Stimulasi Otak menciptakan Orang yg tidak Nampak
Pakar sains Swiss menemukan bahwa stimulasi elekytonik/listrik otak bisa menciptakan perasaan kehadiran seseorang yg tidak nampak (a "shadow person") yg mencontoh gerak-gerik tubuh kita. physorg.com melaporkan :
Olaf Blanke dan rekan2 di the Federal Polytechnic School of Lausanne mengatakan, penemuan mereka bisa menjelaskan proses2
otak yg menyumbang bagi gejala2 schizophrenia, dimana
seorang penderita merasa kelakuannya di-beo oleh orang lain.
Dokter yg mengevaluasi seorang wanita normal tanpa latar belakang problema psikiatris menemukan bahwa stimulasi bagian otaknya yg disebut the left temporoparietal junction membuatnya percaya bahwa ada seseorang yg berdiri dibelakangnya.
Sang pasien melaporkan bahwa "orang itu" melakukan gerak gerik persis sama dgn dirinya, walau ia tidak mengira dampak itu sbg sebuah ilusi. Pada saat penyidikan, pasien diminta utk membungkuk kedepan dan memegan lututnya: ini mengakibatkan perasaan bahwa ‘orang bayangannya itu’ sedang memeluknya, yg dirasakannya sbg tidak nyaman.
Penemuan ini bisa membawa satu langkah utk semakin mengerti dampak2 psikiatris spt paranoia, kontrol dan penindasan oleh mahluk ruang angkasa, kata para neuroscientist (pakar ilmu saraf).
mahluk luar angkasa ...
Penemuan ini dilaporkan dlm sebuah dlm isu jurnal Nature minggu ini. [44]
Mungkinkah penemuan ini menjelaskan apa yg didengarkan dan dirasakan Muhamad saat terbang ke surga ? Muhamad datang dari budaya yg percaya jin, malaikat, gendruwo, setan dan mahluk2 itu jugalah yg dilihatkan dlm halusinasinya. Dijaman itu berlangsung perdebatan ttg mereka yg percaya akan satu Tuhan, spt Yahudi, Kristen dan Hanifisme (sekte monotheis pra Islam yg merupakan kepercayaan Khadijah yg disebarkan di Arabia), versus mereka yg polytheis, spt yg dipercaya clannya Muhamad. Muhamad berpihak pada monotheisme yg lebih “eksotik”, ketimbang konsep tradisional religius yg dipercaya sukunya. Juga perlu diingat pengaruh Khadijah dlm menafsirkan halusinasi Muhamad.
Apa yg dialami Muhamad dirasakan benar2 terjadi, tapi ini hanya pengalaman mental. Ketika ia menceritakannya kpd Khadijah, apa yg dipikirkannya adalah bahwa suami tercintanya entah kesurupan atau disentuh malaikat. Jadi ketika Muhamad mengatakan kepadanya “Saya khawatir sesuatu akan terjadi pada saya”, ia menjawab, “Tidak mungkin ! Allâh tidak akan mempermalukanmu”. Karena ia tidak mampu menerima bahwa Muhamad menjadi gila, ia hanya memiliki satu2nya alternatif dan menyimpulkan bahwa ia pastilah dipilih menjadi nabi. Kalau bukan karena dukungan dan dorongan Khadijah itu, Muhamad akan merasa bahwa ia memang kemasukan setan dan ia akan menyadari kondisinya spt layaknya penderita epilepsi.
Onta Berlutut Karena Beratnya Wahyu
Muslim sering melebih2kan dan menyusun mukjizat2 yg kata mereka dilakukan Muhamad. Ini memang normal bagi pengikut aliran yg senang meng-atribusi mukjizat pada pemimpin mereka. Sebuah hadis mengatakan bahwa satu saat Muhamad menumpangi ontanya, datanglah sebuah wahyu, dan wahyu itu sedemikian beratnya sampai sang onta tidak tahan dan harus berlutut di tanah.
Muhamad dan ontanya yg sedang keberatan wahyu ...
Berlututnya hewan itu yg merupakan indikasi berikutnya bahwa sang penumpang memang menderita epilepsi. Bonnie Beaver, pakar kelakuan hewan di the College of Veterinary Medicine at Texas A&M University, mengatakan “Anjing dan kucing dikenal telah memperingatkan orang saat kejang2 mereka akan dimulai. Sangat lazim bagi hewan utk meramalkan datangnya kejang2 pada pemilik mereka. Bahkan anjing tertentu bisa dilatih utk memperingatkan seorang penderita epileopsi akan datangnya sebuah serangan.” [45]
Kemampuan meramalkan datangnya kejang2 ini tidak hanya terbatas pada anjing dan kucing. Hewan nampaknya nmemilki indera yg tidak dimiliki manusia. Hewan bisa meramalkan datangnya gempa bumi, berjam2 sebelum gempa bumi itu tiba. Kuda dan ternak - khususnya - bisa merasakan datangnya badai.
Tgl 4 Januari 4, 2005 The National Geographic menulis:
“10 hari sebelum gelombang raksasa menghantam garis2 pantai Sri Lanka & India, hewan liar dan piaraan nampaknya tahu apa yg akan terjadi dan melarikan diri mencari tempat aman. Menurut saksi mata, gajah berseru2 dan berlarian ke tempat2 yg lebih tinggi, anjing menolak utk keluar rumah, flamingo meninggalkan dataran rendah, hewan2 di kebun binatang bergegas masuk kandang mereka dan tidak bisa dirayu agar keluar. Kepercayaan bahwa hewan piaraan maupun liar memiliki panca indera ke ename—dan mengetahui kapan bumi akan bergetar—sudah ada selama berabad2. [46]
Pointnya adalah bahwa hewan bisa merasakan sesuatu, khususnya sebelum datangnya serangan epilepsy pada pemilik mereka, sesuatu yg tidak dapat dilakukan manusia. Tidak heran kalau seekor hewan menjadi stress atau berlaku kurang wajar menjelang detik2 pemiliknya akan kena serangan. Kami tahu bahwa istri2 ataupun sahabat2 Muhamad tidak merasakan apa2 saat ia “menerima wahyu”. Selama salah satu lusinasi-nya Muhamad mengatakan kpd Aisha, “Ini Jibril. Ia mengirimkan salam dan salut kepadamu. Aisha menjawab, ‘Salut dan salam kepadanya juga.’ Lalu ia mengatakan kpd nabi, ‘Kau melihat apa yg saya tidak lihat.’” [47] Jadi, dgn adanya seekor onta yg bisa merasakan apa yg terjadi pada Muhamad, ini lagi2 indikasi bahwa ia kena serangan epilepsi.
Kasus Phil K. Kindred
Kasus2 penderita epilepsy lainnya bisa membuat kita lebih mengerti ttg apa yg kemunkginan terjadi pada Muhamad. Kemiripannya sering menakjubkan.
http://en.wikipedia.org/wiki/Philip_K._Dick
Penulis science fiction AS, Philip Kindred (1928-1982), berbicara ttg visi2nya yg aneh, mengatakan kpd Charles Platt, “Saya merasakan otak saya diinvasi oleh sebuah otak rasional yg transendental, seakan2 saya gila selama seluruh hidup saya dan tiba2 menjadi waras.” [48] Semua karya Philip diumulai dgn asumsi dasar bahwa tidak mungkin ada satu realitas tunggal yg obyektif. Charles Platt menggambarkan novel2 Philip. “Semuanya adalah persepsi. Tanah bisa bergerak dari bawah kakimu. Sang protagonis menemukan dirinya hidup dlm mimpi orang lain, atau ia masuk keadaan yg dirangsang oleh narkoba shg ia bisa lebih mengerti dunia nyata, atau ia kemungkinan menyeberang kesebuah alam semesta yg berbeda total.” [49]
Spt Muhamad, Philip juga paranoid, dan memiliki emosi kekanak2an, narsisis, berangan2 utk bunuh diri dan benci orang tuanya. Ia membayangkan plot2 melawan dirinya yg direncanakan KGB atau FBI, yg ia percaya terus menerus mencoba mencegatnya. Kami merasakan paranoia yg mirip dlm tulisan2 Muhamad yg terus menerus berbicara ttg kafir dan bgm mereka merancang plot2 melawan dirinya, menentang agamanya dan menindas dirinya dan pengikutnya.
VALIS, novel otobiografis pertama dari tiga novel Philip, adalah perjalanan orang tolol mencari Tuhan yg ternyata merupakan sebuah virus, sebuah lelucon, dan sebuah hologram mental yg ditransmisikan oleh satelit yg mengorbit. Tokoh utama dlm novel ini terlempar dlm sebuah perjalanan teologis saat ia menerima komuni dlm ledakan cahaya laser merah jambu yg ternyata merupakan sebuah hubungan komunikasi langsung dng Tuhan. Dlm karyanya ini, Philip mempelajari ‘pertemuan2nya’ dgn sebuah kehadiran ilahi.
VALIS adalah kependekan dari Vast Active Living Intelligence System. Ia berteori bahwa VALIS adalah baik sebuah “generator realitas”, maupun sebuah cara utk mengadakan komunikasi extraterestrial.
Lawrence Sutin, dlm Divine Invasions: A Life of Philip Kindred menulis ttg salah sebuah pengalaman mistik Phil yg sangat mirip pengalaman Muhamad. “Hari Senin ia menelpon saya dan mengatakan, malam sebelumnya ia merokok marijuana yg ditinggalkan seorang tamunya dan merasakan dirinya melihat sebuah visi yg sekarang sangat dikenalinya (saat ia tidak berhubungan dgn narkoba), dan ia mengatakan, ‘Saya ingin melihat Tuhan. Biarkan saya melihatmu.’ Dan lalu tiba2, katanya, ia dirasuki rasa di-teror yg sangat ekstrim yg pernah dirasakannya, dan melihat the Ark of the Covenant (tempat penyimpan 10 Perintah Allah kpd Musa), dan sebuah suara mengatakan, ‘Kau tidak akan datang kepada saya lewat bukti logis atau kepercayaan atau apa saja, jadi saya harus meyakinkanmu dgn cara ini.’ Gorden the Ark ditariknya dan ia melihat, sebuah segi tiga dgn sebuah mata didalamnya, yg menatapinya langsung.
Phil mengatakan, ia berlutut saking ketakutan sambil mengalami Visi Ilahi ini dari pk 9 pagi sampai pk 5 sore. Hari Senin ia pasti bahwa ia akan mati dan kalau ia bisa meraih telpon ia akan memanggil ambulans. Suara itu mengatakan kepadanya, ‘Kau berhasil membujuk dirimu agar tidak percaya semua hal. Saya membiarkan kau melihat, tetapi ini tidak akan pernah bisa kau lupakan atau sesuaikan atau kau anggap salah.’” [50]
Phil, yg mati muda pada usia 54, menulis jutaan kata. Biografernya,
Sutin, mengutip salah satu tulisannya yg menjelaskan pengalaman mistiknya:
Tuhan menunjukkan diri kpd saya sbg kekosongan yg tidak terbatas; tapi bukan sbg neraka, itu adalah atap surga, dgn langit biru dan awan2 putih. Ia bukan Tuhan asing, namun Tuhan bapak2 saya. Ia penuh cinta kasih dan baik hati dan memiliki kepribadian. Katanya, “Kini kau sedang menderita; namun penderitaanmu itu kecil dibandingkan dgn kebahagiaan yg besar, kenikmatan yg menantimu. Kau pikir dlm wawasan saya kau akan menderita lebih parah dibandingkan dgn rahmat yg akan kau dapatkan ?”
Ia membuat saya yakin akan kenikmatan yg akan datang; tidak terbatas dan manis. Katanya, “Saya adalah kekuatan tanpa penghabisan (I am the infinite). Saya akan menunjukkan kepadamu. Dimana saya berada, disitulah infinity; dimana ada infinity, disitulah saya… Mereka yg menolak saya akan menjadi sakit; saat mereka terbang dgn saya, saya adalah sayap2nya. Saya adalah sang pe-ragu2 dan keragu2an itu sendiri (I am the doubter and the doubt). [51]
Kasus2 TLE lain
On October 23, 2001 PBS television aired a documentary on TLE. One of the persons interviewed with temporal lobe epilepsy was called John Sharon. It is interesting to read his case and compare it to what we know about Muhammad. This could shed more light on the Prophet’s state of mind and his sickness.
John Sharon: The seizures involve my person and my soul and my spirit, all of it. When I get one of those feelings my whole body just tingles and I just, oh...that's that.
Narrator: John's epileptic seizures are essentially an electrical storm in his temporal lobes when a group of neurons starts firing at random, out of sync with rest of his brain.
Recently John experienced one of his worst episodes to date. He'd gone out to the desert with a girlfriend, and they'd both got very drunk, with disastrous results. John was suddenly hit by a volley of seizures, each one lasted about five minutes and involved violent convulsions that left him unconscious. Eventually, John managed to get a call through to his father who drove out to the desert to bring him home.
John Sharon: On the way home, him and I got just into some philosophical questions about everything. And I just would not shut up once I...on the way home I was going and going. It was like I was wired.
John Sharon, sr.: It's basically an earthquake within the body, and like any earthquake there are aftershocks. And like any earthquake that does damage, things have to be rebuilt. Things have to subside. Mainly what I deal with is the aftermath, particularly with this last episode. It was very much like stepping into a Salvador Dali painting. Instantly everything was surreal. And that's, in essence, what his seizures are all about – the aftermath – where it puts his brain, where it puts his memory, where it puts his mind, his thinking ability, everything else.
Narrator: When John's seizures came to an end he was exhausted but he felt omnipotent.
John Sharon: I went running down the streets screaming that I was God. And then this guy came out and I just, like, pelvic thrust at him and his wife, and I was like, “You want to f–ing bet, I ain't God?"
John Sharon sr.: And I said, literally, “You asshole, get back in here! What do you think you're doing? You're disturbing the neighbors. They're gonna call the cops. What is this all about?”
John Sharon: I kind of just looked at him, cool and calm, and apologized to him, and like, “No. No one's going to call the police.” Like, I didn't say this last part, but I'm thinking to myself, “No one's going to call the police on God!”
Narrator: John had never been religious, yet the onset of his seizures brought on overwhelming spiritual feelings.
Vilayanur.S. Ramachandran is Director of the Center for Brain and Cognition and professor with the Psychology Department and the Neurosciences Program at the University of California, San Diego. He has done extensive studies on Temporal Lobe Epilepsy.
V.S. Ramachandran: It has been known for a long time that some patients with seizures originating in the temporal lobes have intense religious auras, intense experience of God visiting them. Sometimes it's a personal god, sometimes it's a more diffuse feeling of being one with the cosmos. Everything seems suffused with meaning. The patient will say, “Finally I see what it’s really about, Doctor. I really understand God. I understand my place in the universe, in the cosmic scheme.” Why does this happen and why does it happen so often in patients with temporal lobe seizures?
John Sharon: Oh my God. And you know what? I am so right in my own head, I know I could go out there and get people to follow me. Not like these whackos with sheets on their heads, not like those idiots...but now it's just the new generation of the prophets. And were all the prophets people who were flopping around on the ground, is that what this whole message was, the gift from the gods, this whole time?
V.S. Ramachandran: That's possible, isn't it? Yes?
John Sharon: I've never been religious, ever. People say, “No, you can't see into the future...unh unh.” That's what that gift is, but you've got to pay for it by getting slammed around.
V.S. Ramachandran: Now, why do these patients have intense religious experiences when they have these seizures? And why do they become preoccupied with theological and religious matters even in between seizures?
One possibility is that the seizure activity in the temporal lobes somehow creates all kinds of odd, strange emotions in the person's mind...in the person's brain. And this welling up of bizarre emotions may be interpreted by the patient as visits from another world, or as, "God is visiting me." Maybe that's the only way he can make sense of this welter of strange emotions going on in his brain. Another possibility is that this is something to do with the way in which the temporal lobes are wired up to deal with the world emotionally. As we walk around and interact with the world, you need some way of determining what's important, what's emotionally salient and what's relevant to you versus something trivial and unimportant.
How does this come about? We think what's critical is the connection between the sensory areas in the temporal lobes and the amygdala, which is the gateway to the emotional centers in the brain. The strength of these connections is what determines how emotionally salient something is. And therefore, you could speak of a sort of emotional salience landscape, with hills and valleys corresponding to what's important and what's not important. And each of us has a slightly different emotional salience landscape. Now, consider what happens in temporal lobe epilepsy when you have repeated seizures. What might be going on is an indiscriminate strengthening of all these pathways. It's a bit like water flowing down rivulets along the cliff surface. When it rains repeatedly there's an increasing tendency for the water to make furrows along one pathway and this progressive deepening of the furrows artificially raises the emotional significance of some categories of inputs. So instead of just finding lions and tigers and mothers emotionally salient, he finds everything deeply salient. For example, a grain of sand, a piece of driftwood, seaweed, all of this becomes imbued with deep significance. Now, this tendency to ascribe cosmic significance to everything around you might be akin to what we call a mystical experience or a religious experience.
There is no specific area in the temporal lobe concerned with God. But it's possible there are parts of the temporal lobes whose activity is somehow conducive to religious belief. Now this seems unlikely, but it might be true. Now, why might we have neural machinery in the temporal lobes for belief in religion? Well belief in religion is widespread. Every tribe, every society has some form of religious worship. And maybe the reason it evolved, if it did evolve, is that it is conducive to the stability of society, and this may be easiest if you believe in some sort of supreme being. And that may be one reason why religious sentiments evolved in the brain.[52]
History is full of charismatic religious figures. Psychologist William James (1902) believes that apostle Paul’s new found voice of conscience on his way to Damascus, where he saw lights and heard a voice asking him “Saul, Saul, why do you persecute me?”[53], which led to his temporary blindness and conversion, may have been “a physiological nerve storm or discharging lesion like that of epilepsy.” St. Paul talked about his visions in the following words:
To keep me from becoming conceited because of these surpassingly great revelations, there was given me a thorn in my flesh, a messenger of Satan, to torment me. Three times I pleaded with the Lord to take it away from me. But he said to me, "My grace is sufficient for you, for my power is made perfect in weakness.[54]
TLE researcher Eve LaPlante[55] thinks that Moses’ encounter with the burning bush was also the result of TLE.
Ezekiel is also believed to have suffered from TLE. His vision is particularly striking.
I looked, and I saw a windstorm coming out of the north—an immense cloud with flashing lightning and surrounded by brilliant light. The center of the fire looked like glowing metal, and in the fire was what looked like four living creatures. In appearance their form was that of a man, but each of them had four faces and four wings. Their legs were straight; their feet were like those of a calf and gleamed like burnished bronze. Under their wings on their four sides they had the hands of a man. All four of them had faces and wings, and their wings touched one another. Each one went straight ahead; they did not turn as they moved.[56]
It is not possible to make a correct psychoanalysis of characters that had lived many centuries ago and of whom we know so little. Moses in particular is a semi mythological personage. We cannot even be certain whether the stories attributed to him are correct. However, what we can say is that these strange stories, if true, are consistent with symptoms characterizing TLE.
Today, the TLE patients see UFOs and little gray ETs. LaPlante has noted that many UFO abductees feel mild, epileptic-like symptoms just before they are “captured.” Some abductees feel heat on one side of their faces; hear a ringing in their ears, and see flashes of light prior to abduction. Others report a cessation of sound and feeling, or an overwhelming feeling of apprehension.
Another famous case concerns a16th-century nun known as Santa Teresa of Avila (1515 -1582). She experienced vivid visions, intense headaches and fainting spells, followed by “such peace, calm, and good fruits in the soul, and ... a perception of the greatness of God” (St. Theresa 1930:171). Biographers suggest that she may well have experienced epileptic seizures (Sackville-West 1943).
LaPlante says that painters and writers like Vincent van Gogh, Gustave Flaubert, Lewis Carroll, Marcel Proust, Tennyson and Fyodor Dostoevsky all were diagnosed with TLE. The TLE sufferers often undergo patterns of personality changes, typically including compulsive writing or drawing and hyper-religiosity.
According to LaPlante, Muhammad also suffered from TLE. More recent examples are Joseph Smith, the founder of Mormonism, and Ellen White, the founders of the Seventh Day Adventist Movement, who at the age of 9 suffered a brain injury that totally changed her personality. She also began to have powerful religious visions.
Helen Schucman, the atheist Jewish psychologist who claimed receiving messages from Jesus Christ in the form of “readings” that she called A Course in Miracles, was most probably a sufferer of TLE. Reportedly, Schucman spent the last two years of her life in a terrible, paranoid depression.
Syed Ali Muhammad Bab the founder of the Babi religion may also have been an epileptic sufferer. His Persian Bayan (translated into English and available online) can be defined as classical “epileptic writing.”
Orang2 terkenal yg menderita Epilepsi
Heidi Hansen dan Leif Bork Hansen yang mengaku bahwa Søren Kierkegaard telah menulis dalam jurnalnya bahwa dia menderita TLE dan merahasiakan itu sepanjang hidupnya, mengutip: “Dari semua penderitaan yang ada mungkin tidak ada yang begitu menderita daripada menjadi objek rasa kasihan, tidak ada hal lain lagi yang bisa membujuk orang agar berontak terhadap Tuhannya. Orang demikian dianggap bodoh dan picik, tapi tidak sulit utk menunjukkan bahwa inilah sebenarnya rahasia yang disembunyikan dalam banyak kehidupan figur2 sejarah yang terkenal.” [57]
Filsuf Denmark benar sekali. Bukannya bodoh, tapi penderita TLE biasanya malah orang2 jenius.
TLE bisa didefinisikan sebagai penyakit kreatifitas. Banyak orang berbakat dan terkenal dalam sejarah menderita TLE dan tanpa dapat dibantah mereka jadi begitu karena penyakit ini. Antara lima sampai sepuluh orang tiap 1.000 orang penderita TLE. Memang tidak semuanya tentu saja yang menjadi terkenal.
Steven C. Schachter, M.D. telah menyusun sebuah daftar orang terkenal dalam sejarah yang mungkin menderita TLE. Daftar ini terdiri dari para filsuf, penulis, pemimpin dunia, figur religius, pelukis, penyair, komposer, aktor dan selebriti lainnya.
“Orang jadul (jaman dulu)” tulis Schachter, “punya pikiran bahwa serangan epilepsi disebabkan oleh roh jahat atau iblis yang menyerang tubuh seseorang. Pendeta2 berusaha menyembuhkan serangan epilepsi dengan mencoba mengeluarkan iblis yang bersarang dengan doa2 dan tindakan2 magis. Takhyul ini ditentang oleh dokter jadul seperti Atreya di India dan belakangan oleh Hippocrates di Yunani, keduanya menyadari bahwa serangan itu adalah sebuah disfungsi otak bukannya kejadian supernatural.” Lebih lanjut dikatakan, “serangan epilepsi punya kekuatan dan simbolisme yang, secara sejarah, telah mendorong sesuatu yang berhubungan dengan kreatifitas atau kemampuan kepemimpinan yang tidak biasa. Para akademisi telah lama terkesan oleh bukti bahwa para nabi2 dan orang2 suci, pemimpin politik, filsuf dan banyak lagi yang telah mencapai kebesaran mereka dalam bidang seni dan sains, menderita epilepsi.” [58]
Aristoteles, yang pertama menghubungkan epilepsi dengan kejeniusan, dia bilang bahwa Socrates juga menderita epilepsi.
Dr. Jerome Engel menganggap hubungan epilepsi dan kejeniusan sebagai sebuah kebetulan belaka. [59] Schachter melanjutkan: “Yang lainnya tidak setuju itu, mereka bilang telah menemukan hubungan antara epilepsi dan bakat dalam beberapa orang. Eve LaPlante dalam bukunya Seized, menulis bahwa aktivitas otak tidak normal yang ditemukan dalam area temporal lobe (complex partial) epilepsi memainkan peran dalam pemikiran kreatif dan penciptaan karya seni. Neuropsychologist Dr. Paul Spiers berkeras: “Kadang hal yang sama yang menyebabkan epilepsi menyebabkan juga timbulnya bakat. Jika anda merusak sebuah area otak pada saat yang tepat diawal kehidupan anda, area yang berhubungan dengan sisi lainnya punya kesempatan utk berkembang lebih cepat utk mengkompensasi hal itu.”[60]
Ini teori yang menarik. Jika Spiers benar, bukanlah TLE yang menyebabkan jenius atau kreativitas tapi reaksi otak yang mengkompensasi kerusakan yang timbul oleh TLE lah yang menyebabkannya.
Berikut adalah daftar pendek orang2 jenius yang Schachter percaya menderita penyakit epilepsi.
Alexander the Great: Raja Macedonia yang diabad ketiga SM menaklukan hampir seluruh dunia yang dikenal saat itu.
Julius Caesar: jendral brilian dan politisi hebat.
Napoleon Bonaparte: figur militer brilian lainnya.
Harriet Tubman: Wanita negro yang memimpin ratusan budak belian dari Amerika Selatan menuju kemerdekaan di Kanada. Dia dikenal sebagai “Musa kaumnya”.
Sanot Pauusl: Penginjil kristen terbesar, dimana tanpa dia kekristenan mungkin tidak akan mencapai Eropa dan menjadi Agama Dunia.
Joan of Arc: Anak petani yang tidak berpendidikan disebuah dusun terpencil abad pertengahan Perancis yang mengubah jalan sejarah lewat kemenangan2 militernya yang menakjubkan. Dari umur 13 Joan melaporkan kejadian2 ekstatik yang mana dia melihat kilatan cahaya, mendengar suara2 para santo/santa dan mendapat penglihatan malaikat2.
Alfred Nobel: Ahli kimia Swedia dan industrialis yang menciptakan dinamit dan mendanai Hadiah Nobel.
Dante: Penulis dari La Divina Comedia;
Sir Walter Scott: Salah satu figur literatur jaman Romantik; abad 18.
Jonathan Swift: Satiris dari Inggris, penulis dari Gulliver's Travels.
Edgar Allan Poe: Penulis Amerika abad 19.
Lord Byron, Percy Bysshe Shelley, dan Alfred Lord Tennyson: tiga dari penyair Roman Inggris terkenal,
Charles Dickens: Penulis jaman Victoria, diantaranya buku klasik seperti A Christmas Carol dan Oliver Twist.
Lewis Carroll: Penulis dari Alice's Adventures in Wonderland yang mungkin menulis mengenai pengalamannya ketika mendapat serangan TLE. Sensasi tsb mengawali petualangan dari Alice – merasa seperti jatuh kesebuah lubang merupakan salah satu ciri tipikal/khas bagi orang2 yang terserang TLE.
Fyodor Dostoevsky, Novelis Rusia, penulis novel klasik seperti Crime and Punishment dan The Brothers Karamazov, dianggap telah membawa kejayaan novel Barat kepuncaknya.
Muhammad mungkin mendapat serangan TLE pada umur lima tahun. Dostoevsky mendapat serangan tsb ketika berumur sembilan. Setelah mendapat remisi/pengampunan, sampai diumur 25, dia terus mendapat serangan epilepsi tiap beberapa hari sekali, berfluktuasi dalam perioda sedang hingga parah, yang kemudian berubah menjadi perasaan sedih dan takut yang dalam. Pengalaman2nya ini mirip dengan pengalaman dari Muhammad, yang mana mendapat penglihatan neraka yang mengerikan, penuh dengan kutukan dan gambaran2 keji dari penyiksaan. Ini beberapa contoh apa yang Muhammad lihat:
Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang
sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): "Rasailah azab yang membakar ini" (Q 22.19-22)
Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (Q 23.103-104
Dostoevsky juga melihat cahaya menyilaukan. Lalu dia akan menjerit dan hilang kesadaran beberapa detik. Kadang epilepsi ini membuat kejutan disepangjang otak, menghasilkan serangan tonic-clonic sekunder. Setelah itu dia tidak bisa mengingat kejadian2 dan pembicaraan2 yang terjadi selama serangan tsb, dan dia sering merasa depresi, bersalah dan gampang marah selama berhari2 kemudian.
Count Leo Tolstoy: Penulis Abad 19 dari Rusia, karyanya Anna Karenina dan War and Peace, juga diperkirakan punya epilepsi.
Gustave Flaubert: nama besar lain dalam bidang literatur. Jenius dari Perancis abad 19 ini menulis maha karya seperti Madame Bovary dan A Sentimental Education. Menurut Schachter, “serangan terhadap Flaubert sangat khas, dimulai dengan perasaan seakan-akan mau mati, setelah mana dia merasa tidak aman dalam dirinya, seakan-akan telah dipindahkan kedimensi lain. Dia menulis bahwa tiap serangan epilepsinya ‘seperti pusaran ide dan gambar2 dalam otaknya, dimana selama itu dia merasa kesadarannya terbenam ketengah2 badai.’ Dia mengeluh, mendapatkan sentakan memori, melihat halusinasi2 mengerikan, mulutnya berbusa, tangan kanannya bergerak sendiri, ia berada dalam kondisi seperti ini sekitar 10 menit, lalu muntah.”
Dame Agatha Christie: Penulis novel misteri juga dilaporkan punya epilepsi.
Truman Capote: Penulis orang Amerika, In Cold Blood dan Breakfast at Tiffany’s.
George Frederick Handel: Komposer baroque terkenal the Messiah.
Niccolo Paganini: salah seorang violinis terbesar.
Peter Tchaikovsky: Komposer Rusia terkenal akan ballet Sleeping Beauty dan The Nutcracker.
dan
Ludwig van Beethoven: Salah seorang komposer klasik paling besar.
Schachter bilang, “ini Cuma contoh2 dari banyak lagi orang2 terkenal yang epilepsinya tercatat oleh sejarawan.” Malah daftar orang terkenal yang didiagnosa atau diduga punya epilepsi itu sangat panjang. Muhammad bukan satu2nya orang jahat dalam daftar ini. Kuasa imajinatifnya, depresinya, keinginan bunuh dirinya, sifatnya yang gampang marah, ketertarikannya pada agama, penglihatannya akan hari kiamat dan hidup sesudah mati, penglihatan dan pendengaran halusinasinya dan banyak lagi karakteristik psikologis dan fisik yang dapat dijelaskan dengan TLE.
Tapi, epilepsi tidak menjelaskan kekejian dari Muhammad, pembantaian2nya dan kegigihannya. Semua itu adalah hasil dari penyakit narsisistik patologisnya. Kombinasi penyakit mental dan kepribadian inilah yang membuat dia menjadi fenomena seperti sekarang ini. Muhammad memupuk pikiran2 “kemahaan”, maha agung, maha kuasa, dll. Penglihatan2 epileptik membuat dia merasa yakin akan kemahaan dia dan penglihatan2 epileptik membuat dia merasa mendapat kepastian/konfirmasi bahwa dia sungguh2 adalah nabi pilihan Tuhan. Seakan semua ini belumlah cukup, dia nikahi juga seorang wanita yang punya penyakit co-dependent, wanita yang mencari kebesaran dirinya sendiri dengan cara mengagung-ngagungkan suaminya.
Muhammad yakin akan misi nabinya. Keyakinan inilah yang mengilhami mereka yang dekat padanya dan membuat mereka yakin akan kepercayaan mereka padanya. Tapi ini tidak berarti bahwa seluruh ayat2 Qur’an ‘diturunkan’ padanya selama ‘kesurupan’ epilepsi ini. Serangan epilepsi ini mungkin berhenti ditahun2 terakhir hidupnya. Tapi, dia sendiri telah diyakinkan oleh ‘kemuliaannya’, hingga dia meneruskan saja mengucapkan ayat2 dikala situasi membutuhkannya utk itu. Sebagai seorang narsisis, dia menerima konfirmasi bagi kenabiannya dari mereka yang percaya buta padanya. Sulit utk bilang siapa yang membodohi siapa,. Muhammad yakin akan pengakuannya meskipun dia seenaknya berbohong, mengarang ayat2 ketika dia perlu, tapi, ketika orang2 juga mempercayai ini semua, dia sendiri jadi percaya juga, merasa diyakinkan. Hasilnya, dia pikir dia dikaruniai otoritas Ilahi utk menghukum mereka yang tidak setujuan dengannya. Dia merasa menjadi suara Tuhan dan menentang dia sama dengan menentang Yang Maha Kuasa. Dia merasa berhak utk berbohong. Jika dia berbohong, itu utk kebaikan dan dengan demikian dibenarkan. Ketika dia merampok dan membantai orang tak bersalah, dia melakukannya dengan kesadaran dan nurani yang jernih. Tujuan/Maksud yang dia ingin capai sedemikian besarnya hingga semua cara utk mencapai tujuan/maksud tsb dianggap olehnya sebagai sah-sah saja. Dia begitu teryakinkan oleh halusinasinya hingga dia merasa benar meski harus membunuh siapapun yang menghalanginya. Ayat2 Quran berikut ini menerangkan hal itu dengan sendirinya.
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (Q 4.14)
Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disama-ratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun. (Q 4.42)
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Q 72.23)
Seksualitas, Pengalaman Religius dan Aktivasi Hiper dari Temporal Lobe
Hadits menjelaskan banyak kelakuan seksual dari Muhammad. Apakah TLE mempengaruhi seksualitas juga? Jika iya dan jika hal itu bisa menjelaskan kebiasaan seksnya Muhammad, maka kita punya lebih dari satu bukti bahwa dia benar menderita epilepsi. Neuroscientist Rhawn Joseph menjawab demikian. Dia menulis:
Karakteristik yang tidak biasa dari sistem limbic (jaringan otak dan syaraf) taraf atas dan aktivitas temporal lobe yang rendah ikut berubah dalam hal seksualitas, seiring dengan semakin dalamnya gairah religius. Patut dicatat bahwa bukan saja para pemuka agama jaman sekarang, tapi juga pemuka agama jaman dulu, termasuk Abraham, Yakub dan Muhammad, cenderung punya seksual yang tinggi dan mengambil banyak pasangan, atau melakukan seks dengan istri2 orang lain, atau membunuh lelaki lain dengan tujuan mengambil istrinya (Muhammad, Raja Daud). Banyak nabi2 dan figur religius lain juga menunjukkan bukti adanya sindrom Kluver-Bucy, seperti memakan tahi (ezekiel) [61], juga adanya temporal lobe, hiper aktifnya jaringan otak dan epilepsi, ditambah dengan halusinasi, katalepsi, kegilaan atau kekacauan bahasa.
Dimana Musa mempunyai kesulitan hebat dalam berbicara, Muhammad, ‘utusan’ Allah, jelas menderita disleksia dan agraphic (sebuah penyakit otak yang dicirikan oleh ketidakmampuan total atau sebagian dalam hal tulis menulis). Lebih jauh lagi, dg tujuan menerima kata2 Allah, Muhammad dengan khas akan kehilangan kesadaran dan masuk dalam kondisi kesurupan (Armstrong 1994; Lings 1983). Malah, dia mendapat ‘wahyu’ pertamanya ketika dia dibangunkan dari tidur oleh malaikat jibril yang lalu menutupinya dalam sebuah pelukan yang, baginya, menyesakan dan menakutkan, berulang-ulang Jibril memerintahkan Muhammad utk mengatakan perkataan Allah, yakni Qur’an. Ini adalah pengalaman yang pertama dari banyak lagi episode-episode dimana Malaikat Jibril kadang muncul pada Muhammad dalam sebuah bentuk yang menggemparkan menurut pendapatnya.
Sejalan dengan suara “Tuhan” atau malaikatnya, Muhammad tidak hanya mengucapkan tapi dia mulai membaca dan melantunkan tema2 berbeda dari ‘perkataan Tuhan’ dalam urutan yang acak sepanjang 23 tahun dalam kehidupannya; sebuah pengalaman yang dia rasakan sangat menyakitkan dan melelahkan (Armstrong 1994; Lings 1983). Sebagai tambahan bagi kefanatikannya, Muhammad dilaporkan punya kekuatan seks sama dengan 40 lelaki, dan katanya telah meniduri sedikitnya sembilan istri dan banyak lagi selir2 termasuk juga satu anak kecil bau kencur (Lings 1983). Dalam satu peristiwa, setelah mendapat penolakan, dia kesurupan, dan lalu mengklaim bahwa “Tuhan” memerintahkan agar seorang wanita, istri anak angkatnya sendiri, harus menjadi istrinya.
Dia (Muhammad) juga dikenal gampang murka dan gampang membunuh (atau memerintahkan pembunuhan) para kafir dan pedagang dan mereka yang melawannya. Kelakuan seperti ini jika digabungkan dengan bertambahnya keinginan seksual, semangat religius yang meninggi, kondisi kesurupan, mudah berubah mood dan halusinasi penglihatan dan pendengaran akan malaikat2, pastilah menunjuk pada sistem otak dan temporal lobe yang cacat, sebuah kelainan syaraf yang mungkin bagi adanya pengalaman2 demikian. Pastilah, Muhammad juga menderita depresi yang parah dan dalam kondisi tertentu merasa ingin bunuh diri, dan memang Muhammad ingin loncat dari tebing, hanya dicegah oleh malaikat jibril angannya. [62]
Sudah menjadi kepercayaan umum bahwa Muhammad punya kekuatan seks beberapa lelaki. Kepercayaan ini berdasarkan pada beberapa hadis. Satu hadis yang diceritakan Salma, seorang pembantunya Muhammad, menceritakan: “Satu malam kesembilan istri nabi yang bersamanya sampai kematiannya (Muhammad punya juga istri2 lain yang telah dia cerai) hadir. Nabi meniduri mereka semua. Ketika dia selesai dengan satu orang, dia suka meminta aku utk membawakan dia air agar dia bisa membersihkan diri (wudhu). Saya tanya, oh rasul Allah, bukankah satu kali wudhu saja cukup? Dia menjawab begini lebih baik dan lebih bersih. [63]
Tapi, riset saya menyimpulkan bahwa klaim kejantanan Muhammad ini hanya bohong belaka, dan malah nyatanya dalam dekade terakhir kehidupannya dia sebenarnya sudah impoten. Muhammad punya libido (gairah seks) yang tinggi, yang dia coba puaskan dengan meraba-raba istri2 dan selir2nya, tanpa mampu utk melakukan hubungan seks yang sepatutnya.
Riset di Universitas Utrecht, Netherland memastikan bahwa opioid endogenous, yaitu senyawa kimia yang diproduksi otak agar kita merasa enak, bisa menambah gairah seks dan sekaligus menghilangkan kemampuan seks. [64] Dalam studi lain lagi, periset mengamati adanya aktivitas berlebihan dari opioid selama fase maniak pada pasien. [65] Sebagai seorang narsisis, mood dari Muhammad mudah sekali berubah. Kadang dia merasa euphoria dan penuh energi sementara dilain waktu dia menderita depresi berat hingga merasa ingin bunuh diri. Penemuan ini menjelaskan kenapa dia punya gairah seks yang begitu tinggi dan meski punya banyak pasangan muda, dia tetap saja tidak punya anak. Satu-satunya kesimpulan yang paling logis adalah bahwa dia tidak mampu berhubungan seks secara normal, dengan kata lain senjatanya tidak berfungsi.
Meski demikian, masih ada lubang dalam teori ini. Jika Muhammad impoten pada tahun2 terakhir kehidupannya, seperti yang saya yakini, gimana bisa dia mempunyai anak Ibrahim ketika dia berumur 60 tahun lebih? Ibrahim lahir dari Mariyah, budak Koptik yang cantik dengan rambut ikal, yang dicemburui dan tidak disukai oleh istri-istri lainnya. Saya duga anak ini bukan anak Muhammad, tapi hasil selingkuh, tadinya saya tidak punya bukti-bukti, tetapi lalu saya temukan ini.
Saya menemukan sebuah riwayat yang diceritakan oleh Ibn Sa’d, yang menceritakan seorang lelaki Koptik di Medina yang suka mengunjungi Mariyah, gosip beredar bahwa dia adalah kekasih Mariyah. Mariyah tinggal di sebuah taman di Utara Medina; ia dipindahkan kesana karena istri2 Muhammad yang lain membencinya. Gosip ini juga sampai ketelinga Muhammad yang lalu menyuruh Ali utk membunuh lelaki Koptik itu. Si lelaki ketika melihat Ali menghampirinya langsung mengangkat pakaiannya dan Ali melihat bahwa lelaki itu tidak punya aurat (alat kelamin), lalu Ali membiarkan dia hidup. [66]
Ini alibi yang sempurna sekali utk membungkam gosip itu. Aisha juga pernah dituduh selingkuh dengan Safwan, anak muda dari Medina, hal ini membuat kegemparan. Aisha menyangkal tuduhan dan bilang bahwa Safwan adalah seorang kebiri.
Cerita seorang lelaki Koptik yang menunjukkan auratnya utk membuktikan ketidak bersalahan dia jelas hanya dibuat-buat saja. Kenapa lagi sang utusan Allah ingin membunuh orang tak bersalah dan dari mana lelaki ini tahu bahwa Ali menghampiri dia utk membunuh?
Utk menutupi lebih jauh perselingkuhan dan hal memalukan yang biasanya muncul dalam kisah-kisah demikian, khususnya dalam masyarakat Chauvinistis (mengikuti garis lelaki), dimana pembunuhan demi kehormatan masih menjadi kebiasaan, Muhammad mengklaim bahwa ketika Ibrahim lahir, Jibril memberi kepastian padanya bahwa dialah ayah dari sang bayi dengan cara memberinya salam “Assalamo Alaikum ya aba Ibrahim,” (Asalamualaikum o bapaknya Ibrahim). Hadis ini mungkin juga dikarang belakangan, dikarang utk mengakhiri gosip yang masih beredar. Kenapa Muhammad merasa perlu menceritakan tentang konfirmasi Jibril ini? Bukankah ini memberitahu kita bahwa Muhammad juga sebenarnya curiga dan kisah Jibril memanggilnya Bapak Ibrahim (aba Ibrahim) adalah untuk menghentikan gosip tsb? Trik ini mungkin berhasil. Muhammad sendiri, sebagai seorang narsisis, adalah seorang ahli tipuan, baik menipu diri sendiri maupun orang lain. Dia sering percaya apapun yang dia ingin percaya. Dia dilaporkan menangis ketika Ibrahim meninggal pada umur 16 bulan.
Tapi, meski fakta bahwa Mariyah adalah satu2nya wanita yang melahirkan anak lelaki bagi Muhammad ketika ia lewat umur 60 tahun, dan mungkin Mariyah lebih cantik dari istri-istri lainnya, Muhammad tetap saja tidak menikahi dia.
Ibn Sa’d menceritakan bahwa ketika Ibrahim lahir, Muhammad membawanya pada Aisha dan berkata, “Lihat betapa dia mirip denganku.” Aisha menjawab, “Tak kulihat kemiripannya denganmu.” Muhammad bilang, tidakkah kau lihat pipinya yang tembem dan putih? Aisha lalu menjawab, “Semua bayi yang baru lahir yang minum susu punya pipi tembem.” [67]
Pernyataan bahwa Muhammad punya kekuatan seks empat puluh lelaki adalah bohong, sengaja diciptakan utk menutupi fakta bahwa dia sebenarnya impoten. Muhammad punya tujuh anak dengan Khadijah, yang sudah berumur empat puluh tahun ketika dinikahinya. Anak-anak ini didapat ketika Muhammad berumur 25 sampai 35 tahun. Tapi, tak seorangpun dari istri dan selir mudanya, yang jumlahnya lebih dari dua puluh, mendapatkan anak dari dia selama sepuluh tahun terakhir hidupnya.
“Disfungsi ereksi dengan gairah seks yang tetap ada pada lelaki yang mengidap epilepsi telah diketahui kebenarannya oleh para periset sejak tahun 1950,” kata Gastaut.[68] Dan Pritchard mengatakan bahwa hyperprolactinemia yang dihasilkan dari serangan CP diketahui menyebabkan disfungsi seksual pada pria dengan epilepsi.[69]
Kita baca sebelumnya bahwa Muhammad membayangkan melakukan seks ketika kenyataannya dia tidak melakukan itu. Juga ada hadis yang menceritakan bahwa dia tidak melakukan seks dengan istri-istri nya tapi hanya meraba-raba mereka saja. Dia mengunjungi mereka, kadang semuanya dalam satu malam, melakukan pemanasan tapi tidak pernah terjun dalam permainan sesungguhnya. Aisha melaporkan, “Tak seorangpun dari kalian punya kekuatan utk mengontrol nafsunya seperti sang nabi karena dia bisa meraba-raba istri-istrinya tapi tidak melakukan hubungan seks.”[70] Aisha hanya anak kecil. Dia mungkin tidak tahu bahwa suami bangkotannya tidak melakukan kontrol nafsu melainkan tidak mampu. Ditempat lain dia berkata, “Aku tidak pernah melihat atau menyaksikan aurat dari sang nabi.”[71] Saya biarkan pembaca membayangkan sendiri kenapa. (karena kecil sekali hingga tidak kelihatan, penerjemah. He he he orang Arab kok penisnya kecil).
Ini bukan berarti bahwa Muhammad tidak punya gairah seks. Dia tidak mau ketinggalan melakukan seks. Gairah seksnya yang tidak terpuaskan hanya menimbulkan kecurigaan bahwa meski begitu banyak wanita dalam haremnya, dia masih saja kelaparan seks. Ada hadis yang menceritakan ketika dia merampok kota Bani Jaun, seorang anak perempuan yang dipanggil Jauniyya ditemani dengan perawatnya dibawa kehadapan Muhammad. Nabi bilang padanya, “Berikan dirimu sebagai hadiah.” (Dalam istilah jaman sekarang: saya ingin berseks denganmu). Anak perempuan itu menjawab, “Bisakah seorang putri raja memberikan dirinya pada orang biasa-biasa saja?” Muhammad lalu mengangkat tangan utk memukulnya, ketika anak itu berteriak, “Aku minta pertolongan Allah darimu,” dan dia berhenti.[72] Umur anak perempuan ini tidak disebutkan tapi kita hanya bisa mengira pastilah masih sangat muda karena masih perlu perawat.
Anda bisa bilang, semua ini cuma spekulasi, tapi ada satu hadis yang tanpa keraguan lagi ada fakta bahwa Muhammad itu impoten. Ibn Sa’d mengutip gurunya Waqidi, yang berkata: “Rasul Allah suka berkata bahwa aku adalah orang yang lemah seks. Lalu Allah memberiku satu periuk daging matang. Setelah aku memakannya, kudapatkan kekuatan kapanpun aku ingin berhubungan seks.”[73]
Ini adalah pengakuan dari mulut sang Nabi sendiri. Terserah anda apa mau percaya dongeng bahwa Allah begitu perhatian akan kekuatan seks nabinya hingga mengirim makanan penguat kejantanan utk menyembuhkan impotensi atau menyimpulkan bahwa nabi chauvinis megalomaniak kita ini, seperti juga kebanyakan orang Arab lainnya, yang menganggap kekuatan seks sebagai lambang kejantanan dan terus menerus membanggakan hal tersebut, hanya seorang yang besar mulut dan mencoba menyembunyikan impotensinya.
Dalam hadis lain Muhammad berkata, “Jibril membawakanku makanan satu periuk. Kumakan makanan itu dan kekuatan seks ku bertambah menjadi sama dengan empat puluh orang.[74]
Dongeng ini, seperti juga kisah-kisah lain dalam hadis, dikarang utk menyembunyikan fakta bahwa Muhammad tak mampu secara seksual. Seorang narsisis dengan ego begitu melangit tidaklah mungkin mau terlihat sebagai seorang yang impoten.
TLE adalah penyakit bermuka banyak
Secara klinis, penderita TLE sering didiagnosa mempunyai penyakit psikiatris yang bermacam-macam, termasuk schizophrenia dan penyakit muka dua karena banyaknya gejala2 termasuk gampang marahnya sang penderita.
Schizophrenia: Muhammad mungkin juga menderita schizophrenia. Beberapa gejala dari schizophrenia yang mungkin bisa ditelusuri pada Muhammad adalah:
· Delusi, kepercayaan pribadi yang palsu yang dipegang erat meski alasan atau bukti-bukti menunjukkan sebaliknya, tidak terjelaskan oleh konteks budaya orang tsb.
· Halusinasi, persepsi (bisa suara, penglihatan, sentuhan, penciuman atau rasa) yang muncul ketika tidak adanya rangsangan luar yang sebenarnya (halusinasi pendengaran adalah yang paling biasa terjadi dalam halusinasi pada orang schizophrenia.)
· Kacaunya pemikiran dan tingkah laku.
· Kacaunya ucapan
· Tingkah laku agresif atau kekerasan
· Gelisah
· Kelakuan katatonik, dimana orang tsb tubuhnya bisa kaku dan tidak responsif.[75]
Pemikiran Muhammad yang kacau bisa dilihat sepanjang ciptaanya, Qur’an. Dia juga keji dan sering gelisah. Dalam sepuluh tahun saja, dia melakukan tujuh puluh peperangan, semuanya semacam perampokan. Sedang untuk kelakuan katatoniknya, sebuah sindrom yang sering terlihat pada orang schizophrenia, dicirikan dengan kakunya otot dan pingsan secara mental, cukup kita dengar dari Ali, yang berkata, “ketika dia berjalan dia mengangkat kakinya dengan kaku, seakan berjalan naik. Ketika berpaling dia memutar seluruh tubuhnya.”[76]
Penyakit Bipolar: Muhammad mungkin juga menderita manic-depressive (nama yang lebih populer utk Bipolar). Penyakit ini menyebabkan mood yang cepat berubah – dari sangat “tinggi” dan/atau gampang marah ke sedih dan putus asa, lalu kembali lagi menjadi gampang marah, sering diselingi dengan mood yang normal diantaranya. Perioda tinggi dan rendah ini disebut episode mania dan depresi. Perubahan mood yang ekstrim yg dijelaskan dengan perioda kelakuan even-keel ini mencirikan penyakit demikian.
Ciri dari Bipolar adalah: gampang marah, harga diri yang berlebihan, berkurangnya kebutuhan tidur, bertambahnya energi, pemikiran berloncatan, perasaan lemah, penilaian yang lemah, dorongan seksual meninggi dan penyangkalan bahwa segalanya salah, merasa putus asa, tidak berharga, atau melankoli, lelah, punya pikiran utk mati atau bunuh diri dan berusaha utk bunuh diri.
Ibn Sa’d melaporkan sebuah hadis yang bisa diartikan sebagai sebuah gejala penyakit bipolar. Dia menulis: “Kadang nabi suka puasa berlebihan, seakan dia tidak mau mengakhiri puasanya dan kadang tida tidak berpuasa begitu lama hingga orang pikir tidak tidak mau puasa sama sekali.”[77]
Orang pertama yang curiga bahwa Muhammad menderita epilepsi adalah Halima, atau suaminya, ketika Muhammad berumur lima tahun. Theopanes[78], (752-817) seorang sejarawan Byzantine, adalah akademisi pertama yang mengklaim bahwa Muhammad menderita epilepsi. Sekarang, kita banyak tahu tentang epilepsi dan bisa memastikan pengakuan ini. Tapi, narsisisme sebagai sebuah sikap cinta diri sendiri menjadi bagian dari istilah psikiatris ketika Freud menyatakan dalam penemuan patologinya tahun 1914. Konsepnya akan sebuah ego-ideal – sebuah gambar diri yang mewujudkan harapan tertinggi seseorang dan perannya dalam penghargaan diri menjadi penentu penyakit Narsisistik ini. Ide ini dikembangkan lebih jauh oleh Annie Reich (1902-1971) yang membuat regulasi penghargaan diri menjadi sentral terhadap konsep narsisisme dan membentuk kembali narsisisme patologis sebagai sebuah usaha berlebihan bagi pertahanan diri sebagai respon karena rendahnya harga diri tsb. Dg demikian narsisisme adalah relatif sebuah pendatang baru masuk kedalam daftar penyakit mental. Hal ini belum sepenuhnya dipastikan sampai akhir tahun 80an. Dalam pandangan saya, hubungan antara Muhammad dan NPD yang dibuat dalam buku ini, adalah yang pertama dilakukan. Saya telah menulis banyak artikel tentang hubungan ini sejak 1998. Tapi, buku ini memberikan bukti2 lebih kuat sampai saat ini.
Berdasarkan penemuan ini, jelas bahwa Muhammad paling mungkin menderita berbagai jenis penyakit kepribadian dan mental. Menurut Occam’s Razor, seseorang tidak harus membuat asumsi lebih dari yang minimum diperlukan utk menjelaskan sesuatu. Jika TLE dan NPD dapat menjelaskan kelakuan dan perwujudan dari Muhammad, untuk apa bersandar pada metafisik, sim salabim dan penjelasan mistik yang tidak berdasar lain? Sekarang kita punya bukti sains bahwa otak Muhammad itu sakit, sesuatu yang telah diketahui oleh orang2 sejamannya sendiri. Sialnya, mereka menyerah pada kekejaman Muhammad dan suara mereka dibungkam.
Sangat ironis bahwa lebih dari satu milyar orang bersandar pada seorang gila sebagai nabi mereka dan mencoba meniru dia dalam segala hal. Tidak heran dunia muslim semakin lemah. Tindakan para muslim hanya bisa disebut sebagai kegilaan. Ini karena mereka secara mental sudah tidak benar, karena mereka punya seorang yang mentalnya terganggu sebagai suri tauladan dan petunjuk jalan. Jika orang waras mengikuti orang tidak waras mereka jadi tidak waras juga. Ini mungkin, tragedi terbesar sepanjang masa. Sebuah kegilaan yang begitu kolosal besarnya adalah sesuatu yang menjijikan.
[1] Sahih al-Bukhari, Volume 6, Book 60, Number 448:
[2] Sahih al-Bukhari Volume 1, Book 1, Number 2
[3] Bukhari Volume 1, Book 1, Number 3:
[4] Sahih Muslim Book 001, Number 0301:
[5] Tabari VI:67
[6] Sahih Bukhari Volume 9, Book 87, Number 111
[7] Tirmidhi Hadith, Number 1524
[8] Sira Ibn Ishaq, p. 105
[9] Sahih Bukhari Volume 2, Book 22, Number 301
[10] Sahih Bukhari Volume 7, Book 71, Number 660:
[11] Sahih Muslim Book 007, Number 2654:
[12] Sahih Bukhari Volume 6, Book 60, Number 451:
[13] Bukhari Volume 6, Book 60, Number 478
[14] Sira Ibn Ishaq p. 106
[15] Often mischievous form of spirits in Arab mythology, capable of appearing in human and animal forms.
[16] Scott Atran, NeuroTheology: Brain, Science, Spirituality, Religious Experience by Chapter 10 http://jeannicod.ccsd.cnrs.fr/docs/00/05/32/82/RTF/ijn_00000110_00.rtf
[17] Qur’an, 72:8; 37:6-10; 63:5.
[18] Muhammad Husayn Haykal (1888, 1956): The Life of Muhammad, translated by Isma'il Razi A. al-Faruqi. ISBN: 0892591374 Chapter 8: From the Violation of the Boycott to al Isra'.
[19] /www.mental-health-matters.com/articles/article.php?artID=92
[20] http://samvak.tripod.com/journal71.html
[21] www.emedicine.com/NEURO/topic365.htm
[22] Kennedy: Arch Int Med 1911 viii p317.
[23] Sirat Rasoul p. 77
[24] www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001399.htm
[25] www.epilepsy.dk/Handbook/Mental-complications-uk.asp
[26] Ibid.
[27] Qur’an, 42:7. The same claim is made in Qur’an, 6:92
[28] “Nay, it is the Truth from thy Lord, that thou mayest admonish a people to whom no warner has come before thee: in order that they may receive guidance.”(Qur’an 32:3) and In order that thou mayest admonish a people, whose fathers had received no admonition, and who therefore remain heedless (of the Signs of Allâh). (Qura’an, 36:6)
[29] A.S. Tritton, Islam: Belief and Practice 1951, p. 16.
[30] Sahih Bukhari Volume 2, Book 22, Number 301.
[31] Bukhari, Volume 4, Book 56, Number 763.
[32] Qur’an: Sura 13, Verse 62
[33] The allusion is to Surah 40:46, ‘Cast the family of Pharaoh into the worst of all punishments
[34] Sahih Bukhari Volume 1, Book 6, Number 301 reports Muhammad saying “I have seen that the majority of the dwellers of Hell-fire were you (women)." They asked, "Why is it so, O Allâh's Apostle ?" He replied, "You curse frequently and are ungrateful to your husbands. I have not seen anyone more deficient in intelligence and religion than you. A cautious sensible man could be led astray by some of you." The women asked, "O Allâh's Apostle! What is deficient in our intelligence and religion?" He said, "Is not the evidence of two women equal to the witness of one man?" They replied in the affirmative. He said, "This is the deficiency in her intelligence. Isn't it true that a woman can neither pray nor fast during her menses?" The women replied in the affirmative. He said, "This is the deficiency in her religion."
[35] Some years later in Medina Muhammad fell in love with Zayd’s wife and made his lust known. Zayd felt compelled to divorce his wife so Muhammad could marry her.
[36] www.emedicine.com/neuro/topic658.htm
[37] Newsweek May 7, 2001, U.S. Edition; Section: SCIENCE AND TECHNOLOGY; Religion And The Brain By Sharon Begley With Anne Underwood
[38] http://web.ionsys.com/~remedy/Persinger,%20Michael.htm
[39] Ken Hollings http://www.channel4.com/science/microsites/S/science/body/exorcism.html
[40] www.laurentian.ca/neurosci/_research/tectonic_theory.htm
[41] Ken Hollings http://www.channel4.com/science/microsites/S/science/body/exorcism.html
[42] Ibid
[43] How We Believe, 2000, Michael Shermer p.66
[44] www.physorg.com/news77992285.html
[45] http://www.tamu.edu/univrel/aggiedaily/news/stories/04/070104-3.html
[46] National Geographic: “Did Animals Sense Tsunami Was Coming?” http://news.nationalgeographic.com/news/2005/01/0104_050104_tsunami_animals.html
[47] Bukhari:Volume4, Book 54, Number 440
[48] [48] Platt, Charles. (1980). Dream Makers: The Uncommon People Who Write Science Fiction. Berkley Publishing. ISBN 0-425-04668-0
[49] Ibid
[50] Divine Invasion , A Life of Philip K. Dick by Lawrence Sutin p.264
[51] Ibid. p.269
[52] www.pbs.org/wgbh/nova/transcripts/2812mind.html
[53] Acts 9:1-9.
[54] 2 Corinthians 12 7-9
[55] Seized: Temporal Lobe Epilepsy as a Medical, Historical, and Artistic Phenomenon, (HarperCollins, 1993, 2000),
[56] Ezekiel 1:4-9
[57] www.utas.edu.au/docs/humsoc/kierkegaard/docs/Kierkepilepsy.pdf
[58] www.epilepsy.com/epilepsy/famous.html
[59] Dr. Jerome Engel, Professor of Neurology at the University of California School of Medicine and author of the book Seizures and Epilepsy:
[60] www.epilepsy.com/epilepsy/famous.html
[61] Muhammad malah memberi saran utk meminum air kencing onta utk sakit perut. Dia mestinya telah meminumnya juga.
[62] The Limbic System And The Soul From: Zygon, the Journal of Religon and Science (in press, March, 2001) by Rhawn Joseph, Ph.D. http://brainmind.com/BrainReligion.html
[63] Tabaqat Volume 8, Page 201
[64] W. R. Van Furth, I. G. Wolterink-Donselaar and J. M. van Ree. Department of Pharmacology, Rudolf Magnus Institute, University of Utrecht, The Netherlands http://ajpregu.physiology.org/cgi/content/abstract/266/2/R606
[65] W. R. Van Furth, I. G. Wolterink-Donselaar and J. M. van Ree. Department of Pharmacology, Rudolf Magnus Institute, University of Utrecht, The Netherlands http://ajpregu.physiology.org/cgi/content/abstract/266/2/R606
[66] Tabaqat,. Volume 8, Page 224
[67] Tabaqat Volume I, page 125
[68] Gastaut H: So-called psychomotor and temporal epilepsy: a critical study. Epilepsia 1953; 2: 59-76.
[69] Pritchard P: Hyposexuality: a complication of complex partial epilepsy. Trans Am Neurol Assoc 1980; 105: 193-5.
[70] Sahih Bukhari Volume 1, Book 6, Number 299.
[71] Tabaqat Volume 1, page 368
[72] Bukhari Volume 7, Book 63, Number 182:
[73] Tabaqat Volume 8, Page 200
[74] Tabaqat Volume 8, Page 200
[75] www.emedicinehealth.com/schizophrenia/article_em.htm
[76] The Book of Merits (manaqib) in Sunan Imam at-Tirmidhi. www.naqshbandi.asn.au/description.htm
[77] Tabaqat, Volume 1, Page 371
[78] Theophanes, 1007, Chronographia, vol. 1, p334
Tidak ada komentar:
Posting Komentar