2:9, Elohim mengingatkan bangsa Israel bahwa Dialah yang menaklukkan bangsa Amori untuk diserahkan ke tangan bangsa Israel: “Padahal Akulah yang memunahkan dari depan mereka, orang Amori yang tingginya seperti tinggi pohon aras dan yang kuat seperti pohon terbantin; Aku telah memunahkan buahnya dari atas dan akarnya dari bawah”. Kalau kata ‘Elah’ (bahasa Ibrani) adalah nama Yahweh, Elohim pasti tidak akan mengatakan bahwa Dia memunahkan bangsa Amori seperti Dia memunahkan ‘Elah’. Dalam kitab Yesaya 1:29, Elohim berkata: “Sungguh kamu akan mendapat malu karena pohon-pohon keramat (bahasa Ibrani: elah dalam bentuk jamak) yang kamu inginkan; dan kamu akan tersipu-sipu karena taman-taman dewa yang kamu pilih”.

Nama Yahweh dimuliakan, ditinggikan dan diagungkan di seluruh bumi (Mazmur 8:1); dan jika elah adalah nama Yahweh atau mungkin salah satu dari nama-nama julukan Yahweh, Elohim tidak mungkin mengatakan seperti yang tertulis dalam kitab Yesaya tersebut di atas.

Satu hal lain yang juga sangat penting untuk dicatat adalah bahwa elah yang dicantumkan dalam kitab Yesaya 44:14 sesungguhnya mengacu pada tempat penyembahan berhala di mana manusia telah menumbangkan/menebang pohon-pohon aras (bahasa Ibrani: elah dalam bentuk jamak) dengan tujuan untuk membangun suatu agama baru di atas reruntuhannya. Elohim sungguh-sungguh mencemoohkan manusia karena membuat suatu tuhan di atas reruntuhan elah: “Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi elohim lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. Setengahnya dibakarnya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging yang dipanggang itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api. Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi elohim, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya katanya: “Tolonglah aku, sebab engkaulah elohimku!” Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti,sudah kupanggang daging, lalu ku makan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?” (Yesaya 44:15-19).

Jika elah (bahasa Ibrani) dalam Alkitab adalah Allah umat Muslim; jika dia adalah tuhan dari Batu Hitam di Mekah, baitullah dari tempat pemujaan Kaabah yang disujudi oleh para penyembah berhala di Arabia dan yang disujudi oleh umat Muslim, dia pasti bukan ‘El’ atau ‘Yah’ seperti yang dimaksud oleh Alkitab. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘El’ inilah yang digunakan untuk mengacu pada Tuhan, dan kata tersebut tidak pernah digunakan secara terpisah untuk mengacu pada orang lain, tempat atau benda apapun. ‘El’ biasanya digunakan sebagai imbuhan pada kata lain manakala ia digunakan untuk mengacu pada suatu pribadi. Misalnya, Elkana artinya “Tuhan telah memiliki” (digunakan di delapan tempat dalam Alkitab). Elnathan, artinya ‘Tuhan telah menganugerahi’, Eltolad, artinya ‘keluarga Tuhan’, dan lain-lain.

Kata yang paling dekat dengan ‘El’ yang digunakan untuk memberi nama pada seorang manusia adalah ‘Eli’ yang berarti ‘Tuhan maha tinggi’, atau kalau ditulis ‘Eloi’ berarti Tuhanku. Beberapa orang seperti Deedat mengklaim bahwa ‘Eli’ nampaknya seperti ‘Allah’, namun dalam tulisan bahasa Ibrani huruf ‘I’ dalam kata ‘Eli’ adalah huruf imbuhan/tambahan yang disebut ‘yodh’, semacam bunyi ‘y’ yang bukan merupakan bagian dari kata itu tetapi menekankan atau menyungguhkan arti kata tersebut, misalnya dalam bentuknya yang lebih jelas terdapat dalam kata ‘Elijah’ (El dan Yah adalah dua hal yang sama artinya, yaitu El adalah Yah, dan Yah adalah El, jadi ‘Yah’ menyungguhkan arti ‘El’).

Kami tekankan sekali lagi bahwa huruf ‘I’ (yodh) dalam kata ‘Eli’ bukanlah bagian dari kata tersebut namun merupakan imbuhan/tambahan. Ketika Yesus di atas kayu salib, Dia tidak mengatakan El, El (Tuhan, Tuhan), tetapi Dia mengatakan Eloi, Eloi maksudnya TuhanKu, TuhanKu. Semua hal tersebut di atas merupakan hal yang juga luput dari pengamatan atau tidak diungkapkan dalam pamflet-pamflet yang ditulis Deedat.

Kata untuk menyatakan Tuhan dalam bahasa Ibrani yang digunakan dalam Kejadian 1:1 adalah ‘Elohim’ bukan ‘Allah’, ‘allah’ atau ‘elah’ dan kata tersebut digunakan sebanyak 32 kali dalam kitab Kejadian pasal satu saja. Dalam seluruh Alkitab Perjanjian Lama, kata ‘Elohim’ digunakan sebanyak 2570 kali. Kata ‘Elohim’ adalah kata dalam bentuk jamak yang merupakan perwujudan dari suatu eksistensi keilahian yang bersifat pluralitas/majemuk namun dalam satu keesaan yang utuh (itulah sebabnya Elohim disebut Maha Esa). Hal ini bertentangan dengan identitas Allah dalam Alquran karena kata ‘Allah’ secara gramatika tidak membenarkan adanya pluralitas.

Analis linguistik dari ‘Allah’ Arabia tersebut mungkin dapat dijadikan satu proposal penelitian untuk tesis Ph.D tersendiri. Namun, secara singkat, mari kita ambil pelajaran dari pengakuan keimanan islam yang sangat popular yaitu : “La ilaha illa allah …..”. La berarti tidak, ilaha berasal dari kata ‘ilahun’ yang berarti ‘tuhan’, illa atau il’ berarti tetapi, allah merupakan kata yang paling penting, sebagian besar ilmuwan setuju bahwa kata ‘allah’ merupakan kombinasi dari kata sandang ‘al’ dan ‘ilaha’ yang berarti ‘tuhan’, sehingga terbentuklah kata al-ilaha atau al’laha atau al-illah dan selanjutnya kata tersebut berubah menjadi ‘allah’ yang artinya ‘tuhan yang satu itu’. Jadi arti “La ilaha illa allah” adalah “tidak ada tuhan kecuali tuhan yang satu itu”.

Penjelasan tersebut benar jika, dan hanya jika, kata ‘allah’ memang aslinya adalah kata Arab. Namun, beberapa ahli bahasa meyakini bahwa tidak ada bukti-bukti sama sekali bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Arab, petunjuk yang ada hanyalah bahwa kata ‘allah’ berasal dari bahasa-bahasa Semitik. 3 Probabilitas linguistik yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa nama ‘allah’ tersebut nampaknya merupakan varian dari kata bahasa Syria ‘alaha’ yang digunakan oleh umat Kristen sebelum Islam muncul. Namun, asumsi ini masih merupakan suatu probabilitas linguistik, dan mungkin saja kata ‘alaha’ ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan referen (acuan) dari ‘Allah’ dalam agama Islam yaitu Allah dari Muhammad yang menyangkal/menolak Kristus sekaligus Allah yang menolak kebenaran bahwa Yesus datang sebagai Tuhan dalam maujud manusia. Faktanya, banyak ilmuwan lain yang menyatakan tidak setuju terhadap pandangan bahwa kata ‘allah’ Arabia berasal dari kata ‘alaha’ Syria.

“Yah Allahu”
Kami sungguh dibuat tercengang-cengang atas usaha Deedat yang tidak mengenal lelah dalam rangka memutar-balikkan arti kata-kata untuk membuktikan pernyataan-pernyataannya yang kontroversial. Sebagai contoh, kita ambil ungkapan ‘Halleluyah’, yang dijelaskan oleh Deedat dalam pamfletnya yang berjudul ‘Siapakah NamaNya?’ sebagai berikut: ‘Yah’ berarti ‘oh’ atau suatu partikel penyeru (!). dia berkata bahwa Rasul Yohanes nampaknya sangat menggelikan manakala dia mengklaim dalam kitab Wahyu pasal 19 bahwa para malaikat dan orang-orang suci di surga berseru ‘Halleluyah’, yang menurutnya (menurut Deedat) seruan ‘Halleluyah’ tersebut sama artinya dengan ungkapan dalam bahasa Inggris ‘hip hip hurrah !’ Deedat tak habis pikir bagaimana mungkin para malaikat Tuhan (Elohim) berseru ‘hip hip hurrah’ untuk menyembah/memuja Elohim? Dalam pamflet yang sama Deedat juga mengungkapkan lebih lanjut bahwa ungkapan ‘Halleluyah’ adalah suatu penyelewengan dari ungkapan ‘Ya Allahu’ yang menurut dia berarti ‘Oh Allah’. Semua klaim Deedat tersebut merupakan tanda-tanda ketidaktahuannya. Pertama, Yohanes menulis kitab Wahyu dalam bahasa Yunani dan bukan dalam bahasa Ibrani, dan kata yang digunakan Yohanes adalah ‘Alleluia’. Kata tersebut merupakan kata Yunani yang artinya sama dengan kata Ibrani ‘Halleluyah’ atau ‘Hallelujah’. Selain itu bukan Yohanes yang memperkenalkan/mencetuskan ungkapan ‘Halleluyah’ tersebut.

Teks Alkitab Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Ibrani ratusan tahun sebelum Yohanes dilahirkan tersebut penuh dengan ungkapan-ungkapan ‘Halleluyah’, terutama dalam kitab Mazmur. ‘Halleluyah’ adalah ungkapan pujian kepada Elohim yang sangat besar artinya, sangat berbeda dengan klaim Deedat yang menyatakan bahwa ungkapan tersebut tidak lebih dari sekedar ungkapan ‘hip hip hurrah’. Naskah-naskah Alkitab berbahasa Ibrani mencantumkannya sebagai ‘Hallelu Yah’. Sebenarnya, ungkapan ‘Halleluyah’ terdiri dari dua kata. Kata-kata leksikalnya adalah ‘Hallel’ dan ‘Yah’. ‘Hallel’ (diucapkan /haleil/ ), berarti ‘puji’. Sebagai contoh, Mazmur 136 kadang-kadang disebut ‘Hallel’ karena Mazmur tersebut mengandung ungkapan rasa syukur dan pujian. Mazmur 120-136 kadang-kadang secara bersama-sama disebut ‘Hallel Agung’ karena pasal-pasal tersebut secara istimewa mengungkapkan berbagai nyanyian dan pujian.

Leksikal berikut adalah ‘Yah’ yang merupakan kependekan dari Yahweh dan merupakan sebuah variasi dari ‘Jah’ artinya ‘Tuhan’. Jadi Halleluyah berarti ‘Terpujilah Tuhan’.
Dalam teks-teks Alkitab berbahasa Ibrani, ungkapan ‘Halleluyah’ dapat dijumpai dalam kitab Mazmur 104:35; 106:1,48; 111:1; 112:1; 113:1; 115:18; 116:19; 117:2; 135:1,3,21; 146:1,10; 147:1,20; 148:1,14; 149:1,9; 150:1,6.

Oleh karena itu sungguh mustahil pernyataan Deedat bahwa ‘Halleluyah’ semata-mata berarti ‘Oh Allah’. Dalam perdebatannya dengan Dr. Anis Shorrosh di London pada tahun 1985, Deedat berkata bahwa ‘Jah’ adalah suatu ungkapan dalam bahasa Arab semacam ‘Oh’ dalam ‘Oh, ibu’. Allelujah berarti ‘Yah adalah Allah’, tidak ada Tuhan lain. 4 Anda pasti bertanya-tanya, apakah maksud kata-kata tersebut? Namun demikian, saya rasa bahwa tuan Deedat layak mendapatkan penghargaan dalam bidang kesusasteraan Islam atas keagresifan dan kemampuannya menyesatkan dan membingungkan banyak orang bahkan termasuk orang-orang yang sangat terpelajar. Dia layak mendapatkan lebih banyak uang hasil penjualan minyak dan lebih banyak lagi bulu-bulu merah untuk menghiasi serbannya (semacam ikat kepala).

‘Allah’ dan ‘Sesembahan Kristen’
Seseorang harus mengakui bahwa isu mengenai identitas Allah tersebut sungguh sangat merisaukan. Bagaimana kami dapat mencermati/meneliti hal-hal yang telah terjadi sebelumnya (maksudnya riwayat pertama-tama sampai nama Allah itu digunakan dalam ibadah Kristen) tanpa merasa antipasti terhadap nama itu sendiri? Dan jika kami merasa antipasti, bagaimana caranya kami dapat mengkomunikasikan Injil kepada bangsa Hausa dan bangsa Arab dengan tanpa menggunakan kata ‘Allah’ tersebut. Selain itu masih banyak bahasa yang belum memiliki khazanah terjemahan Alkitab, dan nampaknya kami juga sangat risau memikirkan mengenai terjemahan-terjemahan yang sudah ada yang berkaitan dengan nama yang digunakan dalam bahasa-bahasa tersebut untuk mengacu pada Elohim.

Sejak tahun 1981 Alkitab berbahasa Malaysia dilarang beredar di Malaysia. Alasannya karena di dalam Alkitab tersebut terdapat kata ‘Allah’ dan kata-kata lain yang bernuansa dan berlatar belakang Islam. Sekarang di negara tersebut ada aturan yang diberlakukan sejak Islam mengklaim bahwa sudah 50% penduduknya memeluk agama Islam, yaitu bahwa agama-agama lain tidak boleh menggunakan kata-kata seperti ‘Allah’, ‘iman’, dan ‘percaya’ dalam literatur-literatur keagamaannya, yang boleh menggunakan kata-kata tersebut hanya literatur-literatur Islam. Sudah jelas aturan tersebut diilhami oleh setan dengan tujuan untuk mencegah pengkomunikasian Injil kepada umat Muslim. Sekarang pertanyaannya adalah: Apakah tidak mungkin untuk mengajari orang-orang yang mempercayai bahwa Sang Pencipta adalah Allah tanpa menggunakan nama ‘Allah’ itu sendiri? Haruskah kami mencoret nama ‘Allah’ dari Alkitab kami dan menggantikan nama tersebut dengan nama-nama lain yang juga dapat mengacu pada Tuhan?

Dalam dunia Kristen sendiri, haruskah kami menggunakan nama Allah dalam kebaktian-kebaktian di gereja-gereja kami? Atau apakah kami harus mengurangi hakikat dan eksistensi Tuhan akibat keterbatasan bahasa manusia? Bagaimana keadaan selanjutnya bagi umat Kristen Hausa atau umat Kristen Arab yang telah sangat terkondisi dengan situasi dimana mereka menghayati Allah sebagai sang Maha Esa/Maha kuasa? Bagaimana kalau mereka dibiarkan saja terus denagn tulus ikhlas mengimani Allah sebagai Tuhan dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus dan menyembahNya dalam Roh dan dalam kebenaran? Apakah akan timbul masalah? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sungguh bukan merupakan suatu tugas yang mudah dilakukan. Beberapa orang bahkan bertanya-tanya apakah dalam kenyataannya seseorang dapat menyembah Tuhan dalam Roh dan dalam kebenaran dengan menggunakan nama Allah.

Yesus telah berkata: “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:20). Bagaimana kalau seandainya kami berkumpul bersama dalam nama Yesus Kristus dan nama Allah? Apapun kasusnya, saya rasa antara nama yang digunakan untuk mengacu pada Tuhan (Elohim) dan nama Yesus merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan (tafsiran penerjemah: nama Tuhan adalah nama Yesus dan nama Yesus adalah nama Tuhan). Dalam kitab Yohanes 17:11, Yesus berdoa: “ … Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita”.

Pada saat ini, kami tidak bermaksud memaksakan suatu pendapat mengenai penggunaan nama ‘Allah’ dalam ibadah kami. Namun kami perlu menyadari bahwa nama sesembahan merupakan masalah penting dalam ibadah dan pemujaan. Bahkan para penyembah berhalapun mengetahui hal tersebut. Dapatkah kita menggunakan nama ‘Eck’, ‘tuhan’ kepercayaan ‘Eckankar’ dalam kebaktian-kebaktian kita sambil berpura-pura seolah-olah hal tersebut tidak menimbulkan masalah. Apa yang menyebabkan kita tidak menggunakan nama Krishna, Shiva, Vishnu, devi, Brahman dari agama Hindu sebagai suatu manifestasi dari ‘satu tuhan’? Orang-orang yang berpikir bahwa nama-nama tersebut dapat digunakan dalam ibadah/kebaktian Kristen adalah orang-orang yang telah jatuh ke dalam jerat teologi antar kepercayaan yang anti Kristus yang saat ini melanda dunia Eropa. Selagi saya dalam keadaan risau memikirkan isu ini, Roh Tuhan memberikan kepada saya tiga ayat yang spesifik dari Alkitab.

Pertama, dalam kitab Zakharia 14:9. Di sini, Zakharia menubuatkan bahwa ketika Yesus datang kembali, “Yahweh akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu Yahweh adalah satu-satunya dan namaNya satu-satunya”. Halleluyah!

Kedua, dalam kitab Zefanya 3:9, Yahweh berfirman, “Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama Yahweh, beribadah kepadaNya dengan bahu-membahu”.

Ketiga, dalam kitab Yesaya 65:16, Yahweh menjelaskan mengenai alasan lain mengapa Dia akan melakukan sesuatu terhadap bibir kita. “Sehingga orang yang hendak mendapat berkat di negeri akan memohon berkat demi Elohim yang setia, dan orang yang hendak bersumpah di negeri akan bersumpah demi Elohim yang setia …”.

Dengan kata-kata lain, tidak akan ada lagi kebingungan atau penyesatan mengenai siapa Allah menurut Islam atau menurut Kristen. Bagi umat Kristen (terutama dari Arab, Hausa, Indonesia) tidak aka nada lagi nama ‘Allah’. Apapun latar belakang historis dari bangsa mereka, tidak seorangpun boleh menyebut nama itu lagi atau menyebut nama tuhan-tuhan lain yang berbeda dengan nama Tuhan yang benar (maksudnya Yahweh). Dalam kitab Keluaran 23:13, Yahweh berfirman kepada umat Israel sebagai berikut: “Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah kamu berawas-awas; nama elohim lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu”.

Ketika Yesus datang lagi, nama ‘Allah’ tidak boleh ada lagi dalam Alkitab-Alkitab versi bahasa Arab, bahasa Indonesia, maupun bahasa Hausa. Semua kidung-kidung agung dan himne-himne suci yang masih menggunakan nama Allah harus disingkirkan atau dikomposisi ulang. Ini merupakan perintah Tuhan yang harus dilaksanakan. Kami tidak perlu sibuk melakukan manuver-manuver teologis atau mempresentasikan polemik-polemik untuk meyakinkan setiap orang. Tindakan ini akan dilaksanakan ‘di seluruh muka bumi’. Amin. “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Elohim, Bapa” (Filipi 2:10,11).

Pemazmur menyatakan, “Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti elohim lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku” (Mazmur 16:4).

Seseorang mungkin akan bertanya mengapa kita harus mempedulikan tentang sebuah nama. Apa arti sebuah nama? Saya yakin ada banyak hal yang terkandung dalam sebuah nama. Alkitab berkata, “Nama Yahweh adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan dia menjdi selamat” (Amsal 18:10). Namun bagaimana orang dapat berlari menuju ke nama itu dan diselamatkan kalau dia tidak tahu nama itu sendiri? (artinya orang mau menuju ke suatu tempat tetapi dia tidak tahu tempat yang akan ditujunya itu).

Yesus memberi perintah kepada orang-orang Kristen (murid-muridNya) untuk membaptis orang-orang yang baru percaya kepadaNya “dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Kitab Suci juga menyatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus), sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). Yesus berkata: “Mereka (orang-orang yang percaya kepada Yesus) akan mengusir setan-setan demi namaKu” (Markus 16:17). Dapatkah nama Allah digunakan untuk mengusir roh-roh jahat?
Ada tertulis: “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” (Filipi 2:10).

Apakah setan takut pada nama Allah? Jika tidak, nama tersebut sudah pasti bukan nama Tuhan yang dinyatakan oleh Yesus. Yesus berkata, “Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah namaMu” (Matius 6:9). Dalam doa tersebut Yesus tidak memberi kita nama apapun. Mengapa? Nama Elohim sebagai Bapa Surgawi merupakan suatu ilham di dalam hati seseorang yang telah menjadi anakNya. Barangkali tes pertama yang tidak dapat dikerjakan oleh Allah dari Muhammad adalah bahwa dia bukan seorang Bapa. Jika seorang Muslim mengatakan ‘Bapa kami yang ada di surga’, pasti hatinya akan segera memberontak untuk menentang hal tersebut. Orang Muslim tersebut tidak dapat melanjutkan doanya itu dengan hati yang ikhlas karena dia tidak memiliki Nama Bapa.

Bagi orang-orang yang mengatakan bahwa ‘Allah’ adalah nama Tuhan (Elohim) dalam bahasa Arab, kami ingin menandaskan bahwa masalahnya bukan sesederhana itu. ‘Allah’ bukan hanya sekedar sebuah terjemahan. Pastor Richard Wurmbrand mengatakan Elohim mempunyai banyak nama julukan. Apakah ‘Allah’ merupakan salah satu julukan Elohim? Apakah Elohim adalah oknum yang ada di balik nama Allah Islam tersebut? Setiap terjemahan dari nama Elohim tersebut harus mengandung muatan otoritas yang sama dengan Nama aslinya.

Mengapa ‘Isa’?
Para ahli bahasa dengan hati-hati mempertanyakan mengapa Alquran mengacu Yesus sebagai ‘Isa’. Kalau menurut prinsip-prinsip linguistik dari rumpun bahasa-bahasa Semit seperti bahasa Ibrani, bahasa Asyur, bahasa Aram, bahasa Arab, bahasa Etiopia, bahasa Funisia, ‘Isa’ sebetulnya bukan terjemahan bahasa Arab dari ‘Yesus’, Jesu, atau bahasa Yunani Iesous. Sesungguhnya yang benar adalah istilah yang digunakan oleh para penerjemah bangsa Arab yang menterjemahkan Kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Arab yaitu Yesou atau Yesu.

Muhammad kemungkinan mengacaubalaukan/mencampuradukkan dengan nama ‘Esau’ yaitu nama yang diucapkan dengan nada mencemooh yang ditujukan untuk mengacu pada Yesus oleh orang-orang Yahudi yang tidak mempercayaiNya. Peristiwa itu terjadi di kota Yathrib. Karena orang-orang Yahudi menolak Yesus sebagai Tuhan dan Guru mereka, mereka menganggap Yesus sebagai satu tipe dengan Esau, saudara laki-laki yakub yang ditolak. ‘Isa’ atau Aisa atau Essa sebetulnya merupakan terjemahan dari kata ‘Esau’, namun karena Muhammad dalam kebingungannya menganggap bahwa ‘Esau’ adalah ‘Yesus’ maka akhirnya nama ‘Isa’ digunakan manakala Muhammad mengacu pada ‘Yesus’ yaitu Manusia yang dipandang oleh orang-orang Yahudi sebagai pendiri agama Kristen. Kekeliruan yang gamblang semacam itu lagi-lagi membuat orang bertanya-tanya mengenai keaslian nilai kesucian Alquran yang menurut mereka merupakan ilham Ilahi.

Kuasa Dari Sebuah Nama
Pemazmur menyatakan dalam suatu pujian: “Ya Yahweh, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi” (Mazmur 8:2). Nama dalam bahasa Ibrani yang artinya sama dengan nama ‘Yesus’ adalah Joshua, Jeshua, atau Jeho-shua atau Jehovah-shua yang artinya, Yahweh menyelamatkan (Matius 1:21). Dalam bahasa Yunani disebut Iesous ho Christos. Versi bahasa Inggris disebut Jesus, the Christ; versi bahasa Yoruba disebut Jesu Kristi; versi bahasa Ogu (Egun) disebut Jesu klisti; 1 terjemahan dalam bahasa Hausa disebut Yesu; dan semua versi-versi lain yang mengacu pada Tuhan yang sama, mengandung muatan dan perwujudan fungsi yang sama – yaitu menyelamatkan dan melepaskan manusia dari dosa, sakit penyakit, setan dan roh-roh jahat.

Kami menyadari bahwa ada orang-orang lain pada zaman Yesus berada di dunia yang juga bernama Yesus. Namun jika nama Yesus Kristus atau Yesus diucapkan oleh seorang Kristen, dan itu mengacu pada Tuhan, hal itu berarti bahwa nama itu mempunyai fungsi yang sama manakala seorang Kristen lain mengucapkan kata ‘Yesus’ juga dan mengacu pada Tuhan yang sama pula. Sebagai orang yang percaya pada Yesus Kristus tidak ada satupun roh jahat akan menanyai saya mengenai ‘Yesus’ yang mana yang kamu maksud manakala roh-roh jahat itu saya usir dalam nama itu (Yesus). Bahkan ketika anak-anak Skewa, seorang imam kepala umat Yahudi memerintahkan beberapa roh jahat yang merasuki seorang gila agar roh-roh jahat itu pergi meninggalkan orang gila tersebut, roh-roh jahat itu tidak bertanya pada mereka Yesus yang mana karena roh-roh jahat itu sudah tahu siapa yang mereka maksud. Roh-roh jahat itu mengamuk mepada anak-anak Skewa tersebut karena anak-anak Skewa bukan orang-orang Kristen dan tidak mempunyai Roh Yesus Kristus di dalam diri mereka yang dapat mengusir roh-roh jahat.

Musa tidak memiliki nama Yesus. Tidak ada nabi-nabi lain yang menggunakan nama Yesus. Nama yang Yahweh berikan kepada Musa, sebagaimana yang pernah disebutkan sebelumnya, yaitu ‘Aku ada Yang Aku ada’, dan Musa menggunakan nama itu untuk membebaskan seluruh bangsa Israel, dan mengalahkan semua ahli sihir dan ahli ilmu gaib dari seluruh tanah orang kafir, Mesir. Seorang muda bernama Daud mengatakan kepada Goliat, “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Yahweh semesta alam, Elohim segala barisan Israel yang kau tantang itu” (1 Samuel 17:45).

Jika nama Allah tidak dapat menyelamatkan atau membebaskan, apakah yang dapat dilakukan oleh nama tersebut? Menurut orang-orang yang telah mendalami ajaran Islam sebelum mereka bertobat dan percaya pada Yesus Kristus, nama Allah digunakan oleh para ahli ilmu gaib yang beragama Islam untuk memantrai (menjampi-jampi) dan untuk memelet (mengguna-gunai) orang. Nama juruselamat kami (Yesus) hanya digunakan untuk hal-hal yang memberi kebaikan buat kita.

Petrus mengatakan kepada para penguasa pemerintahan dan para ulama yang menangkap dia dan Yohanes: “Maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazare, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Elohim dari antara orang mati – bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu (semula orang tersebut lumpuh) … Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus. Tetapi karena mereka melihat orang yang disembuhkan itu berdiri di samping kedua rasul itu, mereka tidak dapat mengatakan apa-apa untuk membantahnya. Dan setelah mereka menyuruh rasul-rasul itu meninggalkan ruang sidang, berundinglah mereka dan berkata: Tindakan apakah yang harus kita ambil terhadap orang-orang ini? Sebab telah nyata kepada semua penduduk Yerusalem, bahwa mereka telah mengadakan suatu mujizat yang menyolok dan kita tidak dapat menyangkalnya. Tetapi supaya hal itu jangan makin luas tersiar di antara orang banyak, baiklah kita mengancam dan melarang mereka, supaya mereka jangan berbicara lagi dengan siapapun dalam nama itu” (Kisah Para Rasul 4:10, 13-17).

Seperti halnya dengan orang-orang beragama yang keras kepala dan menolak Yesus, yang mengancam kehidupan orang-orang Kristen mula-mula, demikian juga nampaknya dengan orang-orang Muslim yang membenci nama Yesus. Bahkan kalau anda memberi uang kepada seorang pengemis Muslim, dan anda menyebutkan nama Yesus pada saat bersamaan, pengemis tersebut pasti akan menolaknya. Kalau dia sungguh-sungguh lapar, dia mungkin akan menerima uang tersebut tetapi dia akan mencuci uang itu sebelum membelanjakannya.

Apakah Kata ‘Allah’ Tertulis Dalam Alkitab Asli?
Seorang anggota laskar jihad Afrika Selatan yang terlalu banyak ribut, Ahmed Deedat menulis sebuah pamflet 2 yang seluruhnya berisikan ejekan-ejekan kepada Tuhan umat Kristen (Elohim) dan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan bahwa ‘Allah’ bangsa Arab ada tertulis dengan jelas dalam Alkitab umat Kristen yang sudah diputarbalikkan/diselewengkan.
Dengan gaya seolah-olah dia ingin memberi kejutan pada abad ini, Deedat mengumumkan dalam halaman tiga dari pamfletnya sebagai berikut: “Cukup sudah, sampai saat ini, untuk menyatakan bahwa menurut bahasa Musa, Yesus dan Muhammad … nama Tuhan Yang Maha Kuasa adalah ALLAH”.

Apakah ‘kejutan’ tersebut? Kejutan tersebut adalah keberadaan kata-kata berbahasa Ibrani seperti elohim, elah, dan alah pada catatan kaki dalam suatu Ulasan Alkitab versi Schofield edisi sebelumnya. Deedat menyimpulkan dari catatan kaki itu terbukti bahwa kata-kata berbahasa Ibrani tersebut di atas berarti ‘Allah’ dalam bahasa Arab. Paling sedikit ada dua dari publikasi Deedat yang membahas mengenai hal tersebut.

Deedat berusaha meyakinkan para pembaca buku terbitannya bahwa dia adalah ilmuwan bidang kajian perbandingan agama yang sangat luar biasa. Namun demikian, nampaknya sebagian besar dari argumentasinya tidak punya dasar kebenaran sama sekali. Kata-kata elohim, elah, dan alah hanya tercantum dalam catatan kaki dan bukan merupakan bagian dari teks Alkitab. Menurut para editor dari penerbitan yang sama dari Alkitab versi Schofield, dua kata pertama (maksudnya kata ‘elohim dan elah’) berarti ‘Tuhan’, sebaliknya kata ‘alah’ adalah sebuah kata biasa dalam bahasa Ibrani yang berarti “bersumpah”. Selain itu, kata itu juga merupakan kata kerja dan bukan kata benda sebagaimana yang dianggap oleh Deedat. Dan lagi para editor tersebut tidak mengindikasikan bahwa tiga kata tersebut berarti ‘Allah’.

Deedat tahu benar bahwa para pembaca terbitannya dan murid-muridnya tidak tahu sama sekali mengenai bahasa Ibrani Alkitab, dan dia sangat cerdik dalam mengendalikan penalaran mereka agar membenarkan argumentasinya. Cara semacam itu juga dilakukan oleh para saksi Yehovah dalam menyebarluaskan doktrin-doktrin sesat mereka.

Pertama, kata ‘elah’ dalam bahasa Ibrani berarti pohon aras (sejenis pohon dengan kayu yang sangat keras) atau semacam kayu terpentin/tarbantin, dan kata tersebut merupakan morfem bebas (catatan penerjemah: morfem bebas adalah istilah dalam ilmu linguistik/ilmu bahasa yang berarti satuan bentuk bahasa terkecil yang mengandung makna yang tidak dapat dibagi lagi atas bagian bermakna yang lebih kecil dan yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam suatu bangun kalimat misalnya kata ‘kami’, ‘Maria’, ‘topi’, dan lain-lain). Satu-satunya hal yang masuk akal manakala sebuah pohon aras akan diasosiasikan dengan sebuah atribut Tuhan adalah representasi kekuatannya (pohon aras memang sangat keras kayunya).

Kata ‘Elah’ juga digunakan untuk nama diri dari beberapa individu atau benda tertentu yang tercantum dalam Alkitab. Misalnya, dalam Kitab Kejadian 36:40-43 disebutkan bahwa ‘Elah’ adalah salah satu nama kepala-kepala kaum Edom. Dalam kitab 1 Samuel 17:2, 19, disebutkan nama sebuah tempat yaitu Lembah ‘Elah’ (dalam Alkitab berbahasa Indonesia disebut Lembah Tarbantin/Terpentin). Dalam kitab 1 Tawarikh 4:15, disebutkan nama salah satu anak-anak Kaleb ben Yefune adalah ‘Elah’. Dalam kitab 1 Tawarikh 9:8, disebutkan nama salah satu bani Benyamin adalah ‘Elah’ ben Uzi ben Mikhri. Ayah Simei disebut ‘Elah’ (1 Raja-raja 4:18); salah satu raja Israel disebut ‘Elah’ (1 Raja-raja 16:6, 14). Ayah Hosea disebut ‘Elah’ (2 Raja-raja 15:30).

Yesus berkata, “Dikuduskanlah namaMu”. Kalau nama ‘Tuhan’ harus dikuduskan, tentunya tidak mungkin nama ‘Tuhan’ diberikan secara sembarangan kepada manusia atau pohon yang setiap orang dapat menyebutnya setiap saat (catatan: kata ‘Elah’ digunakan untuk memberi nama manusia dan pohon secara sembarangan jadi kata ‘Elah’ pasti bukan berarti ‘Elohim’). Elohim memerintahkan umat Israel untuk tidak menyebut nama Yahweh, Elohim mereka dengan sembarangan; dan kalau kita menyadari bahwa orang-orang Yahudi sangat takut menyebut nama Yahweh, Elohim mereka dengan sembarangan, kita yakin bahwa tidak mungkin orang-orang Yahudi tersebut menamai anak-anak mereka dengan sebutan ‘Yahweh’ atau ‘Elohim’ atau ‘Adonay’.

Sementara itu kata ‘Elah’ yang merujuk pada Tuhan mulai diperkenalkan dalam kitab Ezra 4:24 dan dalam kitab Ezra ini kata ‘Elah’ disebutkan sebanyak 43 kali (catatan: anda akan menemukan kata ‘Elah’ tesrebut kalau anda membaca Alkitab Perjanjian Lama dalam bahasa aslinya yaitu sebagian besar berbahasa Ibrani dan sebagian kecil berbahasa Aram. Kata ‘Elah’ yang merujuk pada Tuhan terdapat dalam sebagian kecil kitab-kitab dalam Perjanjian Lama yang tertulis dalam bahasa Aram karena kata ‘Elah’ dalam bahasa Aram berarti Tuhan, jadi berbeda dengan kata ‘Elah’ dalam bahasa Ibrani yang berarti pohon aras). Dalam kitab Daniel kata ‘Elah’ muncul sebanyak 45 kali.

Satu hal penting yang perlu dicatat di sini yaitu bahwa kitab Ezra dan Daniel ditulis oleh orang-orang Israel yang berada di tanah pembuangan (Babylon dan Persia) selama 70 tahun. Walaupun mereka masih tetap beriman dengan teguh kepada Elohim, bahasa mereka telah banyak dipengaruhi oleh bahasa di tanah pembuangan. Kata ‘Elah’ yang terakhir kali dijumpai yaitu tertulis dalam kitab Yeremia 10:11. Penggunaan kata tersebut oleh Yeremia mempunyai arti yang sangat penting. Nabi Yeremia menggunakan bentuk jamak (plural) dari kata ‘Elah’ (Elahim) untuk mengacu pada tuhan-tuhan palsu sebagai berikut: “Beginilah harus kamu katakan kepada mereka; Para elahim (elah-elah) yang tidak menjadikan langit dan bumi akan lenyap dari bumi dan dari kolong langit ini”. Kata yang sama artinya dengan ‘Elah’ (bahasa Aram) adalah Eloah (bahasa Ibrani) yang digunakan 56 kali dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kata ‘Eloah’ digunakan pertama kali dalam kitab Ulangan 32:15 dan tertulis dalam kitab Ayub sebanyak 41 kali.

Dalam situasi lain manakala kata ‘Elah’ digunakan dalam teks-teks Ibrani asli, kata tersebut selalu mengacu pada pohon aras. Dalam kitab Amos 2:9, Elohim mengingatkan bangsa Israel bahwa Dialah yang menaklukkan bangsa Amori untuk diserahkan ke tangan bangsa Israel: “Padahal Akulah yang memunahkan dari depan mereka, orang Amori yang tingginya seperti tinggi pohon aras dan yang kuat seperti pohon terbantin; Aku telah memunahkan buahnya dari atas dan akarnya dari bawah”. Kalau kata ‘Elah’ (bahasa Ibrani) adalah nama Yahweh, Elohim pasti tidak akan mengatakan bahwa Dia memunahkan bangsa Amori seperti Dia memunahkan ‘Elah’. Dalam kitab Yesaya 1:29, Elohim berkata: “Sungguh kamu akan mendapat malu karena pohon-pohon keramat (bahasa Ibrani: elah dalam bentuk jamak) yang kamu inginkan; dan kamu akan tersipu-sipu karena taman-taman dewa yang kamu pilih”.

Nama Yahweh dimuliakan, ditinggikan dan diagungkan di seluruh bumi (Mazmur 8:1); dan jika elah adalah nama Yahweh atau mungkin salah satu dari nama-nama julukan Yahweh, Elohim tidak mungkin mengatakan seperti yang tertulis dalam kitab Yesaya tersebut di atas.

Satu hal lain yang juga sangat penting untuk dicatat adalah bahwa elah yang dicantumkan dalam kitab Yesaya 44:14 sesungguhnya mengacu pada tempat penyembahan berhala di mana manusia telah menumbangkan/menebang pohon-pohon aras (bahasa Ibrani: elah dalam bentuk jamak) dengan tujuan untuk membangun suatu agama baru di atas reruntuhannya. Elohim sungguh-sungguh mencemoohkan manusia karena membuat suatu tuhan di atas reruntuhan elah: “Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi elohim lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. Setengahnya dibakarnya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging yang dipanggang itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api. Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi elohim, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya katanya: “Tolonglah aku, sebab engkaulah elohimku!” Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti,sudah kupanggang daging, lalu ku makan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?” (Yesaya 44:15-19).

Jika elah (bahasa Ibrani) dalam Alkitab adalah Allah umat Muslim; jika dia adalah tuhan dari Batu Hitam di Mekah, baitullah dari tempat pemujaan Kaabah yang disujudi oleh para penyembah berhala di Arabia dan yang disujudi oleh umat Muslim, dia pasti bukan ‘El’ atau ‘Yah’ seperti yang dimaksud oleh Alkitab. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘El’ inilah yang digunakan untuk mengacu pada Tuhan, dan kata tersebut tidak pernah digunakan secara terpisah untuk mengacu pada orang lain, tempat atau benda apapun. ‘El’ biasanya digunakan sebagai imbuhan pada kata lain manakala ia digunakan untuk mengacu pada suatu pribadi. Misalnya, Elkana artinya “Tuhan telah memiliki” (digunakan di delapan tempat dalam Alkitab). Elnathan, artinya ‘Tuhan telah menganugerahi’, Eltolad, artinya ‘keluarga Tuhan’, dan lain-lain.

Kata yang paling dekat dengan ‘El’ yang digunakan untuk memberi nama pada seorang manusia adalah ‘Eli’ yang berarti ‘Tuhan maha tinggi’, atau kalau ditulis ‘Eloi’ berarti Tuhanku. Beberapa orang seperti Deedat mengklaim bahwa ‘Eli’ nampaknya seperti ‘Allah’, namun dalam tulisan bahasa Ibrani huruf ‘I’ dalam kata ‘Eli’ adalah huruf imbuhan/tambahan yang disebut ‘yodh’, semacam bunyi ‘y’ yang bukan merupakan bagian dari kata itu tetapi menekankan atau menyungguhkan arti kata tersebut, misalnya dalam bentuknya yang lebih jelas terdapat dalam kata ‘Elijah’ (El dan Yah adalah dua hal yang sama artinya, yaitu El adalah Yah, dan Yah adalah El, jadi ‘Yah’ menyungguhkan arti ‘El’).

Kami tekankan sekali lagi bahwa huruf ‘I’ (yodh) dalam kata ‘Eli’ bukanlah bagian dari kata tersebut namun merupakan imbuhan/tambahan. Ketika Yesus di atas kayu salib, Dia tidak mengatakan El, El (Tuhan, Tuhan), tetapi Dia mengatakan Eloi, Eloi maksudnya TuhanKu, TuhanKu. Semua hal tersebut di atas merupakan hal yang juga luput dari pengamatan atau tidak diungkapkan dalam pamflet-pamflet yang ditulis Deedat.

Kata untuk menyatakan Tuhan dalam bahasa Ibrani yang digunakan dalam Kejadian 1:1 adalah ‘Elohim’ bukan ‘Allah’, ‘allah’ atau ‘elah’ dan kata tersebut digunakan sebanyak 32 kali dalam kitab Kejadian pasal satu saja. Dalam seluruh Alkitab Perjanjian Lama, kata ‘Elohim’ digunakan sebanyak 2570 kali. Kata ‘Elohim’ adalah kata dalam bentuk jamak yang merupakan perwujudan dari suatu eksistensi keilahian yang bersifat pluralitas/majemuk namun dalam satu keesaan yang utuh (itulah sebabnya Elohim disebut Maha Esa). Hal ini bertentangan dengan identitas Allah dalam Alquran karena kata ‘Allah’ secara gramatika tidak membenarkan adanya pluralitas.

Analis linguistik dari ‘Allah’ Arabia tersebut mungkin dapat dijadikan satu proposal penelitian untuk tesis Ph.D tersendiri. Namun, secara singkat, mari kita ambil pelajaran dari pengakuan keimanan islam yang sangat popular yaitu : “La ilaha illa allah …..”. La berarti tidak, ilaha berasal dari kata ‘ilahun’ yang berarti ‘tuhan’, illa atau il’ berarti tetapi, allah merupakan kata yang paling penting, sebagian besar ilmuwan setuju bahwa kata ‘allah’ merupakan kombinasi dari kata sandang ‘al’ dan ‘ilaha’ yang berarti ‘tuhan’, sehingga terbentuklah kata al-ilaha atau al’laha atau al-illah dan selanjutnya kata tersebut berubah menjadi ‘allah’ yang artinya ‘tuhan yang satu itu’. Jadi arti “La ilaha illa allah” adalah “tidak ada tuhan kecuali tuhan yang satu itu”.

Penjelasan tersebut benar jika, dan hanya jika, kata ‘allah’ memang aslinya adalah kata Arab. Namun, beberapa ahli bahasa meyakini bahwa tidak ada bukti-bukti sama sekali bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Arab, petunjuk yang ada hanyalah bahwa kata ‘allah’ berasal dari bahasa-bahasa Semitik. 3 Probabilitas linguistik yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa nama ‘allah’ tersebut nampaknya merupakan varian dari kata bahasa Syria ‘alaha’ yang digunakan oleh umat Kristen sebelum Islam muncul. Namun, asumsi ini masih merupakan suatu probabilitas linguistik, dan mungkin saja kata ‘alaha’ ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan referen (acuan) dari ‘Allah’ dalam agama Islam yaitu Allah dari Muhammad yang menyangkal/menolak Kristus sekaligus Allah yang menolak kebenaran bahwa Yesus datang sebagai Tuhan dalam maujud manusia. Faktanya, banyak ilmuwan lain yang menyatakan tidak setuju terhadap pandangan bahwa kata ‘allah’ Arabia berasal dari kata ‘alaha’ Syria.

“Yah Allahu”
Kami sungguh dibuat tercengang-cengang atas usaha Deedat yang tidak mengenal lelah dalam rangka memutar-balikkan arti kata-kata untuk membuktikan pernyataan-pernyataannya yang kontroversial. Sebagai contoh, kita ambil ungkapan ‘Halleluyah’, yang dijelaskan oleh Deedat dalam pamfletnya yang berjudul ‘Siapakah NamaNya?’ sebagai berikut: ‘Yah’ berarti ‘oh’ atau suatu partikel penyeru (!). dia berkata bahwa Rasul Yohanes nampaknya sangat menggelikan manakala dia mengklaim dalam kitab Wahyu pasal 19 bahwa para malaikat dan orang-orang suci di surga berseru ‘Halleluyah’, yang menurutnya (menurut Deedat) seruan ‘Halleluyah’ tersebut sama artinya dengan ungkapan dalam bahasa Inggris ‘hip hip hurrah !’ Deedat tak habis pikir bagaimana mungkin para malaikat Tuhan (Elohim) berseru ‘hip hip hurrah’ untuk menyembah/memuja Elohim? Dalam pamflet yang sama Deedat juga mengungkapkan lebih lanjut bahwa ungkapan ‘Halleluyah’ adalah suatu penyelewengan dari ungkapan ‘Ya Allahu’ yang menurut dia berarti ‘Oh Allah’. Semua klaim Deedat tersebut merupakan tanda-tanda ketidaktahuannya. Pertama, Yohanes menulis kitab Wahyu dalam bahasa Yunani dan bukan dalam bahasa Ibrani, dan kata yang digunakan Yohanes adalah ‘Alleluia’. Kata tersebut merupakan kata Yunani yang artinya sama dengan kata Ibrani ‘Halleluyah’ atau ‘Hallelujah’. Selain itu bukan Yohanes yang memperkenalkan/mencetuskan ungkapan ‘Halleluyah’ tersebut.
Teks Alkitab Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Ibrani ratusan tahun sebelum Yohanes dilahirkan tersebut penuh dengan ungkapan-ungkapan ‘Halleluyah’, terutama dalam kitab Mazmur. ‘Halleluyah’ adalah ungkapan pujian kepada Elohim yang sangat besar artinya, sangat berbeda dengan klaim Deedat yang menyatakan bahwa ungkapan tersebut tidak lebih dari sekedar ungkapan ‘hip hip hurrah’. Naskah-naskah Alkitab berbahasa Ibrani mencantumkannya sebagai ‘Hallelu Yah’. Sebenarnya, ungkapan ‘Halleluyah’ terdiri dari dua kata. Kata-kata leksikalnya adalah ‘Hallel’ dan ‘Yah’. ‘Hallel’ (diucapkan /haleil/ ), berarti ‘puji’. Sebagai contoh, Mazmur 136 kadang-kadang disebut ‘Hallel’ karena Mazmur tersebut mengandung ungkapan rasa syukur dan pujian. Mazmur 120-136 kadang-kadang secara bersama-sama disebut ‘Hallel Agung’ karena pasal-pasal tersebut secara istimewa mengungkapkan berbagai nyanyian dan pujian.

Leksikal berikut adalah ‘Yah’ yang merupakan kependekan dari Yahweh dan merupakan sebuah variasi dari ‘Jah’ artinya ‘Tuhan’. Jadi Halleluyah berarti ‘Terpujilah Tuhan’.
Dalam teks-teks Alkitab berbahasa Ibrani, ungkapan ‘Halleluyah’ dapat dijumpai dalam kitab Mazmur 104:35; 106:1,48; 111:1; 112:1; 113:1; 115:18; 116:19; 117:2; 135:1,3,21; 146:1,10; 147:1,20; 148:1,14; 149:1,9; 150:1,6.

Oleh karena itu sungguh mustahil pernyataan Deedat bahwa ‘Halleluyah’ semata-mata berarti ‘Oh Allah’. Dalam perdebatannya dengan Dr. Anis Shorrosh di London pada tahun 1985, Deedat berkata bahwa ‘Jah’ adalah suatu ungkapan dalam bahasa Arab semacam ‘Oh’ dalam ‘Oh, ibu’. Allelujah berarti ‘Yah adalah Allah’, tidak ada Tuhan lain. 4 Anda pasti bertanya-tanya, apakah maksud kata-kata tersebut? Namun demikian, saya rasa bahwa tuan Deedat layak mendapatkan penghargaan dalam bidang kesusasteraan Islam atas keagresifan dan kemampuannya menyesatkan dan membingungkan banyak orang bahkan termasuk orang-orang yang sangat terpelajar. Dia layak mendapatkan lebih banyak uang hasil penjualan minyak dan lebih banyak lagi bulu-bulu merah untuk menghiasi serbannya (semacam ikat kepala).

‘Allah’ dan ‘Sesembahan Kristen’
Seseorang harus mengakui bahwa isu mengenai identitas Allah tersebut sungguh sangat merisaukan. Bagaimana kami dapat mencermati/meneliti hal-hal yang telah terjadi sebelumnya (maksudnya riwayat pertama-tama sampai nama Allah itu digunakan dalam ibadah Kristen) tanpa merasa antipasti terhadap nama itu sendiri? Dan jika kami merasa antipasti, bagaimana caranya kami dapat mengkomunikasikan Injil kepada bangsa Hausa dan bangsa Arab dengan tanpa menggunakan kata ‘Allah’ tersebut. Selain itu masih banyak bahasa yang belum memiliki khazanah terjemahan Alkitab, dan nampaknya kami juga sangat risau memikirkan mengenai terjemahan-terjemahan yang sudah ada yang berkaitan dengan nama yang digunakan dalam bahasa-bahasa tersebut untuk mengacu pada Elohim.

Sejak tahun 1981 Alkitab berbahasa Malaysia dilarang beredar di Malaysia. Alasannya karena di dalam Alkitab tersebut terdapat kata ‘Allah’ dan kata-kata lain yang bernuansa dan berlatar belakang Islam. Sekarang di negara tersebut ada aturan yang diberlakukan sejak Islam mengklaim bahwa sudah 50% penduduknya memeluk agama Islam, yaitu bahwa agama-agama lain tidak boleh menggunakan kata-kata seperti ‘Allah’, ‘iman’, dan ‘percaya’ dalam literatur-literatur keagamaannya, yang boleh menggunakan kata-kata tersebut hanya literatur-literatur Islam. Sudah jelas aturan tersebut diilhami oleh setan dengan tujuan untuk mencegah pengkomunikasian Injil kepada umat Muslim. Sekarang pertanyaannya adalah: Apakah tidak mungkin untuk mengajari orang-orang yang mempercayai bahwa Sang Pencipta adalah Allah tanpa menggunakan nama ‘Allah’ itu sendiri? Haruskah kami mencoret nama ‘Allah’ dari Alkitab kami dan menggantikan nama tersebut dengan nama-nama lain yang juga dapat mengacu pada Tuhan?

Dalam dunia Kristen sendiri, haruskah kami menggunakan nama Allah dalam kebaktian-kebaktian di gereja-gereja kami? Atau apakah kami harus mengurangi hakikat dan eksistensi Tuhan akibat keterbatasan bahasa manusia? Bagaimana keadaan selanjutnya bagi umat Kristen Hausa atau umat Kristen Arab yang telah sangat terkondisi dengan situasi dimana mereka menghayati Allah sebagai sang Maha Esa/Maha kuasa? Bagaimana kalau mereka dibiarkan saja terus denagn tulus ikhlas mengimani Allah sebagai Tuhan dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus dan menyembahNya dalam Roh dan dalam kebenaran? Apakah akan timbul masalah? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sungguh bukan merupakan suatu tugas yang mudah dilakukan. Beberapa orang bahkan bertanya-tanya apakah dalam kenyataannya seseorang dapat menyembah Tuhan dalam Roh dan dalam kebenaran dengan menggunakan nama Allah.

Yesus telah berkata: “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:20). Bagaimana kalau seandainya kami berkumpul bersama dalam nama Yesus Kristus dan nama Allah? Apapun kasusnya, saya rasa antara nama yang digunakan untuk mengacu pada Tuhan (Elohim) dan nama Yesus merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan (tafsiran penerjemah: nama Tuhan adalah nama Yesus dan nama Yesus adalah nama Tuhan). Dalam kitab Yohanes 17:11, Yesus berdoa: “ … Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita”.

Pada saat ini, kami tidak bermaksud memaksakan suatu pendapat mengenai penggunaan nama ‘Allah’ dalam ibadah kami. Namun kami perlu menyadari bahwa nama sesembahan merupakan masalah penting dalam ibadah dan pemujaan. Bahkan para penyembah berhalapun mengetahui hal tersebut. Dapatkah kita menggunakan nama ‘Eck’, ‘tuhan’ kepercayaan ‘Eckankar’ dalam kebaktian-kebaktian kita sambil berpura-pura seolah-olah hal tersebut tidak menimbulkan masalah. Apa yang menyebabkan kita tidak menggunakan nama Krishna, Shiva, Vishnu, devi, Brahman dari agama Hindu sebagai suatu manifestasi dari ‘satu tuhan’? Orang-orang yang berpikir bahwa nama-nama tersebut dapat digunakan dalam ibadah/kebaktian Kristen adalah orang-orang yang telah jatuh ke dalam jerat teologi antar kepercayaan yang anti Kristus yang saat ini melanda dunia Eropa. Selagi saya dalam keadaan risau memikirkan isu ini, Roh Tuhan memberikan kepada saya tiga ayat yang spesifik dari Alkitab.

Pertama, dalam kitab Zakharia 14:9. Di sini, Zakharia menubuatkan bahwa ketika Yesus datang kembali, “Yahweh akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu Yahweh adalah satu-satunya dan namaNya satu-satunya”. Halleluyah!

Kedua, dalam kitab Zefanya 3:9, Yahweh berfirman, “Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama Yahweh, beribadah kepadaNya dengan bahu-membahu”.

Ketiga, dalam kitab Yesaya 65:16, Yahweh menjelaskan mengenai alasan lain mengapa Dia akan melakukan sesuatu terhadap bibir kita. “Sehingga orang yang hendak mendapat berkat di negeri akan memohon berkat demi Elohim yang setia, dan orang yang hendak bersumpah di negeri akan bersumpah demi Elohim yang setia …”.

Dengan kata-kata lain, tidak akan ada lagi kebingungan atau penyesatan mengenai siapa Allah menurut Islam atau menurut Kristen. Bagi umat Kristen (terutama dari Arab, Hausa, Indonesia) tidak aka nada lagi nama ‘Allah’. Apapun latar belakang historis dari bangsa mereka, tidak seorangpun boleh menyebut nama itu lagi atau menyebut nama tuhan-tuhan lain yang berbeda dengan nama Tuhan yang benar (maksudnya Yahweh). Dalam kitab Keluaran 23:13, Yahweh berfirman kepada umat Israel sebagai berikut: “Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah kamu berawas-awas; nama elohim lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu”.

Ketika Yesus datang lagi, nama ‘Allah’ tidak boleh ada lagi dalam Alkitab-Alkitab versi bahasa Arab, bahasa Indonesia, maupun bahasa Hausa. Semua kidung-kidung agung dan himne-himne suci yang masih menggunakan nama Allah harus disingkirkan atau dikomposisi ulang. Ini merupakan perintah Tuhan yang harus dilaksanakan. Kami tidak perlu sibuk melakukan manuver-manuver teologis atau mempresentasikan polemik-polemik untuk meyakinkan setiap orang. Tindakan ini akan dilaksanakan ‘di seluruh muka bumi’. Amin. “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Elohim, Bapa” (Filipi 2:10,11).

Pemazmur menyatakan, “Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti elohim lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku” (Mazmur 16:4).