Kamis, 04 Januari 2007

YESUS BERPOLIGAMI (?)

Oleh : Fakta 04 Jan 2007 - 2:50 am

Dalam antropologi sosial, Poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu istri atau suami. Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu : Poligini ( Seorang pria memiliki beberapa orang istri); Poliandri ( Seorang wanita memiliki beberapa orang suami ) dan Group Marriage atau Group Family ( yaitu gabungan dari poligini dengan poliandri, misalnya dalam satu rumah ada lima laki-laki dan lima wanita, kemudian bercampur secara bergantian ). Ketiga bentuk poligami itu ditemukan dalam sejarah manusia, namun poligini merupakan bentuk paling umum. Poligami ( dalam makna Poligini ) bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam datang, peradaban manusia di berbagai belahan dunia sudah mengenal poligami.

Nabi Ibrahim as beristri Sarah dan Hajar, Nabi Ya'qub as beristri : Rahel, Lea, dan menggauli dua budak/hamba sahayanya : Zilfa dan Bilha. Dalam perjanjian lama Yahudi Nabi Daud as disebut-sebut beristri 300 orang.

Dalam sejarah, raja-raja Hindu juga melakukan poligami dengan seorang permaisuri dan banyak selir. Dalam dunia gereja juga dikenal praktik poligami, Dewan tertinggi Gereja Inggris sampai abad sebelas membolehkan poligami.

Dalam Katholik sejak masa kepemimpinan Paus Leo XIII pada tahun 1866 poligami mulai dilarang. Dalam The Book of Mormon, Triatmojo, menjelaskan bahwa Penganut Mormonisme sebuah aliran Kristen, pimpinan Joseph Smith sejak tahun 1840 hingga sekarang mempraktikan bahkan menganjurkan poligami.

Bangsa Arab sebelum Islam datang sudah biasa berpoligami , ketika Islam datang, Islam membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi. Islam memberi arahan untuk berpoligami yang berkeadilan dan sejahtera. Dalam Islam Poligami bukan wajib, tapi mubah, berdasar antara lain QS An-Nisa : 3 .

Muhammad Abduh (1849-1905 ) adalah satu dari sedikit ulama yang mengharamkan poligami, dengan alasan bahwa syarat yang diminta adalah berbuat adil, dan itu tidak mungkin bisa dipenuhi manusia seperti dinyatakan dalam QS An-Nisa : 129 ( Tafsier Al-Manar, Dar Al-Fikr, tt, IV: 347-350 ) Abduh yang mantan Syeikh Al-Azhar ini menjelaskan tiga alasan haramnya poligami : Pertama, Syarat poligami adalah berbuat adil, syarat ini mustahil bisa dipenuhi seperti dikatakan dalam QS An-Nisa : 129. Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para istrinya, karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban memberi nafkah lahir dan batin secara baik dan adil. Ketiga, dampak psikologis anak-anak hasil poligami, mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran karena ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istrinya yang lain. ( Al-'Amal Al-Kamilah lil-imam Al-Syeikh Muhammad Abduh, Cairo, Dar Al-Syuruk, 1933 , II: 88-93 ) .

Argumen Abduh inilah yang sering diusung oleh kaum sekuler liberal, untuk menolak poligami, disamping dalih utama mereka adalah HAM dan Gender Equality ( Kesetaraan Gender ). Padahal keadilan yang mustahil bisa dilakukan manusia bukan keadilan dalam segala hal. Seperti dikatakan sahabat Ibnu Abbas ra, adalah keadilan dalam hal mahabbah dan ghirah kepada istri-istri. Yang dituntut oleh QS. An-Nisa : 3 adalah keadilan dalam memberi nafkah. "

"Adil " juga tidak identik dengan " sama ". Ketika kabar Aa Gym menikah lagi dengan AlFarini Eridani muncul ke media bersamaan dengan beredarnya video mesum yang dilakukan penyanyi dangdut Maria Eva dengan Seorang anggota DPR dari Partai Golkar Yahya Zaini, reaksi keras, dan emosional dari berbagai kalangan, khususnya pengusung gerakan feminisme sekuler, lebih banyak dialamatkan kepada pelaku poligami yang dalam Islam hukumnya mubah. Sampai ada Koalisi Perempuan Kecewa Aa Gym (KPKAG). Presiden SBY pun seperti kebakaran jenggot, sampai harus memanggil mentri UPP Meutia Hatta dan Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar untuk merevisi PP !0/1983 agar tidak hanya berlaku bagi TNI/Polri dan PNS saja, tapi bisa diperluas hingga menjangkau kaum swasta.

Anehnya, Baik Presiden SBY, Meutia, Nasaruddin dan mereka yang antipoligami tidak merasa resah dan prihatin atas " Poligami liar " model Maria Eva dan Yahya Zaini, yang jelas-jelas haram. Kenapa kaum feminis tidak merasa sakit hati diperlakukan seperti barang dagangan, setelah hamil dipaksa harus menggugurkan kandungannya, lantas dimana moral obligation mereka ? Mestinya yang harus diperketat dan diperberat bukan aturan poligami, tapi aturan dan hukuman bagi pelaku " Selingkuh ", atau " Teman Tapi Mesum " yang pelakunya bisa dipastikan jauh lebih banyak dari pada pelaku poligami.

Aturan seperti PP 10/1983 yang melarang PNS berpoligami telah menciptakan opini umum dan pencitraan bahwa poligami seakan sebuah tindakan kriminal yang keji dan amoral yang harus diberantas sampai tuntas. Apalagi dengan persyaratan bathil yang sama sekali tidak rasional saking super sulitnya. Pada hakikatnya dengan peraturan model PP 10/1983 ini pemerintah RI telah " mengharamkan " poligami. Selain harus seizin istri pertama dan izin atasan, istri pertama haruslah : 1) Tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri; 2) Berpenyakit permanen; 3 ) Tidak berketurunan. Maka jangan kaget, jika pada akhirnya banyak di antara mereka yang menempuh jalan haram dan terkutuk.

Dalam Katholik Pastur termasuk Paus jangankan berpoligami, mereka menikahpun tidak. Sebuah sikap dan tradisi yang sudah dipertahankan selama hampir dua ribu tahun. Diantara alasannya karena Tuhan (Yesus) tidak menikah, maka sebagai pelayan Tuhan mereka tidak menikah. Kebanyakan kaum muslimien juga mempercayai bahwa Nabi Isa as tidak menikah. Menurut pandangan banyak kristolog, keyakinan itu lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran Katholik tadi. QS. Ar-Ra'du : 38 yang menyatakan bahwa Allah telah mengutus banyak Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad saw. dan telah memberikan kepada para Nabi dan Rasul itu istri dan keturunan, tak terkecuali Nabi Isa as.

Dan Brown dalam bukunya The Davinci Code menyebut nama Maria Magdalena sebagai istri Yesus, yang ketika (orang yang diserupakan) Yesus disalib, ia sedang hamil tua. Kemudian atas bantuan paman Yesus bernama Yosep dari Arimatea ia dibawa keluar dari Yarusalem menuju Prancis. Ia dititipkan pada sebuah keluarga Yahudi . Ia melahirkan seorang anak perempuan yang kemudian diberi nama Sarah. Setelah Sarah dewasa ia menikah dengan seorang bangsawan Prancis. Dari pernikahan dua bangsawan ini melahirkan sebuah marga bangsawan baru yang dikenal dengan nama Merovingian.

Mereka sampai hari ini masih mempertahankan sebuah aliran gereja bernama Churh of Sion yang pemuka agamanya adalah perempuan, meneruskan kepemimpinan Maria Magdalena. Seorang sejarawan dan pakar theology dan Al-Kitab bernama Prof Dr Barbara Theiring dari Sidney, Australia, yang selama 20 tahun mendalami Naskah Laut Mati, yakni sebuah naskah tua Injil tertua yang ditemukan di laut Mati, dalam buku yang kemudian ditulisnya "Jesus The Man" berkesimpulan bahwa Yesus itu bukan hanya menikah tapi juga berpoligami.

Upacara pernikahan Yesus oleh pihak gereja sengaja dikaburkan. Dalam injil Lukas 7:37-38 dijelaskan bahwa Maria Magdalena membawa buli-buli pualam berisi minyak wangi, sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kakinya, lalu membasahi kakinya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kakinya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu. Ini adalah upacara pernikahan bangsawan Yahudi. Dalam Injil dikaburkan seolah-olah Maria Magdalena adalah seorang perempuan pendosa yang datang meminta ampun kepada Yesus. Menurut Barbara seorang perempuan mencium laki-laki yang bukan muhrimnya dalam agama Yahudi hukumannya adalah hukuman mati. Tapi kenapa Maria Magdalena tidak dihukum ? Karena ini merupakan upacara pernikahan Yesus.

Prof . Dr . Barbara Theiring dalam bukunya Jesus and The Riddle of The Dead Sea Scroll, Harper San Fransisco, 1992, menjelaskan kronologi perkawinan Yesus. Perkawinan pertama (kawin gantung) dengan Maria Magdalena diselenggarakan pada hari Jum'at 22 September 30 M pukul 18.00 di Ain Feskhah (Palestina). Perkawinan kedua ( Pesta Walimah ) dengan Maria Magdalena berlangsung pada 19 Maret 33 M pk. 24.00 di Ain Feskhah. Yesus juga menikah dengan istri kedua bernama Lidya pada malam Selasa 17 Maret 50 M. Jika semua ini benar, maka tidak ada alasan bagi Pastur termasuk Paus untuk tidak menikah.

Wallahu'alam.

Oleh : Shiddiq Amien

Selasa, 02 Januari 2007

Selamat Natal Menurut Al-Qur'an

Serambi, 18-Desember-2006

Sakit perut menjelang persalinan, memaksa Maryam bersandar ke pohon kurma. Ingin rasanya beliau mati, bahkan tidak pernah hidup sama sekali. Tetapi Malaikat Jibril datang menghibur: "Ada anak sungai di bawahmu, goyanghan pangkal pohon kurma ke arahmu, makan, minum dan senangkan hatimu. Kalau ada yang datang katakan: 'Aku bernazar tidak bicara.'"

"Hai Maryam, engkau melakukan yang amat buruk. Ayahmu bukan penjahat, ibumu pun bukan penzina," demikian kecaman kaumnya, ketika melihat bayi di gendongannya. Tetapi Maryam terdiam. Beliau hanya menunjuk bayinya. Dan ketika itu bercakaplah sang bayi menjelaskan jati dirinya sebagai hamba Allah yang diberi Al-Kitab, shalat, berzakat serta mengabdi kepada ibunya. Kemudian sang bayi berdoa: "Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali."

Itu cuplikan kisah Natal dari Al-Quran Surah Maryam ayat 34. Dengan demikian, Al-Quran mengabadikan dan merestui ucapan selamat Natal pertama dari dan untuk Nabi mulia itu, Isa a.s.

Terlarangkah mengucapkan salam semacam itu? Bukankah Al-Quran telah memberikan contoh? Bukankah ada juga salam yang tertuju kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga Ilyas, serta para nabi lainnya? Setiap Muslim harus percaya kepada Isa a.s. seperti penjelasan ayat di atas, juga harus percaya kepada Muhammad saw., karena keduanya adalah hamba dan utusan Allah. Kita mohonkan curahan shalawat dan salam untuk. mereka berdua sebagaimana kita mohonkan untuk seluruh nabi dan rasul. Tidak bolehkah kita merayakan hari lahir (natal) Isa a.s.? Bukankah Nabi saw. juga merayakan hari keselamatan Musa a.s. dari gangguan Fir'aun dengan berpuasa 'Asyura, seraya bersabda, "Kita lebih wajar merayakannya daripada orang Yahudi pengikut Musa a.s."

Bukankah, "Para Nabi bersaudara hanya ibunya yang berbeda?" seperti disabdakan Nabi Muhammad saw.? Bukankah seluruh umat bersaudara? Apa salahnya kita bergembira dan menyambut kegembiraan saudara kita dalam batas kemampuan kita, atau batas yang digariskan oleh anutan kita? Demikian lebih kurang pandangan satu pendapat.

Banyak persoalan yang berkaitan dengan kehidupan Al-Masih yang dijelaskan oleh sejarah atau agama dan telah disepakati, sehingga harus diterima. Tetapi, ada juga yang tidak dibenarkan atau diperselisihkan. Disini, kita berhenti untuk merujuk kepercayaan kita.

Isa a.s. datang mermbawa kasih, "Kasihilah seterumu dan doakan yang menganiayamu." Muhammad saw. datang membawa rahmat, "Rahmatilah yang di dunia, niscaya yang di langit merahmatimu." Manusia adalah fokus ajaran keduanya; karena itu, keduanya bangga dengan kemanusiaan. Isa menunjuk dirinya sebagai "anak manusia," sedangkan Muhammad saw. diperintah:kan oleh Allah untuk berkata: "Aku manusia seperti kamu." Keduanya datang membebaskan manusia dari kemiskinan ruhani, kebodohan, dan belenggu penindasan. Ketika orang-orang mengira bahwa anak Jailrus yang sakit telah mati, Al-Masih yang menyembuhkannya meluruskan kekeliruan mereka dengan berkata, "Dia tidak mati, tetapi tidur." Dan ketika terjadi gerhana pada hari wafatnya putra Muhammad, orang berkata: "Matahari mengalami gerhana karena kematiannya." Muhammad saw. lalu menegur, "Matahari tidak mengalami gerhana karena kematian atau kehahiran seorang." Keduanya datang membebaskan maanusia baik yang kecil, lemah dan tertindas -dhu'afa' dan al-mustadh'affin dalam istilah Al-Quran.

Bukankah ini satu dari sekian titik temu antara Muhammad dan Al-Masih? Bukankah ini sebagian dari kandungan Kalimat Sawa' (Kata Sepakat) yang ditawarkan Al-Quran kepada penganut Kristen (dan Yahudi (QS 3:64)? Kalau demikian, apa salahnya mengucapkan selamat natal, selama akidah masih dapat dipelihara dan selama ucapan itu sejalan dengan apa yang dimaksud oleh Al-Quran sendiri yang telah mengabadikan selamat natal itu? Itulah antara lain alasan yang membenarkan seorang Muslim mengucapkan selamat atau menghadiri upacara Natal yang bukan ritual . Di sisi lain, marilah kita menggunakan kacamata yang melarangnya.

Agama, sebelum negara, menuntut agar kerukunan umat dipelihara. Karenanya salah, bahkan dosa, bila kerukunan dikorbankan atas nama agama. Tetapi, juga salah serta dosa pula, bila kesucian akidah ternodai oleh atau atas nama kerukunan.

Teks keagamaan yang berkaitan dengan akidah sangat jelas, dan tidak juga rinci. Itu semula untuk menghindari kerancuan dan kesalahpahaman. Bahkan Al-Q!uran tidak menggunakan satu kata yang mungkin dapat menimbulkan kesalahpahaman, sampai dapat terjamin bahwa kata atau kalimat itu, tidak disalahpahami. Kata "Allah," misalnya, tidak digunakan oleh Al-Quran, ketika pengertian semantiknya yang dipahami masyarakat jahiliah belum sesuai dengan yang dikehendaki Islam. Kata yang digunakan sebagai ganti ketika itu adalah Rabbuka (Tuhanmu, hai Muhammad) Demikian terlihat pada wahlyu pertama hingga surah Al-Ikhlas. Nabi saw. sering menguji pemahaman umat tentang Tuhan. Beliau tidak sekalipun bertanya, "Dimana Tuhan?" Tertolak riwayat sang menggunakan redaksi itu karena ia menimbulkan kesan keberadaan Tuhan pada satu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Nabi. Dengan alasan serupa, para ulama bangsa kita enggan menggunakan kata "ada" bagi Tuhan, tetapi "wujud Tuhan."

Natalan, walaupun berkaitan dengan Isa Al-Masih, manusia agung lagi suci itu, namun ia dirayakan oleh umat Kristen yang pandangannya terhadap Al-Masih berbeda dengan pandangan Islam. Nah, mengucapkan "Selamat Natal" atau menghadiri perayaannya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat mengantar kepada pengaburan akidah. Ini dapat dipahami sebagai pengakuan akan ketuhanan Al-Masih, satu keyakinan yang secara mutlak bertentangan dengan akidah Islam. Dengan kacamata itu, lahir larangan dan fatwa haram itu, sampai-sampai ada yang beranggapan jangankan ucapan selamat, aktivitas apa pun yang berkaitan dengan Natal tidak dibenarkan, sampai pada jual beli untuk keperluann Natal.

Adakah kacamata lain? Mungkin!

Seperti terlihat, larangan ini muncul dalam rangka upaya memelihara akidah. Karena, kekhawatiran kerancuan pemahaman, agaknya lebih banyak ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan kabur akidahnya. Nah, kalau demikian, jika ada seseorang yang ketika mengucapkannya tetap murni akidahnya atau mengucapkannya sesuai dengan kandungan "Selamat Natal" Qurani, kemudian mempertimbangkan kondisi dan situasi dimana hal itu diucapkan, sehingga tidak menimbulkan kerancuan akidah baik bagi dirinya ataupun Muslim yang lain, maka agaknya tidak beralasan adanya larangan itu. Adakah yang berwewenang melarang seorang membaca atau mengucapkan dan menghayati satu ayat Al-Quran?

Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS 34:24-25. Kalaupun non-Muslim memahami ucapan "Selamat Natal" sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.

Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan.

Dostojeivsky (1821-1881), pengarang Rusia kenamaan, pernah berimajinasi tentang kedatangan kembali Al-Masih. Sebagian umat Islam pun percaya akan kedatangannya kembali. Terlepas dari penilaian terhadap imajinasi dan kepercayaan itu, kita dapat memastikan bahwa jika benar beliau datang, seluruh umat berkewajiban menyambut dan mendukungnya, dan pada saat kehadirannya itu pasti banyak hal yang akan beliau luruskan. Bukan saja sikap dan ucapan umatnya, tetapi juga sikap dan ucapan umat Muhammad saw. Salam sejahtera semoga tercurah kepada beliau, pada hari Natalnya, hari wafat dan hari kebangkitannya nanti.

sumber: Pustaka Online Media Isnet

Geger “Kristenisasi” di Depok

Rabu, 03 Januari 2007

Idul Adha yang seharunya semarak dengan suka cita ternyata mendadak geger. Beberapa orang Nashr ani, di Depok dikabarkan ‘membaptis” 72 anak-anak Muslim

Hidayatullah.com--Menjelang Idul Adha 1427, kampung Lio-Depok geger. Pasalnya seorang laki-laki, bernama Sugito, yang selama ini dipercaya warga setempat, membawa 72 anak-anak Muslim ke Gereja Bethel, Depok.

Rabu tanggal 26 Desember 2006, sekitar pukul 3 sore, anak-anak SD dan SMP kumpul di Rumah Singgah “Bina Tulus Hati”, RT3/RW19, Kampung Lio Depok. Menurut rencana, mereka akan diajak jalan-jalan oleh Pak Sugito dan teman-temannya. Tak jelas, kemapa mereka akan dibawa.

Anak-anak yang jumlahnya 72 orang itu, berangkat dengan Metro Mini. Setelah berputar-putar, sekitar jam 16.30 mereka sampai di sebuah gereja Depok. “Namanya gereja Bethel,”ujar Iis kelas 2 SMP, yang ikut dalam rombongan itu.

Sesampai di gereja itu puluhan anak-anak itu disuruh duduk di dalam gereja. Di ruangan gereja itu, sudah ada puluhan anak-anak lain, entah dari mana. Selain itu, di depan anak-anak berdiri laki-laki dan perempuan dewasa yang jumlahnya sekitar 10 orang.

“Kita disuruh menyanyi puji Yesus,”ujar gadis kecil Muslimah itu di depan aktivis ormas-ormas Islam Depok, di Masjid Baiturahman, Kampung Lio, Depok, Ahad lalu (31/12/2006). Bagaimana nyanyiannya? “Diantaranya : Dia lahir untuk kami, dia raja di atas raja, “ujarnya.

Melihat acara di dalam gereja seperti itu, beberapa anak Muslim melarikan diri terbirit-birit ke luar ruangan gereja. Anak-anak Muslim yang lain, mungkin takut, tetap duduk mengikuti acara yang dipimpin seorang ibu itu. Mereka kemudian disuruh berdoa dan seorang ibu kemudian mendatangi masing-masing anak itu dan memegang kepalanya. “Bunyinya kira-kira: Semoga Tuhan memberkati dan roh Kudus membimbingmu. Tuhan Kami nggak ingin kamu kalah..kalau kamu ikut Tuhan Kamu kamu kalah, kalau kamu ikut Tuhan Kami kamu menang,”ungkap anak-anak belia itu.

Setelah acara-acara itu, mereka pulang. Sebelum balik ke rumah naik bis yang sama, mereka diberi bingkisan. “Kita semua diberi bingkisan yang isinya pakaian,”ungkap Sita, 12 tahun, siswi kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah yang juga ikut dalam rombongan itu. Penjelasan Sita ini diamini oleh Indah (13 th) dan Lusi (12 tahun). Acara di gereja yang berlangsung dari sore sampai malam itu, memaksa anak-anak Muslim tidak dapat melaksanakan shalat maghrib.

Melihat kejadian di gereja yang tidak wajar itu, anak-anak laki-laki dan perempuan itu mengadu ke orangtuanya. Dan menjadi ramailah kampung itu. Setelah berembuk secara cepat akhirnya warga membentuk tim untuk mengusut tuntas kasus “kristenisasi” ini. Mereka kemudian melaporkan Sugito ke kepolisian Pancoran Mas, Depok. Sugito ditahan. Tapi ketika warga Muslim setempat memproses pengaduan untuk Sugito ini, tiba-tiba Sugito sudah bebas dan kabarnya, terbang ke Yogya. Entah siapa yang membebaskan.

Kampung Lio, memang bukan kampung berkecukupan. Banyak masyarakat dhuafa di situ. Di wilayah itu terdapat puluhan keluarga pemulung, anak jalanan dan lain-lain. Di situlah sekitar tahun 2004, Sugito dan kawan-kawannya bergerak membuat Rumah Singgah Bina Tulus Hati. Sekitar 119 anak-anak laki dan perempuan, kelas setingkat SD-SMP dibina di situ. Mereka diajari baca Al Qur’an (Iqra’) dan pelajaran-pelajaran umum. Sebagian pengajarnya ada mahasiswa-mahasiswa Nashrani dari Universitas Indonesia. “Yang non Muslim itu ngajar pelajaran-pelajaran umum,”jelas Iis.

Karena merasa dikhianati oleh Sugito, marahlah warga Muslim. Kini Rumah Singgah itu ditutup. Dan warga mengambil alternatif melanjutkan kegiatan anak-anak itu, di Masjid Baiturrahman, Kampung Lio, yang kini masih dalam tahap pembangunan.

Dalam silaturahmi Dewan Dakwah Islamiyah (DDI) Depok dengan Tim Independen kasus itu, FPI Depok dan pengurus masjid Baiturrahman disepakati untuk melanjutkan bantuan beasiswa ke anak-anak dhuafa itu.

“Puluhan anak-anak itu perlu diberi bantuan agar mereka tetap dapat melanjutkan sekolahnya,”ujar Insan Mokoginta, Ketua Umum DDI Depok yang baru. [nuim/cha]

THE LOST YEARS OF JESUS

Display Buku

Judul Tahun-Tahun Yesus yang Hilang
Penulis Elizabeth Clare Prophet
Penerbit Bina Communio
Tanggal terbit 2006
Jumlah Halaman 200
SINOPSIS BUKU

Dikatakan Yesus sejak berusia tigabelas tahun hingga berusia duapuluhsembilan tahun melakukan perjalanan ke India, Nepal, Ladakh, dan Tibet. Perjalanan ini dilakukan baik sebagai murid maupun sebagai guru.

Untuk pertama kalinya Elizabeth Clare Prophet mengumpulkan empat bukti dokumenter tentang perjalanan Yesus di tahun-tahun yang hilang dan menyajikannya dalam satu buku
Penullis menceritakan kisah bagaimana seorang Jurnalis berkebangsaan Rusia Nicolas Notovitch menemukan naskah tersebut pada awal abad ke-20.

Kini Anda dapat membacanya sendiri apa yang dikatakan oleh Yesus dan apa yang diperbuat oleh Yesus sebelum melaksanakan misi di Palestina.

Isi buku ini adalah salah satu yang paling revolusioner dari segi bobot informasinya.