Sabtu, 15 Maret 2008

Kehidupan Seks Para Paus Dalam 2000 Tahun Terakhir


suarasurabaya.net| Judul Buku : Rahasia Kehidupan Seks Para Paus
Judul asli : Sex Lives of The Popes
Penulis : Nigel Cawthorne
Penerbit : Alas
Penerbit asli : Carlton Books London

Penerbitan buku ini tidak lebih adalah hanya sebuah upaya untuk menghadirkan bacaan yang belum pernah ada. Tanpa bermaksud melibatkan unsur ideologis maupun teologi tertentu.

Seperti komentar The Mail on Sunday dalam cover buku, Rahasia Kehidupan Seks Para Paus ini hanya akan lebih banyak menyenangkan pembaca ketimbang menyinggungnya. St Agustinus Soliloquies menilai Rahasia Kehidupan Seks Para Paus memperlihatkan tidak ada yang begitu kuat menjatuhkan jiwa seorang laki-laki melebihi belaian perempuan. (Penerbit Alas)

Sinopsis :
Selama 2000 tahun terakhir ini, para paus telah menetapkan agenda seksual bagi hampir seperempat penduduk dunia. Tetapi, sementara mengkhotbahkan kesucian dari sebuah tempat yang tinggi, banyak yang melakukan sesuatu yang merisaukan.

Sebagai lelaki paling berkuasa di bumi dan penghubung langsung dengan Tuhan, segera tampak bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mengatakan kepada mereka bagaimana seharusnya bersikap ketika sampai pada persoalan godaan tubuh.

Dalam buku Rahasia Kehidupan Seks Para Paus ini, Nigel kontributor untuk harian-harian bergengsi di Inggris dan Amerika, dengan gaya setengah bercerita menjabarkannya dalam 19 seri mulai kejadian di Uskup Roma hingga cerita Sri Paduka Paus George Ringo.

Di halaman 71, tentang "Pesta Seks Roma" dikisahkan Yohanes XII (955-964) seorang biseks yang tidak pernah puas dalam seksnya dan mengumpulkan para bangsawan muda yang paling lemah dari dua jenis kelamin. Dia dituduh menjalankan sebuah rumah pelacuran dari dalam Gereja St Petrus. Para kekasihnya diberi piala emas yang digunakan dalam misa suci dari Gereja St Petrus. Daftar tuduhan lainnya, dia konon memiliki perjanjian dengan iblis dan mendapatkan kekayaan dari setan, melakukan inses dengan ibunya dan mencabuli para perawan suci yaitu biarawati dan melakukan perzinahan.

Mengenai pornografi kepausan, dalam seri 12, Nigel memilih masa Renaisans dimana para paus menjadi pendukung kuat seni dan karya tulis. Di masa itu, Martinus V mempekerjakan penulis mesum Poggjo Bracciolini sebagai sekretaris kepalanya, yang terkenal karena koleksi cerita-cerita cabul di mejanya di kantor kepausan.

Martinus V tidak malu ketika tiba pada persoalan sebuah cerita mesum karya Bracciolini. Dalam sebuah surat kepada seorang teman, Bracciolini berkata bahwa paus "sangat terhibur ketika kepada seorang kepala biara pria berkata kepadanya bahwa dia punya lima anak laki-laki yang akan berperang demi dia. Pada saat itu kabarnya : "Hampir tidak mungkin ada seorang pun dari seribu pendeta yang bisa ditemukannya dalam keadaan suci. Semuanya hidup dalam persetubuhan atau kumpul kebo atau sesuatu yang lebih buruk ", halaman 149.

Deskripsi :
Buku ini paling laris di Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika. Sudah diterjemahkan ke dalam 26 bahasa dan Sex Lives of The Popes dinobatkan sebagai "buku paling kontroversial sepanjang tahun" oleh surat kabar Guardian London saat kali pertama diterbitkan tahun 2004.

Buku ini paparan cerdas dan merupakan penyingkapan humoris tentang kehidupan seks paus mulai dari kepausan di Avignon sampai skandal para paus Borgia di Roma. Bagi mereka yang penasaran dengan kehidupan para paus selama 2000 tahun terakhir ini, akan mendapatkan bacaan menarik dari buku ini.


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

Selasa, 11 Maret 2008

KDNY (kabar dari new york) : Noor, Sang cahaya!


Katagori : Muslim Convert News
Oleh : Redaksi 08 Mar 2008 - 2:29 pm

KDNY (Kabar Dari New York):
imageimageLulusan universitas Arizona yang mengambil Liberal Studies ini mengaku tertarik pada Islam. Diam-diam ia merasakan, hatinya begitu 'tertambat' pada Islam.

Awal Pebruari lalu masih terasa dingin. Salju di kota Manhattan, New York, cukup tebal. Sementara kota "never sleep", tetap ramai di akhir pekan, Sabtu 2 Pebruari, ketika itu.

Islamic Cultural Center of New York, sebagaimana biasanya juga tetap menjalankan aktifitas hariannya sebagaimana biasa. Sabtu, kali itu tetap menjadi hari weekend school, short lecture, dan tidak kalah pentingnya kelas khusus untuk non-Muslims maupun mereka yang baru saja menerima Islam sebagai jalan hidup mereka.

Seperti biasa, saya datang agak terlambat. Kebetulan setiap Sabtu pagi ada kegiatan lain yang perlu diselesaikan. Rata-rata, saya tiba di Islamic Center setelah jam 11 pagi. Ketika saya melewati resepsionis, saya ditegur oleh penjaga bahwa sudah ada yang menunggu di ruang konferensi (conference room).

"A lady is waiting for you, sheikh, at the conference room", demikian biasanya sang receptionist memanggil saya.

"Who is the lady and what is the purpose", saya tanyakan demikian karena biasanya sebelum ada yang menemui, pasti mengambil appointment atau minimal menelpon sebelum saya datang.

"I think she wants to ask you some thing, may be about Islam", jawab petugas resepsionis.

"Let her wait", jawabku. Biasanya sebelum melakukan apa-apa, saya ke kamar dulu meletakkan jaket dan tas, lalu keliling melihat proses belajar di weekend school.

Setelah keliling ke kelas-kelas weekend school, saya kemudian masuk ke ruang konferensi. Di sana telah menunggu seorang gadis bule, yang tiba-tiba saja tersenyum persis seperti mengenal saya dengan baik.

"Hi, morning! How are?" Sapaku.

"Morning!, fine and you?", jawabnya ramah.

"Do you know me?" candaku.

"No, not really but have heard your name. Why?", tanyanya.

Saya kemudian mengatakan secara bercanda bahwa memang orang-orang Amerika itu ramah, apalagi gadis-gadisnya. "I saw you smiling to me, like some one knows me very well", jelasku kemudian.

Saya kemudian berbasa basi menanyakan nama dan asalnya. "Oh, I am Jolie. Actually I am from here, New York, but my parents are in Arizona," katanya.

Saya kemudian menanyakan latar belakang kedatangannya pagi itu.

Dengan senyum yang ramah, Jolie menjelaskan bahwa dia sekarang ini kerja sebagai Public Relations officer (Humas) di sebuah perusahaan besar di New York. Dulu ketika mahasiswi di salah satu universitas Arizona, Jolie pernah mengambil Liberal Studies, yang menurutnya, salah satunya tentang agama Islam.

"Beside the course, I really had good Muslim friends who always reminded me to always continue my inquiries about the religion," jelasnya cukup panjang.

"So what and how did you find Islam?" pancingku.

"Very interesting!" jawabnya singkat. "And why?' Tanyaku lagi.

Dia kemudian sedikit serius menjelaskan bahwa dia telah membaca banyak buku-buku mengenai agama-agama, termasuk agamnya sendiri, kristiani, Yahudi, dan bahkan buku-buku mengenai Budha. Tapi menurutnya, Islam itu jauh lebih rasional dan nampaknya bisa beriringan dengan kemajuan kehidupan manusia.

"Islam is so rational and goes along with human's advancement," katanya.

Sejenak Jolie diam. Saya kemudian mengambil alih kendali berbicara cukup panjang mengenai ilmu dan rasionalitas dalam Islam. Sejarah turunnya wahyu pertama dan perkembangan pemikiran dalam sejarah Islam. Bahkan dinamika pemikiran dan filsafat yang dikenal dengan ilmu kalam dalam Islam.

Tak lupa menjelaskan tentang kontribusi Islam dalam peradaban manusia, termasuk peradaban modern yang saat ini lebih banyak dinikmati oleh dunia Barat.

Sayang, saya katakan, pepohonan indah yang dibenihnya telah ditanamkan oleh umat Islam itu tidak terjaga secara baik. Sehingga umat Islam kehilangan kepemilikan atau kendali, sementara umat lain telah menyalah gunakan. Seharusnya pepohonan itu memberikan buah-buah segar dan menjadi pelindung dari teriknya matahari, dan menjadi penjaga alam, kini dijadikan alat kayu bakar semata.

Ilustrasi yang saya maksudkan itu adalah peradaban modern yang indah saat ini telah berubah menjadi alat kesengsaraan. Semakin maju peradaban manusia semakin banyak penderitaan yang dirasakan umat manusia.

Nampaknya penjelasan-penjelasan saya itu bukan sesuatu yang baru bagi Jolie. Dia dengan seksama mendengarkan semua itu, tapi tidak lebih dari sikap penghormatan seorang Amerika terhadap orang lain.

"I know that," lanjutnya.

"If you know it, so what else do you want me to say?," tanyaku.

Dia kemudian kembali bercerita bahwa dari sejak menjadi mahasiswi di Arizona, dia memang ada hubungan khusus dengan beberapa Muslim. Tapi biasanya, katanya lagi, walaupun mereka itu selalu berbicara tentang Islam kepada saya, saya jarang menemukan dari mereka yang betul-betul mempraktekkan Islam (practicing Muslim).

"Lately I found some one here in New York," lanjutnya.

Dia kemudian menjelaskan bahwa dia menemukan seorang Muslim yang kemudian tertarik dengannya. Tapi Muslim ini begitu taat sehingga selalu mengatakan bahwa seandainya nanti saya menemukan isteriku, tentu saya ingin seseorang yang berislam dengan baik.

"He is really practicing Muslim. He did not do any thing that is against the teaching, I think!" katanya lagi.

"And so, what do you have in mind?," tanyaku. Saya bertanya demikian untuk meyakinkan bahwa walaupun nantinya dia masuk Islam, bukan karena hanya ingin menikah dengan seorang Muslim.

"I am coming to see you, basically to direct me what to do," katanya.

Saya kemudian manfaatkan kesempatan itu dengan melemparkan pertanyaan: "What do you feel about Islam? Do you think Islam is the true religion to follow?".

Dia kemudian dengan serius mengatakan bahwa kalau seandainya ia tanyakan kepada hatinya sendiri, memang Islam-lah agama yang benar. Cuma selama ini, ia sepertinya belum menemukan jalannya. "I feel I know that this is the truth, but did not know how to pursue it," katanya.

"Jolie, with that, I can assure you that you are a Muslim. What is required from you is to formalize you Islam by accepting the 'syahadah'". (Jolie, dengan itu, saya bisa memberi jaminan kepada Anda bahwa Anda adalah seorang Muslim. Yang Anda diperlukan sekarang adalah mewujudkan keislaman dengan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat )

Jolie kemudian diam sejenak. Lalu tiba-tiba sedikit berlinang air mata dia mengangkat kepala dan tersenyum, seraya mengatakan: "I am ready!".

Saya segera memanggil dua saksi ke ruangan pertemuan itu. Dan disaksikan oleh dua saksi, Jolie mengikuti saya menyaksikan:

"Ash-hadu al Laa ilaaha illa Allah. Wa ash-hadu anna Muhammadan Rasul Allah". Diikuti pekikan takbir oleh dua saksi pagi itu.

Sebelum meninggalkan ruangan, Jolie rupanya telah memilih nama barunya, yaitu Noor. Menurutnya, dia mengambil nama itu setelah dia menyaksikan wawancara Ratu Yordania, Queens Noor, di sebuah stasion TV Amerika.

Selamat Noor, semoga menjadi "cahaya Ilahi" di kemudian hari!

New York, Maret 2008

Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

Pemuda Slowakia Itupun Akhirnya Bersyahadah


Katagori : Journey to Islam
Oleh : Redaksi 08 Mar 2008 - 2:30 pm

imageBandar Brano adalah seorang remaja belia asal Republik Slowakia. Sejak kecil ia tidak mendapat ajaran agama yang memadai dari kedua orangtuanya. Neneknya yang justru berperan mengenalkan agama Kristen padanya. Bahkan neneknya meminta Bandar untuk dibaptis namun dilarang sang ayah. Alasannya, dulu kakek Bandar adalah orang terhormat di pemerintahan komunis Cekoslowakia. "Orangtuaku dulunya nikah campur. Ayahku seorang Atheis dan Ibu Kristen. Makanya aku selalu dihina teman-teman sekolah, tetangga, bahkan juga guru. Aku ini dibilang anak gipsi yang kotor," katanya mengenang. Satu ketika ia terlibat pertengkaran hebat dengan orangtuanya hingga memutuskan minggat dari rumah dan masuk ke kehidupan "hitam" yang liar. Untungnya ia bertemu dengan tiga pelajar Muslim asal Sudan hingga akhirnya memeluk Islam di usia 18 tahun. Berikut kisahnya yang diceritakannya dalam situs Islamweb berbahasa Slowakia dan kemudian dipublikasikan oleh situs Readingislam edisi 6 Juli 2006 lalu.

"Perjalananku mencari kebenaran penuh dengan onak dan duri. Aku lahir dari sebuah keluarga sederhana. Ayahku seorang penganut Atheis (tak percaya Tuhan-red) sementara ibu beragama Kristen tapi jarang ke gereja," ujar Bandar memulai kisahnya.

Pengakuan Bandar, neneknyalah yang telah banyak memberi warna agama dalam hidup. Ia mengaku sangat dekat dengannya. Sang nenek, menurutnya, berusaha membangun semangat Kristen sejak kecil.

"Meskipun nenek bukanlah seorang yang aktif di kegiatan gereja, namun ia adalah seorang yang sungguh-sungguh dan keyakinan agama datang dari dasar hatinya. Begitu juga caranya beribadah persis seperti penganut Kristen tradisional (orthodoks).

"Ia mendesakku dan juga adikku untuk dibaptis di gereja. Namun ayah tidak setuju dengan sarannya itu. Karena, menurutnya, kakekku dulu merupakan pegawai terhormat di kantor semasa pemerintahan komunis Cekoslowakia," kenangnya.

Ketika berumur 12 tahun, mata pelajaran agama mulai diajarkan di kelas. "Kala itu aku mulai mendapatkan petuah-petuah Kristen hingga punya keinginan untuk dibaptis. Karena menurutku hanya dengan cara ini bisa "selamat". Sebenarnya aku sendiri tidak begitu antusias mengikuti pelajaran agama. Tapi aku bersikeras untuk tetap ikut. Teman-teman sekelas menyindir tajam keinginanku. Aku sering berdoa dan ikut jamaah gereja, membaca Bibel, ikut acara Misa dan turut membantu setiap ada kegiatan di sana," imbuhnya lagi.

Setelah dua tahun mengabdi di gereja ia diberitahu bahwa kedua orangtuanya dulu tidak menikah di gereja. Karenanya ia tidak bisa dibaptis. "Jujur saja saat itu aku sangat kecewa sekali. Keyakinan akan ajaran Katolik spontan luntur. Di saat itu pula ibuku melahirkan adikku. Aku disibukkan oleh kehadiran adik dan akhirnya seiring perjalanan waktu Kristen hilang dari dalam diriku," akunya.

Ketika di sekolah menengah Bandar ikut kelas yang ada mata pelajaran Etika. "Aku berkeyakinan bahwa untuk bisa patuh pada Tuhan tidak musti dibaptis dulu. Sejak itu aku berhenti ikut jamaah gereja demikian juga tidak punya minat lagi mempelajari Bibel," kilahnya.

"Orangtuaku dulunya nikah beda agama. Makanya aku selalu mendapat hinaan dari teman-teman di kelas, tetangga, guru dan bahkan warga kampungku baik di jalanan, bis kota, di mana-mana pokoknya. Mereka bilang, aku ini anak gipsi yang kotor. Akhirnya aku benar-benar hilang kontak dengan teman-teman semasa kecil karena mereka beranggapan sulit berteman denganku," kenangnya sedih.

Sebagai pemuda 16 tahun, Bandar mengaku sulit mengontrol emosinya. "Aku sering bertengkar dengan orangtua dan satu ketika memutuskan minggat dari rumah. Berawal dari sinilah aku mulai mengenal dunia luar dan masuk ke kehidupan liar," ujar Bandar. Ia tidak menceritakan seburuk apa dekadensi moralnya saat itu. Tak disangka, satu hari, ia berjumpa dengan tiga pelajar Muslim dari Sudan. Pertemuan yang di kemudian hari mengubah jalan hidupnya.

Salah seorang dari mereka mengatakan jika Bandar ingin menyelesaikan masalahnya yang menggunung itu ia harus berhenti dari kehidupan liar. "Aku benar-benar terkejut kala mendengar ucapan itu. Bukan apa-apa, karena di pihak lain, saban hari semua teman-temanku malah mendukung dan menganjurkan untuk tetap di jalur "hitam". Kok anak Islam ini berani-beraninya mengajak sebaliknya dan bahkan mengatakan Tuhan tidak suka dengan cara hidup seperti itu," tukas Bandar.

"Sejak saat itu, aku menghabiskan waktu dengan pelajar-pelajar Sudan itu. Aku pun mulai meninggalkan acara hura-hura, mabuk-mabukan dan kegiatan tak bermanfaat lainnya. Demikian pula dengan teman-teman lama, mereka mulai meninggalkan aku. Aku mulai masuk sekolah lagi. Aku kembali mengunjungi kedua orangtua, " lanjutnya lagi. Bandar mengaku tidak merasa terasing dan juga tidak merasa rendah sedikitpun karena berteman dengan pelajar kulit hitam itu. "Aku justru merasa bahagia berada di tengah orang-orang yang bisa aku percaya dan saling berbagi. Bahkan aku pun bisa berhubungan dengan kelompok rasis Slowakia," akunya.

Bandar sering terlibat diskusi dengan Ahmed, salah seorang pelajar Sudan itu. Tentang Tuhan, Islam dan banyak lainnya.

"Aku belajar banyak darinya dan bahkan jujur saja aku sangat sedikit mengetahui tentang hal itu sebelumnya."

Satu ketika, dengan penuh haru hingga mencucurkan airmata, Ahmed menyatakan perasaan hatinya.

"Oh, seandainya kamu Islam," katanya meniru ucapan Ahmed. Bahkan Ahmed mengaku bahwa ia secara rutin sering berdoa khusus untuknya. Bandar benar-benar terkejut dan terkesan. "Dia bukan siapa-siapa. Tapi demikian pedulinya dengan nasibku," katanya.

"Sedikit banyak apa yang kupelajari sebelumnya tidak ada kontradiksi dengan Islam. Aku percaya dengan Tuhan yang satu dan hanya satu, tidak ada lain. Konsep Trinitas dalam Kristen justru membuatku bingung. Samar-samar dan tidak jelas maksudnya. Islam, bagiku, justru tampil lebih terus terang, terbuka dan dapat dimengerti. Bebas dari dogma-dogma yang tidak rasional. Penganutnya mengerjakan sesuatu tanpa keterpaksaan. Semua berdasarkan konsep ikhlas. Aku berjanji akan meningkatkan langkah menuju usaha yang lebih keras lagi untuk mempelajari Islam. Ahmed dan teman-temannya sangat senang mendengar itu. Mereka menyokong dengan membantuku mencarikan buku-buku Islam berbahasa Slowakia," kisahnya panjang lebar.

Setelah setahun, Bandar musti berpisah dengan pelajar-pelajar Sudan itu. Mereka pindah ke kota lain guna melanjutkan studinya. Ia merasa sangat kehilangan. Sepeninggal mereka Bandar jadi pemurung.

"Aku seperti berada di persimpangan jalan. Seakan ada yang menarikku untuk kembali ke dunia lama. Tapi di pihak lain, aku merasa takut. Ya aku takut berdosa. Dalam suasana bingung seperti itu aku lalu mengunjungi komunitas Baptis. Aku diberitahu bahwa karena alasan "keselamatan" aku tidak perlu dibaptis. Namun mereka tidak menanggapi ketika aku mengajukan beberapa pertanyaan krusial tentang ajaran Kristen," imbuhnya.

"Di tengah keputusasaan itu, Allah datang dan menolongku. Subhanallah! Aku berjumpa lagi dengan seorang pelajar Muslim yang lain. Namanya Umar dan berasal dari Yaman. Ia sangat alim dan dengan senang hati mencarikan literatur-literatur penting untukku. Aku mulai belajar Islam lagi."

Umar pun mengajari Bandar bagaimana cara shalat, cara bersyukur pada Allah, cara menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan banyak lainnya lagi. "Yang paling berkesan, ia mengajariku bagaimana berbakti kepada kedua orangtua. Juga ia ceritakan bagaimana persaudaraan dalam Islam. Bukan main indahnya Islam," aku Bandar kagum.

Singkat cerita, Bandar Brano akhirnya bersyahadah di hadapan Umar. Tak lama kemudian Umar pun mengajaknya ke Masjid. "Seumur hidup itulah pertamakali aku ke Masjid. Entah mengapa ketika berada di Masjid hatiku begitu tenteram dan damai. Aku merasa yakin telah menemukan kebenaran. Namun aku sedih sebab masih banyak dari anggota keluargaku yang belum Islam. Begitupun aku bersyukur kepada Allah atas hidayah-Nya," tutur Bandar.

"Alhamdulillah, segala pujian hanya bagi Allah. Aku menerima hidayah Islam pada saat berusia 18 tahun. Aku masih ingat dengan perasaan saat mengucapkan dua kalimah syahadah. Kala itu aku seperti menggigil dan takut. Namun selepas bersyahadah terasa sejuk, hening, damai. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata."

Begitu girangnya Bandar. Ia menyaksikan wajah-wajah penuh persahatan. "Alhamdulillah, dalam masa sekitar tiga tahun aku mendapatkan kesempatan untuk tinggal bersama-sama Muslim lainnya guna belajar dari mereka. Tata cara hidup dalam Islam. Kehidupanku telah berubah sama sekali sejak saat itu. Semoga Allah berikan kekekalan hidayah padaku," pintanya. Bandar sering berdoa, terutama bagi saudara-saudaranya baik di Slowakia maupun di Ceko agar satu ketika nanti juga mendapat hidayah.

"Ya Allah berikanlah ganjaran dan kasih sayang-Mu kepada mereka-mereka yang telah membantuku menemukan kebenaran. Dan, Semoga Allah senantiasa membantu menguatkan keimananku." do'a Bandar di akhir kisahnya. [zulkarnain jalil, kontributor www.hidayatullah.com di Aceh. Email zkarnain03@yahoo.com - Alamat e-mail ini telah dilindungi dari tindakan spam bots, Anda butuh Javascript dan diaktifkan untuk melihatnya ]


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.