Oleh : Redaksi 06 Mar 2009 - 6:00 pm
Bandingkan. Selama pemerintahan Presiden George Walker Bush dengan visinya terhadap solusi atas konflik di Palestina, berbentuk dua negara 'Palestina-Israel' yang akan hidup berdampingan secara damai, akhirnya hanya sebuah utopia belaka. Dan, selama pemerintahan Presiden Bush, Menlu AS, Condoleeza Rice, tak kurang dari 24 kali melakukan kunjungan ke Yerusalem dan Ramallah, dua wilayah yang sekarang ini, diduduki atau dijajah Israel. Kunjungan itu, tak dapat merealisasikan apapun yang menjadi visi Presiden Bush, sampai akhir masa jabatannya. Pada akhirnya cerita yang pernah dibuat Bush dengan visinya, yang menciptakan dua negara "Palestina dan Israel', yang hidup berdampingan secara damai, tak lain adalah kebohongan besar. Karena, hakikatnya AS, tak memiliki kekuatan yang dapat memaksa Israel, melaksanakan visi dari pemerintahan Presiden Bush, dan semuanya itu hanyalah basa-basi, dan mengulur-ulur waktu, sampai berganti presiden berikutnya. Kemudian, di masa pemerintahan berikutnya, tentu akan diulang kembali 'cerita' yang mirip sebuah khayalan, dan meninabobokkan rakyat Arab, sampai seluruh tanah Palestina di duduki dan dikuasai Israel. Dan, kebohongan itu diulangi lagi oleh mantan Senator dari New York, Hillary Clinton, yang menjual 'dagangan' tentang dua negara 'Palestina-Israel', dan skenario hidup berdampingan secara damai, yang di kalangan para pemimpin dan rakyat Israel, gagasan itu sudah ditolak dan dianggap mati. Bagi para pemimpin Israel, yang sekarang ini dikuasai partai-partai sayap kanan, dan rakyat Israel mendukungnya, visi dua negara 'Palestina-Israel', sudah tidak memiliki landasan politik. Kemenangan kelompok sayap kanan adalah sebuah fakta yang menolak segala bentuk negosiasi dengan berbagai kelompok di Palestina. Dan, selama ini Washington selalu tunduk dengan rejim Zionis-Israel, tak pernah mengakomodasi aspirasi rakyat Palestina. Ketika, rejim Zionis-Israel melakukan agresi militer ke Gaza, tak ada sedikitpun dari para pemimpin AS yang memberikan komentar. Presiden Bush yang menjelang akhir kekuasaannya, justru mendukung agresi militer Israel ke Gaza, dan Obama, hanya menyatakan memahami atas agresi Israel ke Gaza, yang bertujuan menghentikan tindakan serangan roket Hamas ke wilayah Israel - Sderot. Zionis-Israel membunuhi ribuan rakyat Palestina, dah menghancurkan segala sesuatu yang ada di wilayah itu, kemudian AS dan masyarakat internasional sibuk membela Israel, sambil membujuk dunia Arab dan rakyat Palestina, sambil mengucurkan bantuan. Sesudah itu, segala cerita kesengsaraan dan pembantaian dianggap selesai. Sekarang ini, ketika pemerintah Israel melakukan pengusiran terhadap ribuan penduduk Arab yang tinggal di Yerusalem, tak ada komentar apapun yang dibuat pemerintah AS. Zionis-Israel mengintensifkan pembangunan pemukiman baru di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem yang penduduknya sudah diusir oleh Israel. Jika AS serius dan mempunyai komitmen mendukung ide dua negara, tentu pemerintahan Obama tidak akan membiarkan rejim Zionis-Israel membangun pemukiman baru di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem. Tapi, faktanya pemerintah Amerika terus mendorong perluasan pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan. Ketika melakukan kunjungan ke Yerusalem, dan Hallary bertemu dengan sejumlah tokoh politik, termasuk dengan calon perdana menteri Israel yang baru, Benyamin Netanyahu, saat itu dengan nada yang tegas Hallary mengatakan, AS akan tetap melindungi keamanan Israel. Apakah AS dan Obama masih dapat berpikir jernih dan objektif, khususnya dalam memandang soal Palestina? AS sangat serius memperhatikan keamanan Israel, akibat serangan roket Hamas, yang dibikin dari besi 'rongsokan', yang tidak mempunyai efek apa-apa, sementara senjata yang dikirimkan AS kepada Israel, berupa pesawat F.16 dan helikopter Apache, serta senjata pembunuh massal lainnya, yang digunakan membunuhi ribuan rakyat sipil Palestina, sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari Obama. Lebih dari 1300 yang tewas dan 6000 orang Palestina yang luka, dan ribuan bangunan yang hancur, tapi sama sekali tidak mendapatkan perhatian apapun. Inikah pemerintahan AS yang beradab, dan menganut demokrasi? Jadi, pemeritahan AS, dibawah Obama, dan Hillary sebagai operatornya di bidang kebijakan luar negeri AS, menunjukkan langkah-langkah yang nampak lebih jelas, ingin menjadikan Gaza sebagai 'kamp konsentrasi', seperti yang dibikin zamannya Nazi terhadap orang Yahudi dahulu. Dan, sekarang menjadi korbannya adalah orang-orang Palestina, dan yang menjadi tukang 'jagal'nya adalah Israel dan AS. Tak mungkin AS akan memperbaiki nasib orang Islam di Palestina, semua itu hanyalah kebohongan besar. Lihatlah, Knesset (Parlemen) Israel telah dikuasai oleh mayoritas orang fascist tulen, dari Partai Likud dan Yisrael Beitenu, yang sangat rasialis dan anti-Arab. Dan, pemimpin baru Israel, selalu mengatakan tidak akan ada negara Palestina yang berdaulat. Dan, Menlu AS, Hillary R.Clinton, selalu mengatakan akan bekerjasama dengan pemerintah baru. Artinya, tidak perlu bermimpi akan jualan Hllary dengan cerita dua negara 'Palestina-Israel', karena itu tak akan pernah terwujud, selama rejim Zionis-Israel masih bercokoh di tanah Palestina. (m/pic/eramuslim) |
Jumat, 06 Maret 2009
Amerika Serikat Adalah Israel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar