Jumat, 01 Oktober 2010

Raja Petra dari Malaysia Murtad

Buah dari Pohon Beracun akan Beracun Pula
Oleh Raja Petra

Rabu, 19 Desember 2007

Mereka mengatakan hanya Islam saja agama yang baik, sedangkan agama2 lain adalah jelek. Mereka yang tidak beragama apapun alias atheis adalah orang yang paling jelek. Tapi umat agama terbaik justru menginginkan Pemerintah melakukan hal2 jahat. Hal ini sangat menggangguku tanpa henti. Bagaimana mungkin agama yang baik malah membuat umatnya ingin berbuat jahat?

Malaysia bisa berbangga diri karena apapun perayaan agama yang berlangsung, beraneka kelompok2 etnik akan datang bersama untuk menghormati perayaan itu, demikian ditulis di koran utama yang mengutip perkataan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi. Abdullah berkata festival2 agama yang dirayakan di Malaysia berperan menjadi jembatan perantara dan perekat umat antar agama dan ras yang terdapat di negera itu.

Malaysia, katanya, diberkati karena orang2 tidak hanya punya rasa hormat tinggi pada agama2 umat lain, tapi karena adanya berbagai perayaan agama oleh berbagai bagian masyarakat. Abdullah juga berkata bahwa orang2 Malaysia tidak pernah gagal menunjukkan rasa hormat terhadap satu sama lain dan sudah jadi kebiasaan bagi kebanyakan orang untuk menawarkan bantuan dan uluran tangan dalam menyelenggarakan perayaan2 agama, meskipun mereka tidak termasuk dari ras yang sama.

“Perayaan agama, termasuk Hari Raya, merupakan hari di mana kita mendapat kesempatan mengunjungi rekan2 kita dan memperkuat ikatan sebagai orang2 Malaysia sejati. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengutamakan kehendak baik dan pengertian terhadap satu sama lain, termasuk dalam hal agama, yang merupakan hal yang sensitif,” kata Abdullah.

Apakah kau menyadari bagaimana para politikus dan agamawan – terutama politikus yang berkedok sebagai orang relijius – selalu mengatakan satu hal lain pada non-Muslim dan hal yang berbeda pada Muslim? Jika ras2 India dan China mulai menunjukkan tanda2 ketidakpuasan, para politikus ini akan mulai bicara tentang toleransi multi rasial, multi budaya dan berbagai tetek bengek lainnya. Tapi kepada pirsawan ras Melayu dan Muslim, jika mereka yakin kalau ras non-Melayu atau non-Muslim tidak sedang menguping, mereka mulai bicara tentang ‘musuh’ Melayu dan memperingatkan kita bahwa kafir tidak boleh dipercaya dan tidak boleh dianggap sebagai teman karena mereka merupakan musuh Islam sejak lebih dari seribu tahun.

Tayangan umum TV di mana para tokoh politik dan relijius mengibaskan keris bukanlah hal yang penting. Penonton non-Melayu memang direncanakan untuk melihat hal itu. Para politikus ini tahu betul di mana kamera TV dan apa yang harus mereka katakan dan lalukan dalam acara live itu, yang ditonton pemirsa dari ruang TV rumah mereka. Tapi para tokoh politik dan relijius berkata lain di belakang pintu tertutup. Apa yang dikatakan mereka mestinya bahkan sanggup membuat Perdana Menteri Malaysia pertama, sang Bapa Merdeka Tengku Abdul Rahman, yang di masa pemerintahannya dituduh sebagai orang yang berpihak pada ras China, bangkit dari kuburnya. Memang sang Tengku disingkirkan karena terlalu memberi banyak peluang kepada ras China. Tapi justru di jaman sang Tengku inilah Malaysia itu mengalami masa2 paling damai, sampai terjadi masa sekarang di mana orang punya ide cemerlang mempersatukan ras Melayu di bawah agama Islam.

Dapatkah aku katakan dengan berani bahwa di masa pemerintahan Tengku inilah kaum Melayu tidak terlalu bersikap relijius? Tidak satupun pejabat senior negara yang tidak memiliki bar yang penuh dengan stok bir, brandy, whisky, dan anggur yang membuat pub lain iri. Itu terjadi di jaman Merdeka di mana kau bisa menikmati kaki2 indah para wanita Malaysia, ketika mode rok mini masih ngetop. Miss Malaysia biasanya adalah gadis muda cantik yang pakai bikini, dan gadis2 China dan India juga diberi kesempatan tampil – sampai gadis2 Pan-Asia juga muncul. Lalu muncul pula gadis2 Indo. Hidup Pan-Asian!

Lima puluh tahun berlalu dan kita merayakan kemerdekaan kita yang kelimapuluh. Saat ini orang2 Melayu sudah jadi jauh lebih relijius. Tiada lagi bar2 di rumah2 Melayu. Tentara juga tidak toast anggur, tapi diganti jadi air sirup. Malah tindakan melakukan toast juga dicela sebagai kebarat-baratan. Kau tidak bisa lagi mabuk dengan minum satu kaleng bir NAFI seharga 50 sen. Kau harus bayar RM 15 segelas bir di pub dan kebanyakan orang2 Malaysia tidak mampu membeli dua lusin kaleng bir.

Tapi ini semua baik. Masyarakat Melayu telah meninggalkan jaman jahiliyah mereka. Masyarakat Melayu sekarang lebih Islami. Mereka juga tidak boleh lagi merayakan Natal atau mengucapkan Kong Hee Fatt Choy pada masyarakat China atau mengucapkan Happy Deepavali pada masyarakat India karena semua ini bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu, mengapak PM Abdullah Ahmad Badawi mengatakan hal di paragraf atas, seperti yang diumumkan di media2 kabar utama? Apakah dia tidak tahu apa yang diucapkannya bertentangan dengan ajaran Islam, setidaknya begitu yang disampaikan para Muslim taat pada kita? Apakah ini salah satu kasus ngomong sesuatu pada non-Muslim dan ngomong sesuatu yang lain lagi pada Muslim? Aku menentang politik bicara seperti ini. Kau harus mengarang-ngarang ucapanmu agar cocok bagi pemirsa tertentu. Yang diucapkan Abdullah adalah untuk konsumsi telinga non-Melayu, dan bukan bagi para Melayu.

Peribahasa mengatakan bahwa setiap orang mengalami tahap2 perubahan tertentu dalam hidupnya; dan aku pun tidak terkecuali mengalami hal ini pula. Jika aku harus menyarikan tahap2 perubahan dalam hidupku, aku akan membagi hidupku dalam tiga bagian. Bagian pertama, 27 tahun pertama hidupku, adalah aku sebagai seorang Melayu (dan juga Muslim) yang hidup dalam keadaan jahil. Di masa ini, aku tidak sholat, tidak pernah sedetik pun berpikir tentang Tuhan, aku minum bir, main kartu Gin Rummy, dan melakukan dosa apapun yang bisa kau bayangkan. Tapi aku tidak makan babi sama sekali. Entah kenapa, sampai sekarang pun aku tidak tahu alasannya.

Ketika mencapai usia 27 atau 28 tahun, aku tiba2 saja melihat ‘terang’ dan ‘lahir-kembali’ menjadi Muslim. Aku biasa mengatakan pada rekan2mku bahwa aku tidak terlahir sebagai Muslim tapi masuk Islam di usia 27 tahun. Sejak masa itu, aku ngebut belajar segala hal yang tidak kuketahui tentang Islam selama 27 tahun hidupku. Aku pergi ke Mekah lebih dari 10 kali, dua kali ibadah Haji, dan lainnya untuk Umrah. Aku belajar baca Qur’an dan dalam waktu beberapa minggu saja sudah sanggup melafalkannya dengan sangat fasih bagaikan orang yang belajar Qur’an sejak usia lima tahun. Bahkan Guru Tok-ku juga sangat kagum. Dia mengatakan biasanya dibutuhkan beberapa bulan bahkan bertahun-tahun bagi orang dewasa yang otaknya beku untuk membaca Qur’an. Aku sanggup melakukan semua itu dalam waktu hanya beberapa minggu saja. Aku beli semua sembilan volume tafsir Qur’an oleh Hamka dan sembilan volume Hadis Bukhari, ditambah kitab Imam Ghazali yang terus kubaca berulang kali sampai aku hafal semuanya.

Semua ini terjadi sebelum Revolusi Islam Iran dan aku jadi fanatik Muslim. Dalam perjalananku pertama ke Mekah untuk menunaikan ibadah Haji, aku bergabung dalam demonstrasi Iran anti-Saudi dan dengan bangga membawa poster Imam Khomeini tinggi2 di atas kepalaku. Aku ingin Pemerintah Saudi digulingkan dan dua kota suci Mekah dan Medinah dipimpin oleh koalasi Islam internasional seperti kota Vatican. Saat itu aku berusia 30 tahun lebih sedikit dan sangat percaya pada revolusi Islam sampai ke akar.

Aku jadi Pemimpin empat mesjid lokal dan berusaha ‘memerdekakan’ semua mesjid dari kontrol Pemerintah. Aku membantu mengumpulkan dana untuk membangun mesjid2 independen sebanyak mungkin sehingga Departmen Agama tidak ikut campur dalam pengelolaan mesjid2 ini. Sebagian dari kalian mungkin masih ingat kejadia dua imam dari Negara Bagian Trengganu di masa itu. Datuk Yusuf, yang adalah kepala Bagian Spesial Trengganu (KCK), memilihku dan membawaku untuk bertemu dengan Menteri Besar Trengganu agar mereka bisa ‘merehabilitasi’ diriku. Mereka sebenarnya ingin aku ditahan di bawah undang2 Internal Security Act tapi tidak bisa melakukan hal ini karena sungkan dengan emak sepupuku yang adalah Teungku Ampuan Trengganu. Tengku Ampuan Trengganu adalah saudara perempuan dari Sultan Trengganu yang bernama Agong. Karena hubungan keluarga ini, mereka memperlakukan diriku dengan lembut.

Ya, memang aku menjadi problem bagi UMNO Trengganu dan mereka ingin memenjarakan diriku, tapi ‘kekebalan hukum’ istana mencegah mereka melakukan hal itu. Akhirnya aku meninggalkan Trengganu dan ini menyelesaikan banyak masalah. Lima tahun kemudian, Trengganu jatuh di bawah pimpinan PAS.

Begitulah ringkasan singkat bagian 27 tahun kedua kehidupanku. Sekarang aku berada di bagian ketiga, yang adalah 27 tahun ketiga kehidupanku. Tentu saja aku tidak yakin pasti bisa hidup 27 tahun lagi dan jika ini terjadi tentunya aku berusia 81 tahun. Memang tidak diragukan lagi bahwa Tun Dr. Mahathir sangat sehat dan aktif di usia lebih dari 81 tahun. Tapi Tun kan tidak merokok, tidak tidur jam 3 pagi, tidak tidur hanya 5 jam setiap hari, hati2 dalam menjaga makanannya, dll. Aku sih sebaliknya dari Tun, jadi aku tidak yakin bisa berharap hidup selama dia.

Tapi bukan itu masalahnya. Tidak peduli apakah bagian ketiga ini akan berlangsung selama 27 tahun atau tidak, bukan itu yang aku ingin bicarakan di sini. Yang kuingin sampaikan adalah apa yang kualami di bagian ketiga ini.

Seperti yang telah kukatakan, bagian 27 tahun pertama adalah masa jahil, dan bagian 27 tahun kedua adalah masa Revolusi Islam. Bagian ketiga merupakan bagian mempertanyakan dan keraguan yang menimbulkan munculnya masa kecewa dalam diriku.

Aku menerima kenyataan bahwa aku adalah seperti satu diantara domba2 yang tersesat di bagian pertama. Lalu aku mengira menemukan kebenaran dan melihat terang di bagian kedua. Tapi sekarang di bagian tiga, aku mulai mempertanyakan kebenaran itu sendiri. Aku mulai meragukan apakah Islam itu memang kebenaran yang dulu kumengerti. Aku mulai tidak percaya pada apa yang dulu aku mengerti sebagai kebenaran.

Agama itu bertujuan bagi kebaikan, tidak hanya agama Islam, tapi agama apapun. Aku kira aku menemukan agama di bagian kedua hidupku. Tapi jika agama itu baik, maka mengapa orang2 relijius justru jahat? Mengapa jika aku bertemu orang2 yang tidak relijius atau bahkan atheis, aku menemukan orang2 yang baik? Dan mengapa jika aku bertemu dengan orang2 relijius kolot justru aku melihat orang jahat dalam diri mereka? Ya, memang hal inilah yang terus-menerus mengganggu diriku di masa ketiga kehidupanku. Jika agama itu baik, maka tentunya orang beragama itu adalah orang yang baik pula dan orang tak beragama atau atheis adalah orang yang jahat. Tapi mengapa yang terjadi justru sebaliknya? Dan hal ini tidak hanya berlaku bagi Muslim saja.

Aku memberikan ceramah kepada sekelompok orang UMNO yang pro-Abdullah Ahmad Badawi beberapa minggu yang lalu. Dari antara pengunjung, terdapat satu orang yang bisa kusebut sebagai orang yang sangat amat relijius. Ketika aku menyatakan bahwa korupsi itu jahat dan kita harus menentangnya, dia menjawab bahwa korupsi itu tidak apa2. Aku lalu berdebat dengannya dengan mengatakan bahwa Islam mengatakan bahwa korupsi adalah riba’ dan terdapat 80 tingkatan Riba’ dan dosa dalam tingkatan terendah adalah sama besarnya dengan dosa ngeseks dengan orangtua sendiri. Dia setuju akan hal ini dan berkata hal itu merupakan perkataan Muhammad dalam hadis.

Aku kaget. Orang di hadapanku adalah orang yang relijius. Dia lalu berkhotbah padaku bahwa sistem Pemerintahan sekuler Malaysia sekarang harus ditolak demi ditegakannya sistem Islam. Dia menyalakan negara Malaysia yang menolak Islam dan lebih memilih pemerintahan sekuler dibandingkan Sharia Islam yang ditentukan oleh Muhammad. Tapi korupsi sih oke-oke saja, katanya.

Jika seorang Muslim saja meninggalkan Islam dan jadi Hindu, Kristen, atau Budha, maka sudah jadi kewajiban semua Muslim untuk melawannya dengan kekerasan. Murtad itu dilarang dan hukuman yang telah ditetapkan adalah mati. Para Muslim perlu ribut turun ke jalan dan membakar gedung2 dan membunuh orang2 jika ada Muslim yang murtad. Bunuh murtadin bukanlah tindakan kekerasan atau ekstrim. Tindakan pembunuhan murtadin bukanlah ancaman bagi keamanan negara, tapi ini merupakan tindakan membela muka Islam. Tapi jika kau berdemonstrasi damai ke istana Agong atau Parlemen untuk menyerahkan Memorandum, maka hal ini haruslah dilarang. Polisi harus menangkapmu, memukulimu, dan pemimpinnya harus ditangkap tanpa proses pengadilan di bawah UU Internal Security Acts. Inilah yang diminta Islam terhadap Muslim dan ini merupakan kewajiban.

Silakan tanya pemimpin Melayu Islam. Tanya imam manapun di mesjid. Tanya Mufti manapun. Tanya pejabat Departmen Agama manapun. Tanya siapapun dari Pusat Islam. Tiada yang menentang bahwa demonstrasi damai harus ditindas dengan keras dan pelakunya ditahan tanpa proses pengadilan di bawah UU Internal Security Act. Dan para pejabat dan tokoh2 agama Islam itu juga tidak akan menentang bahwa tindakan murtad harus ditangani dengan kekerasan, kalau perlu dengan jalan melakukan kekacauan, bakar gedung2, dan bunuh orang2 untuk membela muka Islam.

Kebanyakan polisi Malaysia adalah Muslim, dan mereka bertindak penuh kekerasan terhadap para pelaku demonstrasi damai. Kebanyakan pejabat negara adalah Muslim, dan mereka pun menindas pelaku demonstrasi damai. Mereka mengatakan mereka harus melakukan hal itu karena begitulah yang diinginkan Islam. Tapi jika kau menghina Islam atau mencoba murtad, maka kau harus siap menerima hukuman berat. Semua hal ini adalah untuk membela Islam. Korupsi sih bukan masalah. Meniup saat Pemilu juga tidak jadi masalah. Penyalahgunaan kekuasaan juga tidak apa2. Mencuri dana masyarakat juga tidak jadi masalah. Mengabaikan hak2 azasimu juga tidak apa2. Menggunakan media utama untuk berbohong juga tidak apa2. Mengancam ras non-Melayu juga tidak apa2. Penindasan juga tidak apa2. Menangkap orang tanpa proses pengadilan juga tidak apa2. Menyiksa tawanan jika tidak apa2. Pokoknya jangan menghina Islam atau coba2 murtad dari Islam. Hal ini sangat terlarang dan penggunaan kekerasan untuk mencegah ini tidak apa2 pula.

Aku bertemu dengan orang2 relijius dan aku melihat mereka itu jahat. Aku bertemu orang2 sekuler dan atheis dan aku melihat mereka itu baik. Bagaimana mungkin agama itu baik jika umatnya jahat? Bagaimana mungkin agama itu datang dari Tuhan jika hasil agama itu adalah orang2 yang jahat? Ya, hal inilah yang menggangguku di bagian ketiga 27 tahun hidupku.

Semakin rajin orang sholat, semakin jahat dia. Orang2 yang tidak sholat justru adalah orang2 yang baik. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Pejabat2 polisi sholat. Para pejabat negara juga melakukan sholat. Tapi mereka justru jahat. Mestinya ada sesuatu yang sangat salah dari kegiatan sholat ini. Apakah ini berarti agama itu ternyata merupakan suatu kebohongan belaka? Bagaimana mungkin agama itu baik jika orang2 yang melaksanakan agama justru jadi jahat?

Tentu saja aku sudah sering mendengar komentar lama: Agamanya sih baik, tapi justru orang2 yang jahat karena tidak mengikuti ajaran agama yang sebenarnya. Tapi mengapa kok bisa begitu? Komentar seperti itu tidak menjawab masalah. Mengapa justru orang2 yang sangat relijius menjadi orang2 yang jahat? Bukankah agama seharusnya membimbing kita untuk jadi baik? Jika agama ternyata gagal membimbing kita untuk jadi manusia baik, maka tentunya agamanya yang salah dan bukan orangnya. Juga ada pepatah kuno: tiada murid yang jelek, yang ada hanyalah guru yang jelek. Jika muridnya jadi jelek, maka tentunya gurunya yang harus disalahkan. Dalam hal ini, apakah pepatah ini cocok dengan masalah agama yang kusebut? Jika agama gagal mendidik kita maka agama itulah, dan bukan muridnya, yang harus disalahkan.

Huuh… bagian ketiga 27 tahun hidupku tampaknya bakal jadi sangat traumatik. Bagian 27 tahun pertama sih mudah. Aku menikmati hidupku. Aku hidup untuk hari ini dan tidak peduli hari esok. Bagian 27 tahun kedua juga memuaskan sekali. Aku hidup bagi agamaku. Aku melakukan segalanya bagi Islam. Tapi bagian 27 tahun ketiga tampaknya akan jadi perjalanan tanpa akhir. Aku tidak yakin bisa mencapai tujuan hidupku, karena aku tidak yakin bisa hidup selama 27 tahun lagi. Aku harus menemukan apakah agama itu memang benar atau hanya ciptaan manusia belaka atau hanya dongeng2 saja. Buah dari agama yang baik seharusnya baik pula. Tidak mungkin bisa sebaliknya. Tapi hal ini tidak terjadi sekarang.

Saat ini, diberitakan bahwa para Muslim Malaysia mendukung penangkapan tanpa pengadilan. Diberitakan bahwa 1 ½ juta Melayu dari 395 NGO Melayu mendukung Pemerintah menggunakan Internal Security Acts untuk melawan demonstrasi2 damai. Banyak orang marah karena 31 dari HINDRAF tidak akan diadili karena melakukan pembunuhan. Mereka ingin darah. Mereka ingin darah pelaku demonstrasi BERSIH dan HINDRAF. Mereka ingin darah dari mereka yang ingin melaksanakan ibadah agama (non-Islam) mereka. Mereka berkata bahwa Islam adalah satu2nya agama yang baik, dan agama2 lainnya jelek. Dan mereka yang tak beragama atau atheis merupakan orang yang terjelek. Tapi mengapa umat agama yang terbaik justru menginginkan Pemerintah melakukan hal2 yang jahat? Hal inilah yang menggangguku terus-menerus. Bagaimana mungkin agama yang baik malah membuat umatnya jadi jahat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar